Ragamutama.com, Jakarta – Pemerintah Republik Indonesia mengambil langkah antisipatif terhadap kenaikan tarif impor yang diterapkan oleh Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Strategi ini telah dirancang jauh sebelum pengumuman resmi kebijakan tersebut.
Menurut Deputi Bidang Diseminasi dan Media Informasi Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Noudhy Valdryno, Presiden Prabowo Subianto telah menyiapkan tiga inisiatif utama untuk merespons tantangan global, termasuk perubahan kebijakan tarif dari Amerika Serikat.
“Dalam menghadapi dinamika global, termasuk kebijakan tarif baru yang dikeluarkan oleh Amerika Serikat, Presiden Prabowo menunjukkan visi yang tajam dalam menganalisis geopolitik. Pemahaman yang mendalam mengenai hubungan internasional dan dinamika perdagangan global menjadi fondasi penting dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia,” ujar Noudhy dalam keterangan resmi yang dikutip dari Antara, Kamis, 3 April 2025.
Kebijakan tarif yang dikenal sebagai Reciprocal Tariffs, atau sering disebut “tarif Trump,” diumumkan secara resmi oleh Presiden Donald Trump pada 2 April 2025 di Rose Garden, Gedung Putih. Kebijakan ini menetapkan tarif minimum sebesar 10 persen untuk semua produk impor, dengan penambahan tarif khusus yang lebih tinggi untuk negara-negara tertentu. Indonesia, bersama dengan Taiwan, termasuk dalam daftar negara yang dikenakan tarif sebesar 32 persen, yang merupakan tarif tertinggi kedua setelah Kamboja.
Menanggapi situasi ini, pemerintah Indonesia menegaskan bahwa Presiden Prabowo telah merancang tiga langkah strategis: diversifikasi mitra dagang, akselerasi hilirisasi sumber daya alam, dan penguatan daya beli domestik.
Ekspansi Jaringan Mitra Dagang Global
Langkah pertama, sebagaimana dijelaskan oleh Noudhy, adalah memperluas jaringan perdagangan Indonesia dengan berbagai negara di seluruh dunia. Salah satu upaya konkretnya adalah melalui pengajuan keanggotaan Indonesia dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan), sebuah blok ekonomi yang mencakup sekitar 40 persen dari total perdagangan global.
Selain itu, Indonesia juga aktif berpartisipasi dalam berbagai perjanjian perdagangan multilateral, seperti RCEP yang melibatkan negara-negara ASEAN, serta Australia, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. RCEP sendiri mencakup 27 persen dari perdagangan dunia. Indonesia juga memiliki akses ke organisasi seperti OECD (64 persen perdagangan global) dan perjanjian lainnya seperti CP-TPP, IEU-CEPA, dan I-EAEU CEPA.
Dalam skala bilateral, Indonesia telah membangun kemitraan dagang yang erat dengan berbagai negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, Australia, Pakistan, Uni Emirat Arab, hingga Iran dan Chile.
Akselerasi Program Hilirisasi SDA
Inisiatif kedua adalah mempercepat program hilirisasi sumber daya alam guna meningkatkan nilai tambah produk ekspor Indonesia. Sebagai ilustrasi, Noudhy menyoroti lonjakan signifikan dalam nilai ekspor nikel dan produk turunannya, dari US$ 3,7 miliar pada tahun 2014 menjadi US$ 34,3 miliar pada tahun 2022.
Presiden Prabowo juga meresmikan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara pada 24 Februari 2025, sebuah lembaga yang dirancang untuk membiayai dan mengelola proyek-proyek hilirisasi di sektor-sektor strategis seperti mineral, batu bara, migas, perkebunan, perikanan, hingga kehutanan.
“Dengan langkah strategis ini, Indonesia tidak hanya meningkatkan daya saing ekspornya, tetapi juga mengurangi ketergantungan pada investasi asing dan menciptakan peluang kerja baru yang signifikan,” kata Noudhy.
Memperkuat Daya Beli Domestik
Inisiatif ketiga adalah memperkuat fondasi konsumsi domestik. Pemerintah menargetkan peningkatan daya beli masyarakat melalui berbagai program, termasuk program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang diperkirakan akan menjangkau 82 juta penerima manfaat pada akhir tahun 2025.
Selain itu, Presiden Prabowo juga menggagas pembentukan 80.000 Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dengan tujuan memperkuat ekonomi di tingkat desa, menciptakan jutaan lapangan kerja baru, dan mempercepat perputaran ekonomi di daerah pedesaan.
Menurut Noudhy, penguatan konsumsi rumah tangga, yang memberikan kontribusi sekitar 54 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, akan menjadi pilar utama dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional.
“Dengan mempererat hubungan perdagangan internasional, mengoptimalkan potensi sumber daya alam, dan meningkatkan konsumsi dalam negeri, Presiden Prabowo menunjukkan komitmennya untuk memastikan bahwa Indonesia dapat terus berkembang, bahkan di tengah ketidakpastian ekonomi global,” tegas Noudhy.
Sementara itu, pemerintah AS menyatakan bahwa kebijakan tarif baru ini bertujuan untuk memperkokoh posisi ekonomi Amerika Serikat di kancah global dan melindungi industri dalam negeri dari praktik perdagangan yang dianggap tidak adil.
Pilihan Editor: 5 Negara yang Pernah Terlibat Perang Dagang dengan AS