Ragamutama.com NEW YORK. Sesi perdagangan awal pekan ini (7/4) di Wall Street diwarnai dengan penurunan tajam pada indeks-indeks utama. S&P 500 secara resmi memasuki zona pasar lesu (bearish), seiring dengan investor yang berbondong-bondong mencari aset aman pada obligasi pemerintah. Sentimen negatif ini dipicu oleh kekhawatiran akan dampak ekonomi dari kebijakan tarif yang digagas oleh Presiden AS Donald Trump.
Berdasarkan laporan dari Reuters, pada pukul 09:31 pagi waktu setempat, indeks Dow Jones Industrial Average mengalami penurunan sebesar 1.212,98 poin, atau setara dengan 3,17%, mencapai level 37.101,88. Sementara itu, S&P 500 merosot 181,37 poin, atau 3,57%, ke angka 4.892,71, dan Nasdaq Composite terkoreksi sebesar 623,23 poin, atau 4,00%, ke level 14.964,56.
Imbal hasil (yield) obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun mengalami penurunan hingga mencapai 3,986%. Para pelaku pasar kini semakin meningkatkan ekspektasi akan adanya potensi pemangkasan suku bunga kelima oleh Federal Reserve (The Fed) pada tahun ini.
Wall Street Terjun Bebas: Dow, S&P 500 dan Nasdaq Ditutup Anjlok Lebih Dari 5,5%
“Apa yang sedang kita saksikan saat ini lebih menyerupai sebuah pemulihan teknis setelah gelombang aksi jual yang sangat curam. Namun, hal ini belum tentu menandakan berakhirnya tekanan jual,” ujar Fiona Cincotta, seorang analis pasar senior di City Index.
“Agar tren pemulihan ini dapat berlanjut, kita memerlukan perubahan fundamental yang signifikan. Misalnya, Trump mencabut sebagian kebijakan tarif dagangnya, muncul keyakinan bahwa ekonomi global akan tetap stabil, atau bank sentral mengambil langkah-langkah intervensi untuk menopang perekonomian.”
Presiden Trump mengumumkan penerapan tarif yang substansial terhadap sejumlah mitra dagang Amerika Serikat pada pekan lalu, yang kemudian memicu aksi balasan dari China. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perang dagang yang berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi global dan memicu tekanan inflasi.
Dalam dua sesi perdagangan setelah pengumuman tarif Trump, indeks S&P 500 telah mengalami penurunan sebesar 10,5%, menghapus nilai pasar hingga hampir US$ 5 triliun. Ini menjadi kerugian dua hari terbesar sejak Maret 2020.
Trump menyatakan kepada wartawan pada Minggu malam bahwa para investor harus siap menanggung konsekuensi dari kebijakan ini. Ia juga menegaskan tidak akan melakukan negosiasi dengan China hingga defisit perdagangan AS dapat diatasi.
Bursa Wall Street Rontok Setelah China Balas Tarif Impor AS
Kontrak berjangka (futures) yang melacak indeks Russell 2000, yang mencerminkan kinerja perusahaan-perusahaan berkapitalisasi kecil di AS, juga mengalami penurunan sebesar 3,3%. Hal ini semakin mempertegas kekhawatiran mengenai kesehatan ekonomi domestik.
Indeks Volatilitas CBOE (VIX), yang seringkali dianggap sebagai barometer ketakutan di Wall Street, melonjak ke angka 48,89 poin, level tertinggi sejak Agustus 2024.
Saham-saham secara luas mengalami tekanan jual dalam perdagangan *premarket,* dengan perusahaan-perusahaan berkapitalisasi besar menjadi yang paling terpukul.
Saham Apple turun 2,7%, saham Nvidia merosot 4,8%, sementara saham Amazon.com juga mengalami penurunan sebesar 2,1%.
Saham Howmet Aerospace terkoreksi sebesar 5,2% setelah muncul laporan yang menyebutkan bahwa pemasok suku cadang pesawat tersebut berpotensi menghentikan sebagian pengiriman jika terkena dampak dari tarif Trump.
Wall Street Melorot Akibat Kekhawatiran Tarif Trump
Penurunan tajam dalam dua sesi terakhir menyeret indeks Nasdaq yang didominasi oleh sektor teknologi ke zona pasar *bearish,* sementara indeks Dow Jones Industrial Average merosot lebih dari 10% dari rekor penutupan tertingginya.
Kekhawatiran akan resesi yang diakibatkan oleh tarif impor mendorong pasar untuk mempertimbangkan kemungkinan penurunan suku bunga pada bulan Mei. Para pelaku pasar memperkirakan probabilitasnya hampir mencapai 60%, berdasarkan data yang dikumpulkan oleh LSEG.
Sejumlah pidato dari para pejabat The Fed dan serangkaian indikator ekonomi, termasuk data harga konsumen, dijadwalkan rilis sepanjang minggu ini. Pasar akan mencermati dengan seksama setiap sinyal yang mengindikasikan kekhawatiran akan terjadinya resesi.