KOMPAS.com – Raut wajah semringah terpancar dari wajah Rozi (bukan nama asli), seorang dosen berusia 30 tahun di salah satu kampus negeri di Jember, ketika pulang menyambangi anak dan istrinya di Perumahan Insani Regency Lamongan, Jawa Timur.
Diantar oleh ojek online dari stasiun, Rozi tampak menenteng sebuah tas berisi oleh-oleh untuk keluarganya.
Anaknya yang baru berusia 3,5 tahun pun berteriak gembira sambil berlari menghampiri sang ayah.
Di rumah tipe 30/60 itu, dia tinggal bersama istri dan seorang anak laki-lakinya. Biasanya, ia pulang ke Lamongan dua minggu sekali. Tak jarang pula, anak dan istrinya ikut ke Jember.
“Jadi rumah ini terkadang kosong,” kata Rozi sambil menggendong buah hatinya, Kamis (13/2/2025).
Dia pun sempat menunjukkan beberapa sudut rumahnya yang terdiri dari dua kamar tidur, satu ruang tamu, kamar mandi, dan dapur.
Beberapa pigura tampak menghiasi dinding ruang tamu, termasuk foto anak dan istrinya yang berada di samping foto pernikahan mereka.
Baca juga: Nestapa Warga di Perumahan Tambun, Rumah Sudah Rata dengan Tanah, Ternyata di Luar Sengketa
Ajukan KPR di BTN Syariah tanpa was-was
Rozi menceritakan telah mengajukan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) pada 2021, tak lama setelah menikah. Pemilihan rumah ini bukan tanpa alasan.
Dia mengaku lebih merasa aman mengajukan Kredit Perumahan Rakyat (KPR) di BTN Syariah daripada swasta. Proses pengajuannya pun mudah dan tidak memakan waktu lama.
“Utamanya menghindari riba saja. Lalu transparan terkait perusahaan ambil untung berapa dari total cicilan 10 tahun tersebut, kurang lebih untungnya 2 persen jika dibuat per tahun dari cicilan yang dibayar,” ujarnya.
Dengan cicilan Rp 1,49 juta per bulan, Rozi tak berpikir dua kali untuk mengambil KPR di wilayah Desa Sumberejo, Kecamatan Lamongan, Kabupaten Lamongan ini.
Baginya, jumlah cicilan itu masih tergolong ringan, karena dia juga bisa memutar penghasilannya untuk investasi.
“Karena keuangan bisa diputar di instrumen investasi lain, emas, reksadana, saham dan lain-lain. Di mana keuntungan bisa lebih besar daripada potongan KPR BTN Syariah yang hanya sekitar 2 persen per tahun,” jelas dia.
Baca juga: Jadi Menteri Perumahan Inggris, Angela Rayner Pernah Tinggal di Hunian untuk Orang Miskin
Kinerja apik jelang spin off BTN Syariah
Rozi adalah satu dari sekian banyak anak muda yang mengambil KPR bersubsidi skema FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) dari BTN Syariah, karena alasan keamanan.
Corporate Secretary BTN Ramon Armando mengatakan, BTN Syariah saat ini menguasai 90 persen pangsa pasar pembiayaan perumahan subsidi syariah nasional.
Menurutnya, produk pembiayaan syariah untuk kepemilikan rumah yang ditawarkan BTN Syariah menggunakan akad Musyarakah, Murabahah, dan Istishna.
“Dengan akad-akad tersebut, masyarakat dapat memiliki rumah impian sesuai dengan prinsip syariah dan kepastian angsuran,” kata Ramon saat dihubungi secara terpisah, Jumat (14/2/2025).
Dia menjelaskan, capaian ini menjadi kunci bagi ekspansi bisnis BTN Syariah ke depan. Terlebih, mereka saat ini sedang bersiap melakukan spin off atau pemisahan.
Langkah ini sejalan dengan regulasi yang mendorong pemisahan Unit Usaha Syariah (UUS) menjadi bank umum syariah mandiri.
Bahkan, BTN Syariah telah membukukan laba bersih sebesar Rp 872 miliar pada akhir 2024. Angka ini meningkat dibandingkan 2023 dengan laba bersih Rp 702 miliar.
Catatan apik ini ditopang oleh penyaluran pembiayaan sebesar Rp 44 triliun, meningkat 18,3 persen year-on-year (yoy) dibandingkan Rp 37 triliun pada 2023.
Tak hanya itu, pertumbuhan juga terlihat dalam perolehan dana pihak ketiga (DPK) BTN Syariah, yang mencapai 18,7 persen yoy menjadi Rp 50 triliun.
Baca juga: BTN Syariah Bersiap Jadi Bank Umum Syariah
Spin off BTN Syariah, jangkau segmen lebih luas
Dengan menjadi Bank Umum Syariah (BUS), BTN Syariah diharapkan dapat mempromosikan produk dan layanannya dengan lebih terarah melalui ekspansi ke ekosistem halal.
“Tidak hanya di sektor perumahan, namun juga melakukan ekspansi bisnis pada ekosistem halal seperti pembiayaan emas, umrah dan haji plus, pembiayaan korporasi, UMKM, dan lainnya,” jelas dia.
“Kami yakin bahwa dengan menjadi bank umum syariah, BTN Syariah dapat meningkatkan kualitas layanan jasa keuangan syariah kepada masyarakat,” sambungnya.
BTN Syariah juga akan mengimplementasikan pengajuan KPR secara online melalui aplikasi portal BTN Properti.
Fitur ini memungkinkan masyarakat untuk memilih rumah melalui database perumahan di seluruh Indonesia yang dimiliki oleh BTN Syariah dan kemudahan untuk melihat status pengajuan nasabah.
Dari sisi pendanaan, BTN Syariah akan meningkatkan engagement dengan komunitas Muslim untuk menghimpun dana pihak ketiga dan dana murah (current account saving account/CASA).
Ramon berharap, peningkatan DPK berbiaya rendah membuat BTN Syariah memiliki amunisi yang lebih besar bagi ekspansi pembiayaan dengan margin rate yang lebih murah.
Baca juga: BTN Yakin Aset Tembus Rp 500 Triliun Tahun Ini
Perketat daya saing perbankan syariah
Sementara itu, dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (SBM ITB) Oktofa Yudha Sudrajad menilai, spin off BTN Syariah akan meningkatkan daya saing perbankan syariah.
Menurutnya, pasar perbankan syariah saat ini masih didominasi oleh Bank Syariah Indonesia (BSI), dengan aset mencapai 40 persen dibandingkan Bank Umum Syariah (BUS) yang ada di Indonesia.
Karena itu, dia berharap spin off BTN Syariah akan memberikan ruang baru bagi kompetisi yang lebih baik. Sebab, mereka tak lagi bergantung pada induknya, sehingga bisa melakukan banyak inovasi.
“Maka, BTN Syariah memiliki fleksibilitas lebih besar untuk mengembangkan produk dan memberikan inovasi dalam rangka melakukan penetrasi pasar, khususnya juga segmen perumahan syariah,” kata Yudha, Sabtu (15/2/2025).
Per Juli 2024, total aset perbankan syariah di Indonesia mencapai Rp 897 triliun, dengan pertumbuhan kurang lebih 9,07 persen yoy.
Meski perbandingan antara perbankan syariah dengan konvensional masih berada pada angka 6,8 persen, Yudha menyebut pertumbuhannya cukup stabil.
Dia menilai, market perbankan syariah di Indonesia berpeluang akan terus tumbuh, karena mayoritas penduduk Tanah Air adalah Muslim.
Kendati demikian, perlu adanya edukasi melalui literasi keuangan syariah untuk mendapatkan pangsa pasar.
Baca juga: Volume Transaksi di Bale by BTN Tembus Rp 6,6 Triliun Per Bulan
Salah kaprah KPR syariah
Yudha menjelaskan, masyarakat selama ini menganggap KPR syariah memiliki harga lebih tinggi dibandingkan KPR konvensional.
Padahal, persepsi “mahal” ini karena masyarakat belum memahami konsep risiko dalam perbankan syariah.
“Perlu diingat, KPR syariah itu fixed ya untuk sekian tahun kalau menggunakan skema Murabahah. Dalam artian, kondisi apa pun, KPR-nya akan tetap,” ujarnya.
“Berbeda dengan KPR konvensional, dia akan floating menyesuaikan suku bunga. Kalau misal ekonomi lagi bagus, mungkin bunganya rendah, kalau ekonomi buruk, dia langsung jump,” lanjutnya.
Dia menuturkan, kondisi ini membuat KPR syariah seakan-akan terlihat lebih mahal. Jika dilihat dalam jangka panjang, risikonya justru lebih terjaga karena tidak akan berubah.
Karena itu, masyarakat perlu memahami bahwa risiko yang diberikan perbankan syariah dalam pembiayaan perumahan itu lebih rendah, tetapi dengan harga yang lebih tinggi.
Baca juga: BTN Apresiasi Dukungan Pemerintah untuk Penyediaan Rumah MBR
Tantangan pembiayaan perumahan setelah spin off
Yudha mengatakan, perbankan syariah saat ini menyumbang pembiayaan perumahan sekitar 49 persen dari total pembiayaan sektor lapangan non-usaha atau kurang lebih Rp 193 triliun, dengan rata-rata skema akad Murabahah, Musyarakah, dan Ijarah.
Namun, banyak tantangan yang dihadapi perbankan syariah dalam pembiayaan perumahan, salah satunya adalah meningkatkan modal.
“Karena semakin besar modalnya, cost akan semakin kecil, sehingga biaya untuk memberikan KPR syariah akan semakin kecil,” jelas dia.
“Jadi, tantangan perbankan syariah adalah memiliki modal yang kompetitif, karena sekarang masih sangat terbatas untuk mendapat pendanaan,” sambungnya.
Tak hanya itu, perbankan syariah juga perlu meningkatkan inovasi digital yang dinilai masih sangat kurang. Padahal, hal tersebut bisa menurunkan biaya operasional bisnis.
Terakhir, dia menyebutkan perlunya meningkatkan literasi keuangan syariah. Dengan begitu, seluruh elemen masyarakat tidak hanya melihat pada “mahal” atau “murah”.
Baca juga: Dukung Program 3 Juta Rumah, BTN Transformasi Sales KPR Nonsubsidi
Harapan pengembang
Sementara itu, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah menilai, spin off BTN Syariah bisa menjadi dorongan besar bagi industri properti.
“Karena mayoritas masyarakat indo beragama Islam, makanya sangat dibutuhkan bank-bank syariah yang sudah spin off,” kata Junaidi, Kamis.
Dia menjelaskan, aset properti pasti akan terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk dan keluarga baru.
Karenanya, perumahan terjangkau pasti selalu dibutuhkan dan dicari, khususnya oleh masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Junaidi berharap, spin off BTN Syariah bisa memberikan alternatif skema pembiayaan perumahan, sehingga masyarakat bisa memilih skema yang nyaman.
“Prinsipnya bagaimana kita mengakomodir rakyat Indonesia yang banyak sekali menginginkan pola-pola syariah, selain konvensional,” ujarnya.