Review Mendalam Album “Parasomnia” dari Dream Theater: Eksplorasi Mimpi dan Musik

Avatar photo

- Penulis

Selasa, 29 April 2025 - 21:31 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Menanti album baru band favorit selalu diiringi ekspektasi tinggi. Namun, terkadang kenyataan berkata lain. Mendengarkannya, saya malah bertanya-tanya, “Kok nggak sehebat biasanya?”

Itulah perasaan saya saat pertama kali mendengar “Parasomnia”, album terbaru Dream Theater. Album yang dirilis dua bulan lalu ini, belum mampu meninggalkan satu pun lagu yang benar-benar membekas di ingatan saya.

Berbeda dengan album-album sebelumnya, di mana biasanya hanya butuh satu atau dua putaran untuk jatuh cinta pada beberapa lagu andalan mereka.

Apa Yang Membedakan “Parasomnia”?

Bagi saya, Dream Theater adalah definisi dari kejeniusan musik. Mereka mampu memadukan elemen-elemen teknis rumit dengan melodi yang tetap enak didengar.

Namun di “Parasomnia”, terasa ada kenyamanan yang berlebihan dalam zona mereka sendiri. Semua unsur teknis tetap ada, semua instrumen dimainkan dengan presisi tinggi. Namun, ada sesuatu yang hilang, seakan lagu-lagunya kehilangan ruh.

Album-album lawas seperti “Metropolis Pt. 2: Scenes from a Memory” atau “Six Degrees of Inner Turbulence” memiliki dinamika yang membuat lagu-lagunya terasa hidup. Ada konflik emosional, ada kejutan-kejutan melodi yang mampu membuat bulu kuduk merinding.

Bahkan “The Astonishing”, yang sering disebut sebagai album terburuk mereka, masih menyisakan beberapa lagu menarik.

Di “Parasomnia”, semuanya terasa seperti daftar periksa: solo gitar dan keyboard panjang? Ada. Pola drum yang rumit? Centang. Tapi, hanya itu.

Baca Juga :  Cerita Udin Penyok Main Film Horor: Tertantang Perankan Tokoh Jenaka

Apakah Saya Yang Sudah Jenuh?

Ketakutan terbesar penggemar setia sebuah band adalah menyadari bahwa selera musik mereka mungkin sudah tidak lagi sejalan dengan karya terbaru sang idola.

Saya mulai mempertanyakan, apakah masalahnya ada pada Dream Theater, atau justru pada diri saya sendiri?

Saya menyadari, selera musik saya sekarang sudah berbeda dengan belasan tahun lalu. Mungkin ada bagian dari diri saya yang masih merindukan sound Dream Theater di era Kevin Moore atau sebelum Mike Mangini bergabung.

Namun, saya masih bisa menikmati album-album baru dari band prog-metal lain. Jadi, mungkin bukan soal kebosanan terhadap prog-metal, melainkan bagaimana Dream Theater menyajikan musik mereka saat ini.

Terasa ada fokus yang lebih besar pada pemenuhan ekspektasi teknis daripada upaya untuk menciptakan sesuatu yang benar-benar baru.

Mengapa Album Lama Lebih Memikat?

Saya punya teori kecil mengapa album-album lama lebih mudah diingat. Album seperti “Images and Words” atau “Awake” lahir di masa di mana band ini masih haus akan ekspresi.

Mereka masih mengeksplorasi, mencoba membuktikan sesuatu, dan hal itu terasa di setiap notanya. Sekarang, mungkin karena status legenda yang mereka miliki, ada kecenderungan untuk bermain aman. Apalagi, mereka tahu basis penggemar mereka cukup loyal untuk menerima hampir semua karya mereka.

Baca Juga :  Membaca Bukulah Agar Pikiran Tetap Terbuka

Lagu seperti “Metropolis Pt.1” atau “Lifting Shadows Off a Dream” memiliki narasi yang kuat. Bukan hanya soal teknik, tetapi juga soal cerita yang langsung menyentuh hati.

Di “Parasomnia”, saya merasa terlalu banyak lapisan teknis yang mengaburkan emosi di balik lagu-lagunya.

Mungkin cara menikmati “Parasomnia” adalah dengan mengurangi ekspektasi. Terkadang kita terlalu terjebak dalam nostalgia, berharap album baru akan memberikan pengalaman emosional yang sama seperti saat pertama kali mendengar album favorit kita. Atau mungkin album ini perlu didengarkan dengan perspektif berbeda, tanpa membandingkannya dengan karya-karya mereka di masa lalu.

Tetap Mengagumi, Namun…

Meskipun “Parasomnia” belum memberikan dampak yang saya harapkan, saya tetap memiliki rasa hormat yang besar untuk Dream Theater. Mereka adalah pintu gerbang saya untuk mengenal dan mencintai genre prog-metal.

Jika album ini bukan untuk saya, tidak apa-apa. Saya yakin, masih ada ribuan orang di luar sana yang menikmatinya.

Menjadi penggemar tidak selalu berarti menyukai semua karya idola. Yang terpenting adalah apresiasi terhadap perjalanan karier mereka.

Siapa tahu, suatu hari nanti “Parasomnia” akhirnya akan memikat telinga saya juga.

Berita Terkait

Konser Rossa “Here I Am”: Lebih dari Sekadar Galau, Ada Kejutan Sampah Coldplay!
Davina Karamoy: Transformasi Total Jadi ‘Maco’ di Film Tak Ingin Usai di Sini
Love Never Fails Drachin: Sinopsis Lengkap & Link Nonton Sub Indo Resmi
Streaming & Download Film I, the Executioner Subtitle Indonesia: Link Nonton Resmi
Terungkap! Kisah Dibalik Layar Kolaborasi Ikonik Maroon 5 dan Lisa Blackpink
Konser Ailee: Ascend Siap Guncang Jakarta, Catat Tanggalnya!
Intip Sinopsis Film Tak Ingin Usai: Bryan Domani & Vanesha Prescilla Beradu Akting!
Heboh Chat Paula & Nico, Baim Wong Dulu Mesra dengan Olla Ramlan?

Berita Terkait

Rabu, 30 April 2025 - 01:44 WIB

Konser Rossa “Here I Am”: Lebih dari Sekadar Galau, Ada Kejutan Sampah Coldplay!

Selasa, 29 April 2025 - 23:47 WIB

Davina Karamoy: Transformasi Total Jadi ‘Maco’ di Film Tak Ingin Usai di Sini

Selasa, 29 April 2025 - 22:55 WIB

Love Never Fails Drachin: Sinopsis Lengkap & Link Nonton Sub Indo Resmi

Selasa, 29 April 2025 - 22:43 WIB

Streaming & Download Film I, the Executioner Subtitle Indonesia: Link Nonton Resmi

Selasa, 29 April 2025 - 22:12 WIB

Terungkap! Kisah Dibalik Layar Kolaborasi Ikonik Maroon 5 dan Lisa Blackpink

Berita Terbaru

Uncategorized

DJI Akhiri Dukungan Drone Phantom 4 Pro dan Advanced Mulai 1 Juni

Rabu, 30 Apr 2025 - 01:52 WIB

Public Safety And Emergencies

Listrik Padam Spanyol Portugal: Fenomena Atmosfer Langka Jadi Penyebab Utama

Rabu, 30 Apr 2025 - 01:36 WIB

technology

Ampuh! 8 Trik Aktifkan HP Tanpa Tombol Power Rusak

Rabu, 30 Apr 2025 - 01:32 WIB