TRIBUN-BALI.COM – Bali sebagai destinasi wisata global, mengalami perubahan dalam pola
perjalanan wisatawan seiring dengan berkembangnya era digital.
Perubahan ini mencakup tujuan wisatawan yang semakin beragam, mencakup eksplorasi budaya, wisata alam, hingga menikmati hiburan malam.
Dengan semakin bergantungnya wisatawan, pada teknologi dalam merencanakan perjalanan, sistem transportasi di Bali dituntut untuk beradaptasi, tidak hanya dalam menyediakan aksesibilitas,
tetapi juga menciptakan ekosistem transportasi yang terintegrasi dan saling melengkapi.
Oleh karena itu, kolaborasi antara moda transportasi online, transportasi lokal, dan transportasi publik menjadi solusi strategis dalam merespons transformasi yang sedang berlangsung.
Godevi yang dikenal sebagai konsultan pariwisata di Bali, mengundang para ahli dari berbagai institusi
dan pemangku kepentingan membahas bagaimana preferensi wisatawan di Bali dalam acara Public
Lecture “Transformasi Wisatawan Muda: Masa Depan Pariwisata Bali”.
Baca juga: REKONSTRUKSI Kasus Pembunuhan Made Agus di Halaman Polres Gianyar, Pelaku Minta Maaf & Menyesal
Baca juga: BUNTUT Perkelahian dengan WNA, 8 Security Finns Beach Club Ditetapkan Tersanga oleh Polres Badung
Mewakili Godevi, I Putu Gatot Adiprana, S.Par.,M.Par menilai penting untuk melaksanakan kegiatan diskusi seperti ini melihat bahwa generasi milenial dan generasi Z telah mengalami pergeseran signifikan.
Tren ini tidak hanya mempengaruhi pola perjalanan wisatawan, tetapi juga menciptakan tantangan dan peluang baru dalam sistem transportasi di kawasan wisata seperti Bali.
Transformasi Preferensi Wisatawan Muda Saat Berkunjung ke Bali
Sejalan dengan perkembangan era digital, wisatawan muda kini semakin mengandalkan teknologi dalam
menentukan pilihan perjalanan mereka.
Dari pemesanan transportasi, eksplorasi destinasi, hingga preferensi akomodasi, hampir semua aspek perjalanan dilakukan secara digital.
“Wisatawan milenial atau gen Z memiliki karakter yang unik akibat kedekatan mereka dengan platform digital. Mereka berjiwa petualang dan cenderung mencari hal yang baru dalam berwisata. Karena itu, pihak penyedia jasa layanan akomodasi, restoran, maupun pemesanan transportasi harus mampu beradaptasi dengan gaya khas gen Z tersebut,” kata Dr. I Nyoman Sukma Arida, S.Si., M.Si – Wakil Dekan Akademik dan Perencanaan Fakultas Pariwisata, Universitas Udayana.
Tren ini juga berimplikasi pada ekosistem transportasi di Bali, terutama bagi para wisatawan yang ingin
mobilitas cepat dan praktis selama di Bali.
Pentingnya Kolaborasi Moda Transportasi dalam Ekosistem Pariwisata
Dalam konteks ini, transportasi online dan transportasi lokal bukanlah entitas yang saling bersaing, melainkan bagian dari ekosistem yang lebih besar yang saling melengkapi.
“Transportasi online dan lokal bukanlah pesaing, melainkan pelengkap yang memperluas pilihan wisatawan dalam mobilitas mereka. Wisatawan memiliki kebutuhan yang berbeda, dan setiap moda transportasi memiliki perannya masing-masing.
Artinya kedua jenis moda transportasi ini memiliki segmentasi pengguna yang berbeda, di mana umumnya
wisatawan yang mengutamakan kenyamanan dan efisiensi waktu lebih memilih transportasi online.
Sedangkan wisatawan yang mencari pengalaman lebih autentik atau ke area yang lebih spesifik cenderung menggunakan transportasi lokal. Integrasi antara kedua jenis transportasi ini dapat meningkatkan aksesibilitas dan kenyamanan bagi seluruh segmen wisatawan,” jelas Dr. Putu Diah Sastri Pitanatri, S.ST.Par., M.Par., CHE – Head of Research and Community Service Centre of Bali Tourism Polytechnic.
Hal ini semakin diperjelas dengan preferensi wisatawan muda dari Generasi Milenial dan Generasi Z yang lebih mengutamakan kemudahan serta efisiensi waktu dalam memilih moda transportasi mereka.
“Hubungan antara digital nomad dan transportasi sangat erat karena mobilitas adalah bagian utama dari lifestyle mereka. Mengingat mobilitas digital nomad yang tergolong tinggi mengharuskan mereka mencari opsi moda transportasi yang tidak hanya user friendly tetapi juga cepat dan nyaman dengan berbagai macam pilihan.
Secara keseluruhan, kolaborasi antar moda transportasi adalah faktor penting bagi digital nomad dalam
menentukan destinasi, produktivitas, dan kenyamanan hidup mereka,” kata Retno Juwita Sari, S.S., M.Par. Kaprodi S1 Pariwisata IPB Internasional.
Keselarasan antara berbagai jenis transportasi, memungkinkan wisatawan menyesuaikan pilihan mereka
sesuai kebutuhan perjalanan, baik untuk jarak pendek dalam kota, perjalanan ke destinasi wisata
terpencil, maupun pengalaman transportasi yang lebih otentik.
Dengan memahami segmentasi dan kebutuhan wisatawan yang beragam, diperlukan pendekatan yang lebih terintegrasi untuk meningkatkan aksesibilitas perjalanan wisatawan di Bali.
Kolaborasi Moda Transportasi untuk Meningkatkan Fleksibilitas dan Aksesibilitas Wisatawan
Untuk memastikan pengalaman perjalanan yang lebih lancar bagi wisatawan, kolaborasi antara berbagai moda transportasi menjadi aspek kunci dalam pengembangan mobilitas di Bali.
“Kolaborasi moda transportasi adalah kunci menciptakan pengalaman perjalanan yang memorable bagi wisatawan. Sinergi antara transportasi berbasis aplikasi seperti Gojek yang menyediakan fleksibilitas tinggi, serta moda transportasi lokal memungkinkan wisatawan memilih solusi yang paling sesuai dengan kebutuhan mereka, baik dari segi kenyamanan, harga, maupun ketersediaan. Dengan adanya integrasi ini, wisatawan dapat lebih fleksibel dalam menjelajahi berbagai destinasi di Bali dengan efisien serta membantu memastikan
bahwa seluruh elemen ekosistem transportasi di Bali dapat berkembang bersama,” ucap Wisnu Dharma Narandika, Area Operations Manager Gojek Bali.
Sejalan dengan upaya menciptakan pola mobilitas wisatawan yang lebih berkelanjutan, pemerintah daerah juga menekankan pentingnya kolaborasi untuk mewujudkan sistem transportasi yang lebih terintegrasi guna mendukung industri pariwisata Bali.
Sinergi Transportasi: Mewujudkan Mobilitas Wisatawan yang Lebih Inklusif di Bali
Dalam mendukung aksesibilitas wisatawan yang lebih luas, peran berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah daerah, sangat krusial dalam menciptakan sistem transportasi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Fleksibilitas dan kenyamanan layanan transportasi menjadi salah satu pertimbangan untuk wisatawan berkunjung ke Bali. Untuk itu diperlukan para pekerja transportasi memiliki pengetahuan dan mampu memberikan informasi tentang kepariwisataan sperti potensi dan lokasi daya tarik, tempat UMKM ekraf lokal, seperti kuliner,” jelas Ni Wayan Esti Ekarini Rahayu, SS. M. Hum, Ketua Tim Kerja Pengembangan Destinasi
Pariwisata Provinsi Pada Dinas Pariwisata Provinsi Bali.
Di tengah pertumbuhan industri pariwisata, adaptasi terhadap perubahan preferensi wisatawan akan terus menjadi faktor kunci dalam membangun mobilitas yang lebih inklusif, efisien, dan selaras dengan perkembangan zaman. (*)