RAGAMUTAMA.COM – Nilai tukar Rupiah melemah di pekan pendek akhir Januari 2025. Kekhawatiran dimulainya Tarif Trump bersama rilis data ketenagakerjaan dan inflasi di awal bulan membayangi pelemahan rupiah.
Mengutip Bloomberg, Jumat (31/1), rupiah spot ditutup di level Rp 16.305 per dolar AS. Secara mingguan, rupiah melemah sekitar 0,82% dari level akhir pekan lalu. Secara harian, Rupiah spot melemah sekitar 0,30% dari level penutupan kemarin Rp 16.256 per dolar AS.
Sedangkan, rupiah di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) Bank Indonesia (BI) ditutup pada level Rp 16.312 per dolar AS. Rupiah Jisdor BI melemah sekitar 0,69% secara mingguan dan melemah 0,33% secara harian.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, depresiasi rupiah di akhir pekan ini sejalan dengan pernyataan Trump yang masih mendominasi pasar keuangan Asia. Presiden AS, Donald Trump kembali mengafirmasi ancaman tarif kepada Kanada dan Meksiko.
Presiden AS Donald Trump menegaskan tarif 25% untuk Kanada dan Meksiko akan diberlakukan besok, 1 Februari 2025. Trump juga akan mengenakan tarif terhadap Tiongkok sebesar 10%, serta masih berencana merancang tarif baru.
Di samping itu, rupiah terdampak aksi ambil untung (profit taking) di libur panjang yang terjadi selama tiga hari perdagangan. Alhasil, nilai tukar rupiah melemah selama dua hari perdagangan pada Kamis dan Jumat.
“Dalam dua hari ini, rupiah cenderung melemah, terutama karena meningkatnya ketidakpastian terkait perang dagang, serta aksi ambil untung dari para investor pasca libur panjang,” ungkap Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (31/1).
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin mengatakan, rupiah melemah pekan ini di dua hari perdagangan usai libur nasional. Pergerakan rupiah belum lepas dari tekanan karena penguatan dolar seiring prospek suku bunga yang bertahan lebih tinggi.
Data ekonomi Amerika yang beragam pun memberi pengaruh bagi rupiah, terutama dolar yang tengah dihadapkan serangkaian rilis data penting. Misalnya data ketenagakerjaan pekan depan di tengah melambatnya pertumbuhan ekonomi kuartal keempat AS.
Selain itu, kebijakan fiskal Donald Trump dengan penerapan tarif bea impor terhadap beberapa negara tertentu, bisa mempengaruhi pergerakan dolar terhadap rivalitas utama dan juga mata uang emerging market.
Nanang melihat, ketidakpastian datang dari Presiden AS Donald Trump yang mengatakan bahwa ia kemungkinan akan memutuskan sebelum akhir hari apakah akan menerapkan tarif 25% pada impor minyak dari Meksiko dan Kanada, yang akan mulai berlaku pada 1 Februari.
“Saat tarif impor yang tinggi diberlakukan akan membuat pelaku pasar khawatir akan inflasi AS yang berat untuk mencapai target The Fed sebesar 2%. Jika hal ini terjadi akan membuat bank sentral memilih menahan suku bunga,” ujar Nanang kepada Kontan.co.id, Jumat (31/1).
Menurut Nanang, pergerakan rupiah sangat rentan pekan depan, terutama dipengaruhi kabar dari Amerika perihal penerapan bea tarif impor. Di samping itu, data – data penting akan dirilis seperti data ketenagakerjaan, ISM Manufacturing dan ISM Service PMI.
Dari dalam negeri, data manufaktur bakal rilis di awal pekan bersama data inflasi. Dengan berbagai faktor tersebut, Nanang memperkirakan, Rupiah masih bergerak melemah di pekan depan dalam kisaran Rp 16.100 – Rp 16.400 per dolar AS.
Josua turut memperkirakan Rupiah mungkin melanjutkan pelemahannya di pekan depan. Proyeksi itu sejalan dengan adanya potensi penguatan inflasi Price Consumption Expenditure (PCE) AS, serta data ketenagakerjaan yang cenderung mengetat.
Pergerakan Rupiah juga akan dipengaruhi oleh rilis data PDB Indonesia kuartal 4 dan data pertumbuhan penuh tahun 2024. Secara keseluruhan, Josua memproyeksi, rupiah akan bergerak di kisaran Rp 16.250-16.400 per Dolar AS di pekan depan.