“Bahtera ini akan sampai ke tepian
Kau dan aku akan selalu bergandeng tangan
Tiada yang dapat memisahkan, kecuali Tuhan
Kita abadi dalam satu ikatan… ” – Dalam Senja Kita Berbalut Jingga, Muthiah Alhasany
Akhirnya tuntas juga saya membaca buku setebal 302 halaman yang terdiri dari 82 artikel ini hari ini. Buku tersebut berjudul “Diamond Wedding Anniversary Tjiptadinata Effendi & Helena Roselina”, kado dari para Kompasianer atas ulang tahun pernikahan ke-60 pasangan suami istri yang akrab disapa Pak Tjip dan Bu Lina.
Membaca buku ini membuat saya merasa hangat. Energi positif mengalir karena untaian kata dalam setiap tulisan memberikan makna dan mengingatkan pentingnya menjaga pernikahan bersama orang yang kita kasihi.
Isinya tak sekadar pujian karena Pak Tjip dan Bu Lina telah berhasil mengarungi tahun-tahun pernikahan yang tentunya tak mudah. Melainkan juga, teladan dan pelajaran yang bisa dipetik dari 60 tahun pernikahan, serta berbagai alasan Opa Tjip dan Oma Lina begitu dicintai oleh para Kompasianer.
Ya, Pak Tjip dan Bu Lina adalah orang tua, kakek nenek, sahabat, dan juga saudara maya bagi para Kompasianer. Oleh karena itu seandainya buku ini tidak dibatasi tenggat waktunya mungkin bakal ada ribuan hingga ratusan ribu tulisan yang akan memenuhi isi buku ini karena anak-anak dan cucu-cucu maya pasangan suami isteri ini begitu banyaknya, tersebar di berbagai daerah di Indonesia dan berbagai negara.
Buku ini sendiri dihimpun dalam waktu beberapa bulan oleh Muthiah Alhasany di bawah naungan Yayasan Pusaka Thamrin Dahlan. Para penulisnya merupakan Kompasianer dari berbagai daerah dan berbagai negara, sehingga tulisan ini ibarat silaturahmi maya.
Isi bukunya tak hanya kesan para penulis terhadap pasutri Pak Tjip dan Bu Lina. Akan tetapi, juga ada yang menuliskannya dalam bentuk puisi konvensional hingga puisi naratif.
Ada beberapa tulisan Kompasianer di sini yang menyentuh dan menggelitik. Tulisan Rudy Gunawan, misalnya, yang akrab disapa Acek Rudy. Tulisan tersebut berjudul “Renjana Kisah Hidup Tjiptadinata dan Roselina akan Difilmkan”. Ia berandai-andai bagaimana jika kisah hidup Pak Tjip dan Bu Lina difilmkan dalam struktur tiga babak. Tentunya ini akan jadi sesuatu yang tak kalah inspiratif dengan kisah Habibie dan Ainun.
Artikel Pak Rudy melengkapi tulisan Yos Mo yang berjudul “Kopi Taman Sari Pengubah Nasib, Jatuh Bangun Romansa Cinta Tjiptadinata Roselina”. Artikel ini semacam rangkuman masa kecil Pak Tjip hingga beliau menikah dan menjalani kehidupan pernikahan dengan Bu Lina. Kehidupan di tahun-tahun awal pernikahan yang sulit kemudian berubah ketika kemudian Pak Tjip mulai menjadi eksportir kopi.
Sambil menulis artikel ini saya jadi terinspirasi dan bersemangat untuk merawat pernikahan. Siapa tahu nanti bisa mengikuti jejak Pak Tjip dan Bu Lina, bisa merayakan pernikahan ke-60, 61, dan seterusnya.
Acara Syukuran yang Sederhana dan Bak Silaturahmi Kompasianer
Saya beruntung bisa hadir dalam acara syukuran yang diselenggarakan secara sederhana dan hangat yang diadakan pada 8 Februari di Perpustakaan Nasional. Hujan tak menghalangi langkah para Kompasianer dan para undangan untuk menghadiri acara spesial tersebut.
Seperti acara Kompasiana pada umumnya, syukuran pun berlangsung guyub. Ada banyak wajah lama yang saya temui dan juga wajah-wajah yang sebelumnya hanya saya tahu namanya.
Ini menyenangkan karena akhirnya bisa bereuni dengan para Kompasianer senior seperti Pak Al Johan dan Bu Asita. Saya juga akhirnya bisa melihat sosok Ayah Tuah, Ari Budiyanti, dan Veronica Gultom yang biasanya hanya saling sapa via komentar di artikel Kompasiana.Ada sambutan dari mas Nurullah selalu COO Kompasina dilanjutkan dengan pemotongan kue peringatan pernikahan berlian ini oleh Pak Tjip dan Bu Lina. Acara dilanjutkan bedah buku oleh beberapa narasumber seperti Ajinatha, Nur Terbit, Muthiah Alhasany, Taufik Uieks, dan kang Pepih. Ada foto-foto masa muda Pak Tjip dan Bu Lina yang ditampilkan serta perjalanan kehidupan pernikahan.
Setelah acara, kami pun langsung berbaur, berfoto bersama Pak Tjip dan Bu Lina, sekaligus mengobrol singkat karena ada antrian Kompasianer yang juga ingin bertegur sapa dengan opa dan oma. Saya berdecak kagum ketika melihat penghargaan atas pernikahan berlian yang diberikan oleh Vatikan. Memang jarang-jarang pasangan yang bisa sampai ke pernikahan berlian tersebut. Oleh karenanya momen ini memang patut disyukuri dan diambil hikmahnya.
Mengutip dari artikel bang Yos Mo, lagu “Love Me Tender” dari Elvis Presley adalah tembang favorit Opa Tjiptadinata. Tembang ini mengingatkan betapa manisnya menikah dengan orang yang kita sayangi dan juga menyayangi kita. Kehidupan bertahun-tahun akan begitu manis dan berkesan jika kita mendapatkan dukungan dan kasih sayang dari orang yang kita kasihi.
“Love me tender, love me dear
Take me to your heart
I’ll be yours through all the years
… till the end of time.”