Oleh: Trias Kuncahyono
KOMPAS.TV – Sudah beberapa kali saya melintasi jalan itu, pada malam hari. Jalan di samping Colosseum. Tapi, malam itu, Colosseum yang dibangun atas perintah Kaisar Titus Flavius Vespasianus pada awal tahun 70-an dan selesai tahun 80 tersebut tampak lebih indah. Apalagi dibanding siang hari.
Cahaya lampu dari dalam Colosseum menerobos keluar melalui semacam jendela atau pintu bagian luar Colosseum yang berbentuk lengkungan (plengkung–Jawa).
Ada 80 lengkungan yang membentuk keliling luar Colosseum. Sungguh, pemandangan yang sangat indah; sinar lampu kekuning-kuningan membuat Colosseum itu terasa mistis.
Pembangunan Colosseum adalah bagian dari visi dan misi pemerintahan Kaisar Vespasianus. Salah satu tujuan utama pemerintahan Vespasianus (The Collector, 2020) adalah mengembalikan Roma kepada rakyatnya.
Sebab, ketika Nero berkuasa, rakyat dilupakan, Roma menjadi milik penguasa. Misalnya, setelah Roma terbakar tahun 64, Nero membangun istana tempat tinggal dia yang diberi nama Domus Aurea dikenal sebagai “The Golden House.”
Di zaman Vespasianus, istana ini dibuka untuk umum.
Lalu, Vespasianus membangun Amphitheatrum Flavium – the Flavian Amphitheater (sesuai dengan nama dinastinya) yang lebih dikenal sebagai Colosseum.
Bangunan bulat, tiga tingkat itu mulai dibangun tahun 70 dan selesai tahun 80. Diawali oleh Vespasianus dilanjutkan kedua anaknya oleh Kaisar Titus dan Kaisar Domianus.
Sejumlah bahan bacaan menceritakan, Vespasianus membangun Colosseum untuk mengembalikan kebahagiaan rakyatnya. Membuat rakyat senang, terhibur. Membuat rakyat bahagia itu, penting.
Penting untuk merebut hati rakyat, untuk memenangkan hati rakyat yang di masa pemerintahan sebelumnya, kebahagiaan dan ketenangan rakyat hilang. Mereka hidup dalam cengkeraman ketakutan.
Colosseum menjadi tempat bagi masyarakat Roma untuk menghibur diri. Di tempat itu, mereka menyaksikan ludi gladiatori, adu gladiator, adu binatang buas, pertarungan orang hukuman dengan binatang buas, dan eksekusi para terhukum.
Di zaman lain, Colosseum juga menjadi tempat untuk menghukum–dengan cara diadu dengan binatang buas, antara lain–orang-orang Kristen yang tidak mau tunduk pada kaisar, untuk menyembahnya. Martir pertama Kristen adalah Ignatius, uskup dari Antiochia, pada tahun 107 (tribunesandtriumphs.org).
Jadi pembangunan Colosseum adalah pernyataan arsitektur yang jelas mengenai prioritas kaisar baru, sebuah pernyataan bahwa kaisar ini adalah jenis kaisar yang berbeda, yang akan mengutamakan Roma dan rakyatnya; yang ingin membuat rakyatnya bahagia.
***
Zaman sebelumnya adalah “zaman kegelapan” bagi rakyat Kekaisaran Roma, terutama bagi umat Kristen dan penganut agama lain yang tidak mau menyembahnya sebagai dewa.
“Zaman Kegelapan” dimulai di masa Kaisar Nero berkuasa, 54 – 68. Nero dikenal sebagai penguasa yang kejam. Nero juga dikenal sebagai kaisar yang membakar kota Roma.
Sepeninggal Nero, yang mati bunuh diri, Roma memasuki periode “Year of Four Emperors” (World History Encyclopedia; Oxford Reference) yang diwarnai perebutan kekuasaan, perang saudara.
Galba menjadi kaisar pertama setelah Nero. Tapi, ia hanya tujuh bulan berkuasa (Ia 8 Juni 68 – 15 Januari 69)
Penggantinya adalah Otho. Lagi-lagi, masa kekuasaannya singkat, malah sangat singat: Tiga bulan (Januari – April 69). Otho mati bunuh diri, 16 April 69.
Tiga hari kemudian, Aulus Vittelius memaklumkan dirinya sebagai kaisar baru.
Tapi naiknya Vittelius mengobarkan perang saudara. Akhirnya, Vespasianus yang komandan militer atas dukungan militer dari berbagai wilayah Kekaisaran Romawi, memenangi perebutan kekuasaan. Ia mulai berkuasa tahun 69 (sampai 79).
***
Kata Suetonius, penulis biografi Vespasianus, selama memerintah, kebijakan tegasnya adalah pertama-tama memulihkan stabilitas negara yang sedang goyah, dan kemudian menghiasinya.
“Dia memerintah dengan penuh keadilan dan kehormatan yang tinggi…”
Penulis kondang lainnya di zaman Romawi, Gaius Plinius Secundus, yang juga seorang filsuf, pengacara, dan dikenal sebagai “Pliny the Elder”, menulis Vespasianus bekerja keras untuk memulihkan hukum, ketertiban, dan harga diri Roma setelah perang saudara di zaman “Year of Four Emperors”.
Barangkali, Vespasianus menyadari bahwa ketika hukum didasarkan pada nilai-nilai universal, seperti penghormatan terhadap pribadi manusia dan perlindungan kebaikan bersama, supremasi hukum menjadi kuat, masyarakat memiliki akses terhadap keadilan, dan masyarakat menjadi lebih stabil dan sejahtera.
Tetapi, bila tanpa keadilan dan perdamaian, maka stabilitas, kebebasan, martabat manusia dan bumi berada dalam ancaman.
Hal lain yang dilakukan Vespasianus begitu berkuasa adalah mereorganisasi tentara, menjadikannya lebih setia dan profesional.
Para perwira yang setia pada penguasa sebelumnya, Vittelius, disingkirkan. Karena, Vespasianus hanya menginginkan kesetiaan tunggal: pada dirinya.
Yang masih menoleh ke masa lalu, penguasa sebelumnya, disingkirkan. Sebab, pasti akan menjadi duri dalam daging pemerintahannya; akan merusak dari dalam.
Vespasianus juga menambah keanggotaan Senatnya, dengan memasukkan para administrator yang memiliki rasa pengabdian; membenahi sistem perpajakan.
Salah satu alasannya adalah ia perlu meningkatkan pajak untuk memulihkan keuangan publik dan mengisi kembali kas negara.
Tapi, dalam catatan The Metropolitan Museum of Art (2000), Vespasianus juga dikenal karena keserakahannya. Vespasianus juga mengumpulkan kekayaan pribadi. Dengan menggerahkan para panglima daerah jajahan, Vespasianus mengumpulkan kekayaan.
Sebagai kaisar, Vespasianus dicatat bersikap moderat dan menggunakan akal sehat. Berorientasi pada rakyatnya.
Tapi, pada saat yang bersamaan, ia mempersiapkan jalan bagi kedua anaknya untuk meneruskan kekuasaannya.
Maka, ia berusaha keras membangun stabilitas politik dan keamanan demi lancarnya suksesi kekuasaan bagi kedua anaknya, Titus dan Domitianus.
Titus adalah panglima militer yang memimpin penumpasan pemberontakan Yahudi. Salah satu catatan yang mencolok adalah perintahnya untuk menghancurkan Kenizah Allah di Jerusalem dan menyisakan bagian tembok tempat ibadah orang-orang Yahudi itu.
Tembok itulah yang kini disebut Tembok Ratapan atau Tembok Barat. Peristiwa itu terjadi pada tahun 70; berbarengan dengan dimulainya pembangunan Colosseum yang menggunakan orang-orang Yahudi yang ditawan perang, sebagai tenaga kerjanya.
Dengan cara itu–menyiapkan dua anaknya–Vespasianus ingin membangun dinasti agar kekuasaan tetap di tangan keluarganya. Maka mulailah Dinasti Flavian menggantikan Dinasti Julio-Claudian (terakhir Nero).
Dinasti Flavian memerintah Kekaisaran Roma dari tahun 69 hingga 96. Jadi dimulai Vespasian (69-79 CE), dilanjutkan kedua anaknya Titus (79-81) dan Domitian (81-96).
Dinasti Flavian hanya mendudukkan tiga kaisar. Setelah muncul zaman yang disebut “Five Good Emperors”: Marcus Cocceius Nerva (96 – 98), Trajan (98 – 117), Hadrian (117 – 138), Antonius Pius (138 – 161), dan Marcus Aurelius (138 – 180).
Kata Suetonius, kisah pemerintahan Vespasianus–yang awalnya diwarnai perang dan intrik, kehancuran dan restorasi, drama dan komedi–adalah tentang upaya memulihkan ketertiban di dunia Romawi.
Upaya pemulihan ketertiban negeri oleh seorang pria yang hidupnya dibentuk oleh arus kekerasan, sebagai komandan militer.
Walau kekerasan membentuk hidupnya, tapi di ujung akhir hayatnya, dalam kondisi sekarat, kata Suetonius (The Twelve Caesars), Vespasianus masih memiliki selera humor, “Vae, puto deus fio” (“Oh dear, I think I’m becoming a god”).
Dengan mengatakan itu, Vespasianus ingin mengejek para pendahulunya, yang setelah mati ingin jadi dewa; masih ingin dihormati bagaikan dewa, ingin berpengaruh, masih ingin dipuja-puji.
Namun di saat ajal menjelang, ia menyatakan, “Putra-putraku akan menggantikanku, atau tak seorang pun akan menggantikanku”.
Dengan mengatakan itu, Vespasianus telah mengabaikan sejarah dan pengalamannya sendiri. Seperti para pendahulunya, ia bersikeras untuk menyerahkan Roma ke tangan pemerintahan dinasti.
Apa pun, Vespasianus telah membawa Roma melewati perang saudara yang sengit dan menjadikan kekaisarannya lebih kuat dari sebelumnya.
***