BERAU, KOMPAS.com – Warga Pulau Maratua, Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, kini menghadapi krisis layanan kesehatan setelah tidak adanya dokter di Puskesmas setempat sejak pertengahan Januari 2025.
Ketiadaan tenaga medis ini membuat masyarakat harus menempuh perjalanan laut selama tiga jam ke Tanjung Redeb untuk mendapatkan perawatan medis yang lebih lanjut.
Warga Kecewa, Tak Ada Dokter di Pulau Berpenduduk 3.500 Jiwa
Salah satu warga Maratua, Eeng, mengungkapkan kekecewaannya atas situasi ini.
“Itu ya sangat miris sekali. Dengan jumlah penduduk sebanyak ini, tidak ada dokter. Coba bayangkan, kalau sakit, kita harus dirujuk ke Tanjung Redeb, naik speed boat melewati gelombang selama tiga jam. Belum lagi kalau kondisi laut tidak mendukung,” ujarnya, Sabtu (1/2/2025).
Eeng juga menceritakan pengalaman pribadinya saat harus membawa pasien ke rumah sakit.
“Kemarin saya telpon ke rumah sakit umum, alhamdulillah masih bisa dibantu dengan ambulans setelah kami sampai di Tanjung Redeb. Tapi tetap saja, bayangkan kalau ada kondisi darurat yang butuh penanganan cepat,” katanya.
Baca juga: Krisis Kesehatan di Maratua: Warga Bertaruh Nyawa demi Perawatan Medis akibat Ketiadaan Dokter
Menurutnya, sejak 15 Januari 2025, tidak ada lagi dokter yang bertugas di Puskesmas Maratua.
“Dulu ada dokter umum dan dokter gizi, sekarang tidak ada sama sekali. Puskesmas tidak berani mengeluarkan obat karena tidak ada dokter,” ungkapnya.
Eeng mempertanyakan mengapa pemerintah tidak menempatkan dokter PNS di Maratua, mengingat wilayah ini merupakan destinasi wisata unggulan yang banyak dikunjungi wisatawan.
“Kalau wisatawan sakit, mereka mau lari ke mana? Kami akhirnya menyarankan wisatawan untuk membawa obat sendiri kalau berkunjung ke Maratua,” tambahnya.
Pihak Puskesmas: Regulasi Baru Jadi Kendala
Kepala Puskesmas Maratua, Surian, mengakui bahwa pihaknya menghadapi kendala besar dalam penyediaan tenaga medis.
“Kontrak tenaga dokter kami berakhir pada 31 Desember 2024, dan untuk melanjutkannya, kami membutuhkan Surat Keputusan (SK) baru dari Pemerintah Kabupaten Berau. Namun, ada regulasi terbaru yang melarang pengangkatan dokter non-ASN di Pulau Maratua,” jelas Surian, Sabtu (1/2/2025).
Saat ini, Puskesmas Maratua memiliki satu puskesmas induk dan tiga puskesmas pembantu yang tersebar di empat kampung. Namun, tanpa dokter, tenaga medis yang tersedia sangat terbatas.
“Di setiap puskesmas pembantu, hanya ada satu perawat dan satu bidan. Kami memang memiliki UGD 24 jam dan layanan rawat inap, tapi dengan ketiadaan dokter, kami mengalami keterbatasan dalam menangani pasien,” ungkapnya.
Baca juga: Prabowo ke Menkes: Teruskan Reformasi Kesehatan, Atasi Kekurangan Dokter
Akses Transportasi yang Terbatas
Surian menjelaskan bahwa rujukan pasien ke RSUD Abdul Rivai di Tanjung Redeb terkendala akses transportasi yang sulit.
“Satu-satunya akses utama kami adalah jalur laut, yang memakan waktu sekitar tiga jam. Jalur udara memang ada, tetapi hanya tersedia seminggu sekali dengan kapasitas 12 kursi. Itu pun tidak selalu bisa dimanfaatkan untuk rujukan pasien,” terangnya.
Pihak Puskesmas Maratua telah berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan Kabupaten dan DPRD Berau untuk mencari solusi.
“Kami ini wilayah terpencil, berbatasan langsung dengan negara lain. Kami berharap pemerintah bisa segera mencari solusi agar tenaga medis bisa tersedia di Maratua,” tutup Surian.
Harapan Warga: Jangan Tunggu Ada Korban
Eeng berharap pemerintah segera bertindak sebelum ada korban jiwa akibat keterbatasan layanan medis ini.
“Jangan sampai ada korban dulu baru pemerintah bergerak. Jangan sampai ada ‘pahlawan kesiangan’ yang baru ribut setelah ada kejadian,” tegasnya.
Warga dan tenaga kesehatan di Maratua kini hanya bisa berharap agar dokter segera dikirim ke daerah mereka, sebelum situasi semakin memburuk.