JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah dan DPR RI telah mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) terhadap perubahan ketiga Undang-Undang nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau RUU BUMN menjadi UU pada awal Februari 2025.
Ada sejumlah klausul dalam amandemen tersebut yang disoroti publik sebab membuat BUMN nampak kebal hukum.
Seperti kerugian BUMN tidak dianggap sebagai kerugian negara, begitu pula dengan keuntungan BUMN bukanlah keuntungan negara.
Selain itu, Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara yang akan mengelola BUMN, tidak “diproses” atau “diperiksa” Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Baca juga: Benarkah Danantara Akan Berpengaruh pada Tabungan Nasabah di Bank BUMN?
Terkait hal tersebut, Wakil Menteri BUMN I Kartika Wirjoatmodjo enggan memberikan komentar. Ia hanya meminta untuk menunggu hingga UU BUMN resmi diundangkan, dan aturan turunannya pun masih dalam tahap penyusunan.
“Nanti, tunggu diundangkan dulu ya. (Soal aturan turunan) lagi disusun aturannya,” kata pria yang akrab disapa Tiko itu ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Rabu (19/2/2025) malam.
Menyoal kebal hukum, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Sagara Institute, Piter Abdullah Redjalam, menuturkan Danantara memang akan mengacu pada aturan baru yang tertuang dalam UU BUMN. Meski begitu, dia menilai tidak sepenuhnya Danantara menjadi kebal hukum.
“Danantara sudah mengadopsi ketentuan di dalam Undang-Undang BUMN yang baru itu, sehingga dia tidak ‘diproses’ atau ‘diperiksa’ oleh BPK, oleh KPK, tetapi kalau seandainya terjadi tindak pidana di dalamnya, ya tetap diproses hukum,” ujarnya ditemui usai acara The Economic Insights 2025 di Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Baca juga: Danantara Tak Bisa Diperiksa BPK dan KPK, Apakah Kebal Hukum?
Ia menjelaskan, Danantara akan disupervisi oleh Dewan Pengawas Danantara. Selain itu, DPR juga masih akan berperan untuk mengawasi Danantara.
“Hukum masih berperan di Danantara, bukan berarti Danantara itu kebal hukum dan tidak bisa disentuh oleh hukum,” kata dia.
Piter menjelaskan, pembentukan Danantara dimaksudkan untuk pengelolaan BUMN yang lebih profesional.
Pasalnya, selama ini, BUMN menghadapi hambatan, yaitu ketika BUMN mengalami kerugian, selalu ada pihak yang disalahkan. Dengan kondisi itu, banyak pihak lantas menuduh hal tersebut menjadi “kriminalisasi”.
Padahal, kerugian BUMN tersebut bisa jadi adalah kebijakan bisnis yang memang berpotensi untuk salah dan rugi. Menurut Piter, hal itu juga tidak selalu berarti seorang pejabat atau pemangku kepentingan tersebut melakukan korupsi atau kecurangan (fraud).
Baca juga: Bank BUMN Dikelola Danantara?
Maka hal itulah yang kemudian dicoba diubah melalui UU BUMN yang baru dengan penerapan prinsip Business Judgement Rule (BJR).
Apabila BUMN mengalami kerugian dan kebijakan diambil secara benar melalui tata kelola yang baik dan tidak terjadi conflict of interest, maka pengambil kebijakan atau direksi BUMN itu tidak dipersalahkan.
Namun demikian, pengambil kebijakan atau direksi BUMN tetap dapat diproses secara hukum ketika dalam pengambilan keputusan terjadi conflict of interest dan tidak melakukan tata kelola yang baik.