Pada hari Rabu, 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, secara resmi mengumumkan rencana penerapan tarif baru yang signifikan terhadap mitra dagang di seluruh dunia. Skala tarif yang diusulkan cukup luas, dimulai dari 10 persen hingga mencapai 50 persen pada beberapa komoditas. Implementasi penuh dari tarif ini dijadwalkan akan dimulai pada tanggal 9 April 2025. Para ahli ekonomi memperingatkan bahwa kebijakan tarif ini berpotensi mendorong perekonomian global menuju resesi, yang dapat berdampak negatif pada pasar tenaga kerja.
Menanggapi potensi dampak ekonomi, Federal Reserve atau The Fed diperkirakan akan mengambil langkah-langkah untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi dengan menurunkan suku bunga dana federal yang berpengaruh. Penurunan biaya pinjaman diharapkan dapat mendorong peningkatan pengeluaran, yang pada gilirannya akan mendorong bisnis untuk merekrut lebih banyak pekerja. Ryan Sweet dari Oxford Economics menyatakan, seperti dikutip dari Investopedia, “Tarif ini menempatkan Federal Reserve dalam posisi yang semakin sulit.”
Mengenal Lebih Dekat The Fed
Menurut informasi dari situs web Council on Foreign Relations, The Fed adalah bank sentral Amerika Serikat yang memegang peranan krusial dalam perekonomian negara. Tugas utamanya meliputi penetapan suku bunga, pengelolaan jumlah uang yang beredar, dan pengawasan ketat terhadap pasar keuangan. Dalam situasi krisis ekonomi, The Fed bertindak sebagai pemberi pinjaman terakhir, seperti yang terjadi selama krisis keuangan 2008 dan pandemi Covid-19. Sejak tahun 2020, bank sentral ini terus berupaya mengendalikan laju inflasi yang tinggi tanpa menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Lembaga ini didirikan pada tahun 1913 melalui pengesahan Undang-Undang Federal Reserve, sebagai respons langsung terhadap krisis keuangan yang melanda pada tahun 1907. Seiring berjalannya waktu, peran dan fungsi Sistem Federal Reserve terus berkembang, sejalan dengan evolusi struktur organisasinya.
Beberapa ekonom berpendapat bahwa kebijakan agresif yang diterapkan oleh The Fed berpotensi memicu inflasi dan menciptakan gelembung aset. Sementara itu, pandangan lain mengkritik intervensi yang dilakukan oleh The Fed, dengan menyatakan bahwa kebijakan tersebut cenderung lebih menguntungkan korporasi besar daripada pekerja.
Informasi dari situs web Federal Reserve menjelaskan bahwa, selama sebagian besar abad ke-19, Amerika Serikat tidak memiliki bank sentral yang berfungsi sebagai pemberi pinjaman terakhir, sehingga negara ini rentan terhadap krisis keuangan dan gelombang penarikan dana besar-besaran dari bank. Kongres mengesahkan Undang-Undang Federal Reserve pada tahun 1913, yang kemudian ditandatangani oleh Presiden Woodrow Wilson menjadi Undang-Undang. Undang-Undang ini membentuk Sistem Federal Reserve, yang terdiri dari 12 bank regional dengan struktur publik-swasta.
The New York Fed memiliki pengaruh yang signifikan karena mengelola pusat keuangan negara dan mengawasi aset Bank. Lembaga ini memegang peran utama dalam mengatur Wall Street dan mengoperasikan meja perdagangan The Fed.
Saat ini, The Fed memegang tanggung jawab atas kebijakan moneter dan bertindak sebagai pengawas perusahaan induk bank anggota lainnya. Selain itu, The Fed memantau risiko sistemik yang mungkin terjadi dalam sistem keuangan. Pusat kekuasaan dalam sistem ini adalah Dewan Gubernur, yang beranggotakan tujuh orang dan berkedudukan di Washington DC.
Setiap anggota Dewan Gubernur diangkat oleh presiden Amerika Serikat. Dewan ini juga merupakan bagian dari Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC), yang melibatkan lima dari 12 presiden bank regional secara bergantian.
Pilihan Editor: 5 Pihak yang Pernah Perang Dagang dengan Amerika