Meninggalnya Paus Fransiskus baru-baru ini memicu lonjakan pencarian daring seputar Nostradamus, sang astrolog Prancis dari abad ke-16. Fenomena ini bukanlah hal baru, karena ramalan-ramalannya kerap diungkit saat peristiwa penting global terjadi. Lalu, apa yang membuat ketertarikan pada sosok Nostradamus tetap relevan hingga kini?
Michel de Notredame, yang lebih dikenal dengan nama Nostradamus, adalah seorang dokter berkebangsaan Prancis yang pernah berjibaku merawat para korban wabah.
Selain itu, ia juga dikenal sebagai seorang peramal amatir yang menulis karya monumental berjudul Les Prophéties—atau “Ramalan” dalam bahasa Indonesia—pada tahun 1555.
Karyanya ini berisikan 942 bait puisi empat baris yang diklaimnya sebagai ramalan masa depan, khususnya peristiwa-peristiwa besar yang penuh dengan bencana.
Ciri khas dari syair-syairnya adalah sifatnya yang seringkali kabur dan minim konteks. Salah satu dari sekian banyak syairnya menyinggung soal “kematian seorang Paus yang sangat tua”.
Syair tersebut kemudian ramai diperbincangkan di media sosial, dikaitkan dengan wafatnya Paus Fransiskus pada hari Senin (21/04) lalu.
Padahal, sejak tahun 1555, puluhan Paus telah meninggal dunia, sehingga tidak ada alasan kuat untuk mengaitkan syair tersebut secara khusus dengan Paus Fransiskus.
Astrologi—sebuah praktik yang mengklaim bahwa posisi bintang-bintang dapat memengaruhi kejadian di bumi, meski tanpa dasar ilmiah yang kuat—sangat populer di abad ke-16.
Praktik astrologi menjamur di mana-mana, dengan para ahlinya menawarkan nasihat tentang berbagai aspek kehidupan, mulai dari karier hingga hubungan asmara dan kesehatan.
Nostradamus adalah salah satu tokoh yang berkecimpung di dalamnya, menawarkan jasa interpretasi horoskop bagi kalangan berada dan berkuasa.
Meskipun demikian, ia tidak pernah mengenyam pendidikan formal di bidang astrologi, yang pada masa itu dianggap sebagai disiplin ilmu akademis.
Beberapa orang yang hidup sezaman dengannya bahkan menganggapnya sebagai seorang penipu. Kendati demikian, puisi-puisi pendeknya sangat digemari pada masanya dan menjadi karya yang laris manis.
- Bagaimana gambaran dunia pada tahun 2025 menurut prediksi dari 30 tahun lalu?
- Mengapa astrologi kembali digandrungi selama pandemi Covid-19?
- Siapakah kandidat terkuat untuk menggantikan Paus berikutnya?
Abad ke-16 merupakan masa yang penuh tantangan bagi sebagian besar masyarakat Eropa, yang harus berjuang menghadapi perang, gagal panen, dan kelaparan yang meluas.
Pada saat itu, wabah penyakit juga menghantui berbagai kota.
Di tengah kekacauan tersebut, ramalan-ramalan Nostradamus hadir, memberikan peringatan sekaligus menciptakan rasa nyaman yang paradoksal.
“Tingkat kecemasan kolektif sangat tinggi,” ujar Dr. Michelle Pfeffer, seorang sejarawan ilmu pengetahuan dan agama di Magdalen College, Universitas Oxford.
“Di saat ketidakpastian merajalela, orang-orang mencari jawaban, bimbingan, dan kepastian bahwa ada rencana besar yang sedang berjalan.”
Sama seperti orang-orang masa kini yang mungkin mencari jawaban melalui horoskop, para pengikut Nostradamus pada masa itu melihat karyanya sebagai cara untuk memahami dunia yang sedang bergejolak dan merasa bahwa perubahan besar akan segera tiba.
Berabad-abad kemudian, para pendukungnya mengklaim bahwa Nostradamus telah meramalkan berbagai peristiwa bersejarah, termasuk dua perang dunia, pengeboman atom di Hiroshima dan Nagasaki, kebangkitan Hitler, hingga wabah Covid-19.
Namun, penting untuk dicatat bahwa Nostradamus tidak pernah menyebutkan nama-nama peristiwa tersebut secara eksplisit.
Ramalan-ramalan Nostradamus ditulis dalam “bahasa yang sangat ambigu sehingga dapat disesuaikan dengan kondisi apa pun,” kata Joelle Rollo-Koster, seorang profesor sejarah abad pertengahan di University of Rhode Island.
“Ketika sesuatu tidak jelas, ambigu, dan samar, siapa pun dapat menemukan titik kesesuaiannya.”
Terlepas dari itu, nama dan ramalannya tetap hidup dalam imajinasi publik.
Selain karena kualitas syair-syairnya yang tak lekang oleh waktu—karena hanya sedikit yang mencantumkan tanggal spesifik—buku-buku yang menafsirkan tulisan-tulisan Nostradamus telah terjual dalam jumlah yang sangat fantastis.
Tercatat lebih dari 100 judul buku yang berbeda dalam bahasa Inggris saja.
Publikasi-publikasi baru yang menginterpretasikan ramalan-ramalannya dalam kaitannya dengan peristiwa-peristiwa global terkini membantu menjaga relevansi Nostradamus di abad ke-20 dan ke-21.
Setelah serangan 11 September, buku-buku Nostradamus langsung meroket dalam daftar buku terlaris karena para penggemar mengaitkan ramalannya dengan tragedi tersebut.
The New York Times melaporkan tentang sebuah email yang viral setelah serangan itu.
Email tersebut berisi potongan karya Nostradamus dan kata-kata yang bahkan bukan tulisannya untuk menciptakan sebuah teks provokatif yang seolah-olah ia telah meramalkan kejadian tersebut.
Teks tersebut mencantumkan kalimat:
“Api mendekati kota baru yang besar/ Di Kota York, akan terjadi keruntuhan yang besar.”
Peristiwa-peristiwa lain yang diklaim oleh para pendukung Nostradamus sebagai ramalannya termasuk pendaratan di Bulan oleh Apollo, kecelakaan pesawat ulang-alik Challenger, dan bahkan kematian Ratu Elizabeth II.
Saat ini, sebagian besar orang mungkin tidak mempelajari teks aslinya secara langsung, melainkan menemukannya melalui artikel daring atau meme di media sosial.
‘Manusia tak pandai menghadapi ketidakpastian’
Ramalan-ramalan lain yang berkaitan dengan Paus kembali bermunculan di dunia maya.
Beberapa pihak menyoroti hal-hal yang terkait dengan Santo Malachy, seorang santo dari Irlandia yang dikenal dengan nubuatnya mengenai para Paus.
Nubuat ini juga dikaitkan dengan wafatnya Paus Fransiskus, yang dianggap sebagai Paus terakhir menurut ramalan tersebut.
Para ahli mempertanyakan validitas klaim ini dan mencurigai adanya motif politik di baliknya.
“Ramalan itu menarik dan mempesona, dan beberapa orang cenderung menyukai gagasan-gagasan yang berada di luar arus utama. Itu adalah bagian dari sifat manusia,” kata Joseph Uscinski, seorang profesor ilmu politik di Universitas Miami.
“Terkadang hiburan mendorong orang untuk percaya, terkadang orang hanya mengadopsi ide-ide yang nyaman atau menghibur.”
Menurut para ahli, di era yang dipenuhi ketidakpastian seperti sekarang ini, tidak mengherankan jika Nostradamus dan ramalan-ramalan lainnya tetap populer.
“Di masa-masa sulit, astrologi dan ramalan [yang mencoba memprediksi atau meramalkan kejadian di masa depan atau menemukan pengetahuan tersembunyi] memiliki daya tarik yang kuat,” kata Dr. Pfeffer.
“Manusia seringkali kesulitan menghadapi ketidakpastian, dan sepanjang sejarah, para astrolog dan nabi telah dihargai karena kemampuan mereka membantu orang mengambil keputusan sulit.”
“Namun, mereka juga dapat memberikan hiburan dengan menunjukkan bahwa ada rencana yang lebih besar yang sedang berjalan.”
- Bagaimana gambaran dunia pada tahun 2025 berdasarkan prediksi dari 30 tahun silam?
- Ramalan 2023 mantan presiden Rusia viral: ‘Pecah perang Prancis melawan Jerman, Uni Eropa bubar, perang saudara di AS’
- Bagaimana caranya memprediksi masa depan?