“`html
Akibat perang tarif yang berkecamuk antara China dan Amerika Serikat, Indonesia kini menghadapi gelombang produk impor, terutama di sektor pakaian. Produk-produk yang kesulitan menembus pasar AS akibat tarif yang tinggi, kini mencari alternatif pasar di Indonesia, yang berpotensi memicu lonjakan barang impor murah dan mengancam keberlangsungan industri domestik.
Isma Savitri, seorang pengusaha pakaian tidur di Jakarta, mengungkapkan kepada BBC News Indonesia rasa “cemas” yang menghantuinya pasca-eskalasi perang tarif antara AS dan China.
Kecemasannya beralasan, mengingat posisinya sebagai pebisnis menengah yang merasa “rentan” terhadap dampak yang ditimbulkan oleh perang tarif tersebut.
“Sempat cemas, membayangkan dampaknya bagi Indonesia,” tutur Isma Savitri, pemilik merek pakaian tidur lokal, Helopopy, kepada wartawan BBC News Indonesia, Astudestra Ajengrastri, pada Jumat (11/04).
Kekhawatiran serupa juga digaungkan oleh Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi).
Menurut Redma Gita Wiraswasta, Ketua Umum Apsyfi, membanjirnya produk garmen asal China sebagai imbas perang tarif AS-China dapat mengganggu stabilitas industri dalam negeri.
Ia menjelaskan bahwa lonjakan produk garmen impor, ditambah dengan peningkatan biaya masuk ke Amerika Serikat, akan berdampak signifikan pada produksi garmen dalam negeri dari hulu hingga hilir.
“Industri dalam negeri kita menghadapi tekanan ganda. Pertama, gempuran barang-barang China di pasar domestik. Kedua, ekspor [dari Indonesia] ke Amerika juga terhambat karena adanya tambahan biaya dumping,” jelas Redma kepada wartawan Johanes Hutabarat yang meliput untuk BBC News Indonesia, Minggu (27/04).
Redma memperkirakan dampak negatifnya akan sangat terasa, dengan potensi kehilangan pekerjaan bagi setidaknya 125.000 orang di sektor produksi benang filamen saja. Benang filamen merupakan komponen krusial dalam pembuatan pakaian.
Pemerintah Indonesia, melalui Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, mengakui adanya permasalahan terkait lonjakan impor pakaian ke Indonesia sebagai dampak dari perang tarif China-AS.
Namun, Agus tidak memberikan rincian spesifik mengenai asal-usul barang impor tersebut.
Ia menjelaskan bahwa permasalahan impor pakaian jadi ini diperparah oleh praktik transhipment, yaitu pengalihan status negara asal barang dengan tujuan menghindari bea masuk.
Agus mengklaim bahwa pihaknya telah mendesak pemerintah daerah untuk memperketat proses penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) bagi barang-barang yang akan diekspor, guna mencegah penyalahgunaan dokumen asal barang.
Selain itu, Agus juga menjanjikan dukungan bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri agar tetap bertahan di tengah ketidakpastian ekonomi global.
Secara terpisah, pengamat ekonomi Bhima Yudhistira berpendapat bahwa perang tarif justru akan mempererat hubungan ekonomi Indonesia dengan China.
Menurutnya, hal ini tidak terlepas dari fakta bahwa Indonesia sudah dibanjiri produk China bahkan sebelum AS memberlakukan tarif baru.
“Apapun yang terjadi, secara faktual Indonesia akan semakin bergantung pada China,” kata Bhima kepada wartawan BBC News Indonesia, Hanna Samosir, pada Selasa (22/10).
“Serbuan Barang China ke Indonesia”
Kekhawatiran mendalam dirasakan oleh Isma Savitri (38), pemilik merek pakaian tidur lokal, Helopopy, setelah AS mengumumkan pemberlakuan tarif baru untuk barang impor.
Isma tidak hanya memasarkan produknya di dalam negeri, tetapi juga menembus pasar internasional melalui platform e-commerce.
“Sempat cemas karena membayangkan dampaknya ke Indonesia,” ungkap Isma kepada wartawan BBC News Indonesia, Astudestra Ajengrastri, pada Jumat (11/04).
“Sektor tekstil dan mode kita sangat rentan terhadap serbuan barang China yang semakin gencar masuk ke Indonesia dalam beberapa tahun terakhir,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa pebisnis menengah berada dalam posisi yang rentan karena pemerintah “belum memiliki kebijakan yang berpihak pada kelas menengah dan UMKM”, ditambah lagi dengan tingginya biaya administrasi penjualan melalui platform e-commerce.
Isma mengungkapkan bahwa ia pernah menemukan produk pakaian tidur asal China yang sangat mirip dengan produk yang ia jual.
“Ada satu produk baju tidur yang saya jual seharga Rp119.000, tapi belakangan China membuat produk serupa dengan harga Rp70.000,” ujarnya.
Meskipun menghadapi persaingan ketat dengan produk impor, Isma mengatakan bahwa ia terus berupaya mencari strategi agar produknya tetap kompetitif.
“Penting untuk melakukan hal yang tidak dilakukan oleh pelaku impor Cina, seperti pendekatan personal ke calon pembeli, dan terus memperbarui variasi produk,” katanya.
- Apa ancaman dan peluang di balik tarif ‘timbal balik’ Trump bagi Indonesia?
- China peringatkan negara yang negosiasi tarif dengan AS, apa kata pemerintah Indonesia?
Banjir Barang Impor dan PHK
Redma Gita Wiraswasta, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi), menjelaskan bahwa salah satu konsekuensi dari perang tarif AS-China adalah lonjakan impor barang dari China.
Redma mencontohkan bahwa sejak masa pemerintahan Trump, produk benang filamen China tidak dapat masuk ke Amerika Serikat karena kebijakan anti-dumping.
Ia mencatat bahwa sejak tahun 2020, China mengalihkan ekspor benang filamennya, termasuk ke Indonesia.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan signifikan dalam impor filamen artifisial sejak tahun 2020. Pada tahun 2020, jumlah impor tercatat sebesar 1.191 ton. Pada tahun 2021, impor meningkat menjadi 1.804 ton. Sementara pada tahun 2022, impor kembali naik menjadi 2.676 ton.
Sebagian besar impor tersebut berasal dari China, mencapai 98,29%.
Selain itu, Redma mengungkapkan bahwa produk dari China juga secara masif masuk ke Indonesia, dengan tujuan transit sebelum dikirim ke AS.
Ia menjelaskan bahwa praktik ini dilakukan agar produk tersebut mendapatkan Surat Keterangan Asal (SKA) bukan dari China, melainkan dari Indonesia, sehingga dapat masuk ke AS.
“Jadi industri dalam negeri kita terkena dampak ganda: serbuan barang-barang China di dalam negeri, dan hambatan ekspor ke Amerika karena biaya dumping,” kata Redma kepada BBC News Indonesia, Sabtu (27/04).
Menurut Redma, persaingan yang ketat dengan barang impor berpotensi menghancurkan industri lokal.
Ia menjelaskan bahwa dampaknya dapat meluas dari sektor hilir hingga hulu rantai produksi garmen.
Redma memperkirakan bahwa jika industri filamen terpukul, sekitar 125.000 orang berpotensi kehilangan pekerjaan.
Pemerintah Akui Fenomena Impor Pakaian di Tengah Perang Tarif AS-China
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengungkapkan bahwa ia menerima keluhan dari berbagai pihak mengenai banjirnya pakaian impor di Indonesia sebagai dampak dari perang tarif AS-China, seperti yang diberitakan oleh Detikfinance.
Namun, Agus tidak menyebutkan secara rinci mengenai asal-usul barang impor tersebut.
Ia menjelaskan bahwa masalah impor pakaian jadi ini diperparah oleh praktik transhipment, atau pengalihan status negara asal barang dengan tujuan menghindari bea masuk.
Agus mengklaim bahwa pihaknya telah mendesak pemerintah daerah untuk memperketat proses penerbitan SKA bagi barang-barang yang akan diekspor, guna mencegah penyalahgunaan dokumen asal barang.
Selain itu, Agus juga berjanji akan membantu industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri agar tidak terpuruk di tengah ketidakpastian ekonomi.
“Pasar domestik Indonesia sangat besar, dengan populasi mendekati 300 juta jiwa dan kebutuhan sandang yang tinggi. Oleh karena itu, melindungi industri TPT lokal berarti melindungi jutaan pekerja di dalamnya. Pemerintah juga telah menyediakan program insentif bagi industri TPT karena industri TPT adalah industri padat karya,” katanya.
Bergantung dengan China
Ekonom dan Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat bahwa apapun hasil upaya pemerintah Indonesia dalam menegosiasikan terkait pengenaan tarif 34% untuk barang yang masuk ke AS, tetap akan menguntungkan China.
Menurutnya, pelonggaran hambatan dagang antara kedua negara tidak serta merta membuat produk AS dapat masuk ke Indonesia dengan mudah.
Sejauh ini, menurutnya, pelonggaran impor barang dari AS hanya akan mengakomodir sektor tertentu seperti pangan yang dapat diakomodir oleh Bulog, atau alutsista, yang memang pembeliannya melalui pemerintah.
“Jadi, jika ada pelonggaran dari sisi non-tariff measures, produk-produk lain akan masuk. Siapa yang paling siap? Tentu saja Cina, salah satunya,” ujar Bhima kepada wartawan BBC News Indonesia, Hanna Samosir, pada Selasa (22/04).
Non-tariff measures adalah instrumen pengaturan barang yang diperdagangkan, selain tarif, seperti standar keamanan atau kesehatan.
“Jadi artinya, apapun yang terjadi nanti, Indonesia ini semakin bergantung dengan Cina secara faktual,” kata Bhima.
Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia untuk Mencegah Dampak Barang Impor?
Redma Gita Wiraswasta, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (Apsyfi), mengatakan bahwa pemerintah perlu memperhatikan sejumlah hal untuk mencegah dampak masuknya barang impor terhadap industri nasional.
Ia mengingatkan agar pemerintah menerapkan bea masuk seperti safeguard, yang dapat digunakan untuk melindungi industri dalam negeri dari lonjakan barang impor.
Ia juga mengusulkan bea masuk anti-dumping bagi barang-barang yang masuk dari luar negeri. Bea masuk ini bertujuan untuk melindungi dari praktik dumping, di mana negara pengirim menjual barang dengan harga lebih rendah di luar negeri dibandingkan di dalam negeri.
Selain itu, ia juga meminta pemerintah agar memperketat penerbitan Surat Keterangan Asal barang yang akan keluar dari Indonesia.
“Kalau tidak dibenahi, barang-barang China akan banyak yang transhipment lewat Indonesia,” kata Redma.
- Produk China membanjiri Indonesia, puluhan pabrik tekstil tutup dan badai PHK – ‘Kondisi industri tekstil sudah darurat’
- ‘Jika sebulan ada 31 hari, maka kami akan bekerja 31 hari’ – Kesaksian para pekerja China di balik merek fesyen Shein
- Uniqlo hingga H&M diawasi terkait bahan baku kapas dari Xinjiang
- Apa ancaman dan peluang di balik tarif ‘timbal balik’ Trump bagi Indonesia?
- Trump umumkan tarif baru AS terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia
- Pemerintahan Prabowo pilih jalur negosiasi ketimbang balas tarif Trump – Perbanyak impor produk energi dan agrikultur dari AS
“`