Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Chatib Basri, seorang anggota terkemuka dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN), memberikan proyeksi mengenai potensi menghilangnya produk-produk asal China dari pasar Amerika Serikat (AS). Proyeksi ini muncul sebagai dampak langsung dari perang dagang yang sedang berlangsung antara kedua negara adidaya tersebut, dipicu oleh kenaikan tarif impor yang diberlakukan oleh Presiden Donald Trump.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Chatib saat menghadiri Diskusi Strategis Geopolitik, Keamanan, dan Ekonomi Global yang diselenggarakan oleh The Yudhoyono Institute (TYI) di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, pada hari Minggu, 13 April 2025.
“Coba Bapak dan Ibu bayangkan, semoga skenario ini tidak terjadi. Jika Amerika Serikat benar-benar menerapkan tarif sebesar 104 persen terhadap produk-produk China, maka dalam kurun waktu tiga bulan, hampir tidak mungkin kita akan menemukan produk China lagi di pasar Amerika. Alasannya sederhana, biaya transportasi akan jauh lebih mahal daripada margin keuntungan yang bisa mereka dapatkan,” jelas Chatib.
Soal Tarif Trump, Mari Elka: Don’t Panic, Be Calm
Soal Tarif Trump, Mari Elka: Don’t Panic, Be Calm
1. Potensi Terulangnya Kejadian Pandemik COVID-19
Lebih lanjut, Chatib menguraikan bahwa kenaikan tarif yang diumumkan oleh Trump pada tanggal 2 April 2025, berpotensi besar memicu lonjakan harga-harga di Amerika Serikat. Dalam konteks ini, seorang anggota dari Bank Sentral AS atau Federal Reserves (The Fed) di New York memperkirakan bahwa inflasi di Negeri Paman Sam bisa melonjak hingga mencapai angka 4 persen.
Mantan Menteri Keuangan di era Presiden SBY itu juga mengungkapkan kekhawatiran mendalamnya bahwa kombinasi antara kenaikan harga dan menipisnya stok produk atau barang dalam tiga bulan ke depan, dapat mengulang situasi yang terjadi pada saat puncak pandemik COVID-19.
“Oleh karena itu, saya merasa khawatir, meskipun saya berharap prediksi saya ini salah. Dalam tiga bulan, stok barang bisa habis dan kita bisa menyaksikan situasi yang mirip dengan saat COVID-19 di Amerika. Jika stok barang mereka tidak mencukupi, maka resistensi dari masyarakat akan muncul,” ungkap Chatib.
2. Penguatan Nilai Tukar Dolar AS
Menurut pandangan Chatib, jika skenario-skenario tersebut benar-benar terjadi, maka pertanyaan krusial yang perlu diajukan adalah apakah The Fed akan mengambil langkah untuk menurunkan suku bunga. Namun, Chatib sendiri menyatakan keraguannya bahwa The Fed akan mengeluarkan kebijakan tersebut.
Jika suku bunga tidak mengalami penurunan, maka posisi Amerika Serikat akan semakin menguat, terutama karena nilai tukar dolar AS terhadap mayoritas mata uang negara-negara lain juga mengalami penguatan.
“Kondisi ini tentu akan berdampak signifikan pada berbagai negara. Jadi, jika kita melihat respons dari sana, ini adalah kebijakan yang tampaknya tidak akan menyelesaikan masalah ketidakseimbangan perdagangan itu sendiri,” tegas Chatib.
3. Penundaan Kenaikan Tarif Resiprokal oleh Trump
Sebelumnya telah diberitakan bahwa Trump telah mengumumkan penundaan penerapan tarif resiprokal selama 90 hari untuk sebagian besar negara, dengan penurunan tarif menjadi 10 persen selama periode penundaan tersebut.
Namun, China menjadi pengecualian dalam kebijakan ini, dengan tarif impornya justru dinaikkan hingga mencapai 125 persen. Keputusan ini diambil setelah lebih dari 75 negara menghubungi perwakilan Amerika Serikat untuk merundingkan solusi terkait masalah perdagangan dan tarif.
Trump menyatakan bahwa langkah ini diharapkan dapat mendorong China untuk menyadari bahwa praktik perdagangan yang dianggap merugikan Amerika Serikat dan negara-negara lain tidak lagi dapat diterima.