Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Gelombang kekhawatiran melanda pasar saham setelah pengumuman tarif baru oleh Presiden Donald Trump. Saham raksasa teknologi, Apple (AAPL), mengalami penurunan tajam, lebih dari 9 persen, pada Kamis (3/4/2025). Kebijakan ini memicu spekulasi mengenai dampak signifikan terhadap rantai pasokan global Apple, yang selama ini mengandalkan basis manufaktur di berbagai negara Asia.
Penurunan dramatis ini menjadi yang terburuk bagi Apple dalam satu hari sejak Maret 2020, menghapus nilai pasar perusahaan sebesar 311 miliar dolar AS. Efek domino pun terasa, menyeret saham-saham teknologi lainnya ke dalam koreksi pasar yang substansial.
1. Ancaman Tarif Berlipat Ganda Mengintai Produksi Global Apple
Apple, dalam beberapa tahun terakhir, telah mengambil langkah-langkah untuk mendiversifikasi basis produksinya di luar China, termasuk investasi di India, Vietnam, dan Malaysia. Strategi ini awalnya dilihat sebagai upaya proaktif untuk melindungi diri dari gangguan rantai pasokan dan potensi tarif, yang menjadi perhatian utama selama masa pemerintahan Trump sebelumnya. Namun, kini, negara-negara tersebut justru termasuk di antara target tarif baru yang diumumkan pada Rabu (2/4).
“Ketika Anda melihat penerapan tarif balasan ke pasar-pasar seperti Vietnam, India, dan Thailand—negara-negara tempat Apple secara aktif mendiversifikasi rantai pasokannya—maka hampir tidak ada lagi tempat yang aman untuk berlindung,” kata Erik Woodring, seorang analis dari Morgan Stanley, seperti dikutip dari CNBC Internasional, Jumat (4/4).
Tekanan terhadap Apple semakin meningkat karena tarif kini membayangi hampir semua mitra produksi utama perusahaan. India dikenakan tarif sebesar 26 persen, Vietnam 46 persen, Malaysia dan Jepang masing-masing 24 persen, Korea Selatan 25 persen, Taiwan 32 persen, dan China melonjak ke 54 persen setelah kenaikan terbaru sebesar 34 persen.
Dalam dokumen keuangan yang dirilis November lalu, Apple mengungkapkan bahwa hampir seluruh aktivitas manufakturnya dilakukan di China, India, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, dan Vietnam. Ketergantungan ini membuat Apple sangat rentan terhadap ketidakpastian dan perubahan dalam kebijakan perdagangan global.
Pasar Saham Dunia Berguncang Akibat Kebijakan Tarif Impor Trump
Pasar Saham Dunia Berguncang Akibat Kebijakan Tarif Impor Trump
2. Aksi Jual Massal Dipicu Kekhawatiran Investor yang Mendalam
Reaksi pasar terhadap pengumuman tarif sangat cepat dan intens, ditandai dengan aksi jual agresif. Saham Apple anjlok lebih dari 9 persen, memimpin penurunan tajam di antara kelompok Magnificent 7, yang secara kolektif kehilangan lebih dari 1 triliun dolar AS. Indeks Nasdaq jatuh 6 persen, sementara Dow Jones dan S&P 500 masing-masing merosot 4 dan 5 persen.
“Tidak diragukan lagi, jika tarif ini tetap berlaku, dampak negatif akan terasa pada fundamental Apple, menekan margin keuntungan dan ekspektasi pendapatan,” tulis Angelo Zino, seorang analis di CFRA Research, dalam sebuah catatan pada hari Kamis.
Menurut Woodring, Apple mungkin terpaksa menaikkan harga produknya di Amerika Serikat sebesar 17 hingga 18 persen untuk mengkompensasi tekanan biaya. Namun, ia menekankan bahwa masih ada banyak ketidakpastian mengenai strategi yang akan diambil Apple selanjutnya.
“Dalam situasi seperti ini, kita harus mempertimbangkan skenario terburuk. Tampaknya masing-masing pihak dalam konflik geopolitik ini mulai memperkuat posisi mereka,” katanya kepada CNBC Internasional.
Dilansir dari New York Post, Jumat (4/4), dampak negatif dari tarif tidak hanya dirasakan oleh Apple. Saham Amazon merosot 9 persen, Nvidia anjlok hampir 8 persen, sementara Meta dan Alphabet masing-masing turun hampir 9 dan 4 persen. Tesla juga mengalami tekanan dan turun 5 persen.
3. Apple Memilih Bungkam, Upaya Produksi Dalam Negeri Masih Terbatas
Hingga hari Kamis, Apple belum mengeluarkan pernyataan resmi mengenai tarif baru tersebut. CEO Apple, Tim Cook, juga belum memberikan tanggapan atas permintaan komentar mengenai apakah Apple akan menaikkan harga atau melakukan penyesuaian pada rantai pasokannya.
“Kami sedang memantau situasinya dan belum ada informasi tambahan yang bisa kami bagikan,” ujarnya kepada para analis dalam panggilan pendapatan pada bulan Januari lalu.
Trump secara eksplisit menyebut Apple dalam pengumuman tarif, mendesak perusahaan teknologi tersebut untuk memindahkan produksi barang-barangnya ke dalam negeri. Meskipun Apple pernah merakit Mac Pro di Texas, sebagian besar proses perakitan tetap dilakukan di luar negeri.
Sebelumnya, Apple mengumumkan investasi sebesar 500 miliar dolar AS ke ekonomi domestik, termasuk pembelian suku cadang dan chip dari pemasok lokal, serta rencana untuk menciptakan 20 ribu lapangan kerja baru. Namun, belum ada indikasi kuat bahwa Apple akan memindahkan lini produksi utamanya ke Amerika Serikat.
Analis Wedbush, Dan Ives, menilai bahwa kemungkinan relokasi besar-besaran sangat kecil.
“Faktanya, dibutuhkan tiga tahun dan 30 miliar dolar AS untuk memindahkan bahkan hanya 10 persen dari rantai pasokan mereka dari Asia ke AS, dengan gangguan yang signifikan dalam prosesnya,” tulisnya dalam sebuah catatan pada hari Kamis.
Sementara Apple tetap diam, para analis kini berusaha memprediksi dampak finansial jangka panjang. Perusahaan yang selama ini menghindari kenaikan harga di luar peluncuran produk baru, kini menghadapi dilema besar: mengurangi margin keuntungan atau membebankan biaya tambahan kepada konsumen.
JP Morgan: Tarif Trump Berpotensi Merusak Ekonomi dan Memicu Resesi
JP Morgan: Tarif Trump Berpotensi Merusak Ekonomi dan Memicu Resesi