KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Performa saham lapis kedua dan saham akselerasi melaju lebih kencang ketimbang saham lapis pertama. Hal ini tampak dari indeks saham papan utama (main board) yang berada di zona minus, sejalan dengan kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Secara year to date hingga perdagangan Jumat (21/2), indeks saham papan utama berada di posisi -5,85%. Berbeda nasib dengan indeks saham papan pengembangan (development board) dan papan akselerasi (acceleration board) yang mampu melaju, masing-masing naik 11,37% dan 9,82%.
Sepanjang pekan lalu, indeks saham papan pengembangan melonjak 10,78%. Papan akselerasi naik 2%, sementara papan utama meningkat 1,40%. Ketiganya kompak bergerak di zona positif sejalan dengan kenaikan IHSG sebesar 2,48% ke level 6.803.
Baca Juga: Ingin Mengatur Ulang Investasi Saham di Sisa Kuartal I? Simak Sektor Potensial Ini
Meski naik pada pekan lalu, tapi IHSG masih berada di posisi minus 3,91% jika diakumulasi secara year to date. Direktur Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus mengamati kenaikan IHSG pekan lalu masih berupa technical rebound.
Daniel menaksir IHSG masih berpeluang merosot kembali ke level 6.700 dalam beberapa hari ke depan, terutama jika sentimen eksternal masih menekan. “Masih banyak ketidakpastian di pasar,” kata Daniel kepada Kontan.co.id, Minggu (23/2).
Arus dana keluar (capital outflow) investor asing pun bisa terus mengalir, yang akan menekan saham-saham lapis pertama. Dus, dalam kondisi ini pelaku pasar kemungkinan masih mempertimbangkan rotasi ke saham lapis kedua dan lapis ketiga.
Praktisi Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto sepakat, ada indikasi rotasi ke saham-saham di papan pengembangan dan papan akselerasi. William memprediksi tren ini masih bisa berlanjut, setidaknya hingga kuartal I-2025.
Meski begitu, William menyarankan pelaku pasar untuk berhati-hati dengan volatilitas yang bisa terjadi. Sebab, peluang penguatan di saham papan pengembangan dan papan akselerasi kemungkinan mulai terbatas. “Hanya sebatas perpindahan aset dan pilihan alternatif,” imbuh William.
Vice President Marketing Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi menimpali, sebagian pelaku pasar cenderung memanfaatkan volatilitas pada saham-saham di papan pengembangan dan papan akselerasi saat IHSG dan saham blue chip tertekan. Hanya saja, tren ini akan berubah jika sudah ada normalisasi dan stabilitas pada saham blue chip dan IHSG.
Baca Juga: Melihat Arah Pasar Saham di Sisa Kuartal I, Cermati Rekomendasi Saham Berikut
Pelaku pasar pun masih bisa memanfaatkan momentum pada saham-saham lapis kedua. “Terlebih jika saham itu juga memiliki aksi korporasi atau berita yang berdampak positif pada kinerja emiten di masa mendatang,” ujar Audi.
Direktur Reliance Sekuritas Indonesia Reza Priyambada sepakat, dalam situasi saat ini pelaku pasar sebaiknya lebih fokus mencermati sentimen yang mengiringi masing-masing saham, ketimbang melihat pergerakan indeks. Di tengah sentimen yang cepat berubah, Reza memandang orientasi pelaku pasar lebih cenderung ke jangka pendek.
“Saham juga bergerak karena money flow. Jadi kalau saham-saham big cap sedang tak bergerak banyak, maka pilihannya ke saham di lapis bawahnya. Lihat volume dan arah tren-nya, serta sentimen yang sedang terjadi,” kata Reza.
Chief Executive Officer Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo mengamini, sebagian investor beralih ke saham-saham jangka pendek dan sebagian lainnya cenderung memasang mode wait and see. Meski kinerja sejumlah saham di papan pengembangan dan papan akselerasi cukup apik, tapi investor mesti mencermati bagaimana realisasi kinerja emiten pada laporan keuangan terkini.
“Strategi yang dapat dilakukan adalah melakukan trading jangka pendek, serta menganalisis secara fundamental dan analisis valuasi untuk memantau kinerjanya,” kata Praska.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Menguat Terbatas pada Perdagangan Senin (24/2), Ini Sentimennya
William melihat pelaku pasar masih layak mempertimbangkan trading buy pada saham lapis kedua dan lapis ketiga dengan tetap membatasi risiko. Sementara itu, Audi lebih melirik saham-saham yang berada di papan pengembangan.
Secara teknikal, Audi menyarankan speculative buy pada saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) dan PT J Resources Asia Pasifik Tbk (PSAB). Target harga masing-masing berada di Rp 8.950 dan Rp 340.
Selain itu, untuk jangka pendek Audi melirik saham PT Bank Permata Tbk (BNLI) dan PT DCI Indonesia Tbk (DCII). Tetapi, Audi menyarankan untuk mengantisipasi aksi profit taking. Target harga untuk BNLI dan DCII ada di Rp 2.230 dan Rp 86.000 per saham.