Paus Fransiskus Bela Kaum Tertindas: Seberapa Jauh Implementasi Imam Katolik di Indonesia?

Avatar photo

- Penulis

Jumat, 25 April 2025 - 10:28 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Paus Fransiskus telah menyampaikan pesan-pesan damai dan menyerukan perjuangan untuk keadilan sosial, yang mendapat pengakuan luas dari berbagai komunitas global; dari masyarakat Palestina di Gaza, umat Katolik di Afrika, hingga kelompok LGBT.

Namun, berbeda dengan citra yang dibangun Paus Fransiskus, komitmen sejumlah pemimpin Gereja Katolik di Indonesia terhadap keadilan sosial akhir-akhir ini dipertanyakan.

Beberapa imam Katolik dianggap kurang berpihak pada warga yang terdampak proyek strategis nasional di Papua, warga yang berkonflik tanah dengan perusahaan milik gereja di NTT, dan mereka yang menuntut keadilan atas dugaan penghilangan paksa.

Bagaimana para pastor Katolik di Indonesia mengartikan pesan dan seruan Paus Fransiskus? Apakah mereka mampu mengambil sikap yang berbeda dengan pemimpin tertinggi Gereja Katolik Roma?

Apa saja tantangan dan kendala yang mereka hadapi dalam meneruskan perjuangan Paus Fransiskus?

BBC News Indonesia berdiskusi dengan sejumlah pastor untuk menyelidiki isu-isu terkait sikap Gereja Katolik dan menanggapi kritik dari umat dan publik.

Sengketa tanah, penjara, dan perdebatan di NTT

Pada perayaan Natal 2024, Suster Laurentina Suharsih dari Kupang, NTT, menerima penghargaan dari Presiden Prabowo Subianto.

Biarawati Katolik yang dikenal sebagai “suster kargo” ini diakui negara atas dedikasinya mendampingi pekerja migran yang menghadapi kekerasan, bahkan kematian, di luar negeri.

Di tengah perjuangan mulia Laurentina dan rekan-rekannya melawan perdagangan manusia yang telah berlangsung lama, sekitar 400 kilometer dari Kupang, 150 keluarga di Kabupaten Sikka menghadapi permasalahan tanah.

Januari 2025, PT Kristus Raja Maumere melakukan apa yang mereka sebut “pembersihan” lahan seluas 879 hektare. Namun, ratusan warga menolak meninggalkan tanah leluhur mereka.

Bentrokan pun terjadi antara warga dan pihak yang dibayar perusahaan milik Keuskupan Merauke untuk “membersihkan lahan”.

Maret 2025, delapan warga adat Desa Nangahale yang menolak penggusuran dijatuhi hukuman 10 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Maumere. Mereka dinyatakan bersalah merusak papan nama PT Kristus Raja Maumere.

Pelapor kedelapan warga tersebut adalah Markus Nale Rimo dan Aloysius Ndate—seorang pastor dan pengurus perusahaan.

Konflik tanah di Desa Nangahale memicu perdebatan di komunitas Katolik NTT. Antropolog asal NTT dari University of Melbourne, Justin Wejak, turut berkomentar.

“Gereja seharusnya menjadi sekutu, bukan musuh dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat adat,” tulis Justin di Union of Catholic Asian News.

Kritik Justin dijawab Alexander Jebadu, pastor sekaligus dosen di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero. Ia membela PT Kristus Raja Maumere dan menuduh warga telah menyerobot tanah secara ilegal.

“Gereja tidak merampas tanah Nangahale dan Patiahu dari suku setempat,” tulis Alexander di Media Indonesia.

Tuduhan dan kritik terkait konflik tanah yang melibatkan perusahaan afiliasi Keuskupan Maumere masih berlanjut, termasuk dalam tulisan sastrawan NTT, Felix Nesi.

NTT, dengan 54% penduduknya beragama Katolik, telah lama diwarnai perdebatan tentang posisi Gereja dan para pastor dalam isu-isu sosial. Proyek pemerintah, seperti pariwisata di Labuan Bajo dan geotermal di Lembata dan Flores, menjadi pemicunya.

Meskipun terlibat sengketa tanah di Kabupaten Sikka, Uskup Ewaldus Martinus Sedu menolak proyek geotermal.

Ewaldus merupakan salah satu dari enam uskup di NTT yang menolak proyek pemerintah pusat tersebut, dengan alasan akan merusak ekosistem.

Baca Juga :  Disanksi Trump Sebab Bela Palestina, Afrik Selatan tak Goyah Sedikit pun

Gereja di tengah konflik bersenjata dan sengketa lahan di Tanah Papua

Di Tanah Papua, Gereja Katolik tidak hanya menghadapi isu keadilan sosial seperti kemiskinan atau tanah adat yang terancam proyek pertambangan dan perkebunan.

Berbeda dengan NTT, Gereja Katolik di Papua juga menghadapi konflik bersenjata yang telah menyebabkan kematian dan pengungsian selama 60 tahun terakhir.

Seperti yang diberitakan BBC saat kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia, September 2024, pemimpin Gereja Katolik di Papua termasuk yang pertama kali mempublikasikan dugaan pelanggaran HAM oleh aparat Indonesia terhadap warga asli Papua.

Paul Tumayang Tangdilintin, pastor dengan pengalaman hampir tiga dekade di Papua, menjelaskan alasan Gereja Katolik mengecam kekerasan dalam konflik bersenjata.

“Terjadi tragedi kemanusiaan, siapa pun korbannya, baik orang Papua maupun bukan, gereja wajib bersuara,” kata Paul di Jayapura, Rabu (23/04).

“Jika tidak bersuara, berarti kami melanggar amanat Yesus,” tegas Paul.

Uskup Merauke, Peter Canisius Mandagi, juga mengecam dugaan kekerasan oleh tentara terhadap tiga warga sipil di Kabupaten Mappi, September 2022. Seorang warga asli Papua tewas dan 18 tentara menjadi tersangka.

“Orang Papua bukan binatang yang bisa dianiaya seenaknya jika melakukan kesalahan,” kata Mandagi.

“Penganiayaan terhadap orang Papua sudah berulang kali terjadi. Ini harus dihentikan,” tegasnya.

Mandagi bukan satu-satunya yang mengecam kekerasan di Papua. Pada Desember 2020, 147 pastor asli Papua mengeluarkan seruan moral mengecam kekerasan dan meminta pemerintah menarik pasukan dari Papua.

Namun, Mandagi tidak ikut menandatangani seruan tersebut, menyatakan bahwa seruan itu tidak mewakili sikap lima uskup di Papua.

Sejak itu, Mandagi sering mendapat kritik, terutama terkait sikapnya pada pemekaran wilayah dan proyek food estate di Merauke.

Pemekaran daerah di Papua pada 2022 diprotes ribuan orang, khawatir akan semakin terpinggirkannya orang asli Papua.

Namun, banyak juga yang mendukung proyek dalam Otonomi Khusus Jilid II tersebut.

Mandagi termasuk yang mendukung pemekaran, terutama Provinsi Papua Selatan.

“Saya 100% mendukung daerah ini menjadi provinsi,” kata Mandagi, November 2019.

“Kekayaan kita di Papua Selatan banyak, tapi dikuras pusat. Dengan menjadi provinsi, banyak uang akan datang,” ujarnya.

Mandagi juga mendukung proyek food estate di Merauke.

“Bagus juga banyak investasi, tapi poinnya, investasi itu ada untuk masyarakat,” kata Mandagi di Kongres PMKRI Merauke, 9 Juli 2024.

Bagaimana sikap imam Katolik terkait proyek pangan di Merauke?

Para pastor dan uskup di Papua memiliki sikap beragam terkait isu sosial.

Pastor Paul Tumayang, misalnya, menolak proyek strategis nasional di Merauke, berdasarkan ajaran Santo Fransiskus dari Asisi.

Jorge Mario Bergoglio, Paus Fransiskus, juga memulai pengabdiannya di tarekat Fransiskan.

“Saya tidak setuju PSN. Karena itu merusak kesinambungan dan keharmonisan alam,” ujar Paul.

“Itu pendapat pribadi saya sebagai pastor Fransiskan. Seandainya masih di Merauke, saya mungkin akan memimpin umat berdemo agar proyek itu batal,” kata Paul.

  • ‘Mereka adu domba kami’ – Masyarakat adat Solidaritas Merauke deklarasi menolak Proyek Strategis Nasional
  • Warga asli Papua pesimistis pilkada bisa cegah potensi buruk food estate di Merauke – ‘Percuma kami mengadu ke calon kepala daerah
Baca Juga :  Komdigi Rotasi 80% Pejabat Eselon II, Lantik Jaksa Perempuan Jadi Staf Ahli

Uskup Jayapura, Yanuarius You, memiliki pendapat berbeda. Yanuarius menekankan kepemilikan tanah adat secara kolektif di Papua.

Namun, ia menyebut aturan adat sering dilanggar oleh orang asli Papua yang menjual tanah demi uang atau jabatan.

“Dalam kasus Merauke, pemilik tanah sudah menjual hak ulayat. Lalu dipersalahkan kepada uskup? Persoalan uskup di mana?” ujarnya.

Kritik kepada Mandagi, menurut Yanuarius, “tidak tepat dan tidak adil”.

“Kalau sudah ada masalah, jangan dipersalahkan kepada pemimpin gereja. Kecuali ada pemaksaan dan uskup diam, baru kritik itu bisa dimengerti,” kata Yanuarius.

Bernardus Bofitwos Baru, Uskup Timika, dalam kotbah Jumat Agung 18 April, yang beredar luas, mengecam proyek food estate.

“Dengan PSN di Merauke, dua juta hektare tanah adat dicaplok. Masyarakat akan kehilangan hak hidup, ruang hidup, budaya, dan spiritualitas mereka,” ujar Bernardus.

“Apakah kita sebagai orang Katolik merayakan Paskah hanya seremonial, ataukah kita harus berani bersuara seperti Yesus?” tanya pastor asal Kabupaten Maybrat itu.

Jadi, apakah pesan dan seruan Paus Fransiskus wajib ditaati para pastor?

Ensiklik Paus mengikat para uskup dan imam Katolik, menurut Yeskiel Belau, pastor di Kabupaten Dogiyai.

Yeskiel menyebut tiga ensiklik penting Paus Fransiskus: Lumen Fidei (2013) tentang iman, Laudato Si’ (2015) tentang lingkungan, dan Fratelli Tutti (2020) tentang persaudaraan.

“Yesus Kristus adalah kepala Gereja, dilanjutkan para rasul dan paus, termasuk Paus Fransiskus. Alur itu mengikat semua uskup dan imam,” kata Yeskiel.

Namun, sejauh mana para imam terikat? Keterikatan itu berupa “tanggung jawab moral”, menurut Dismas Kwirinus, pastor dari Sekolah Tinggi Filsafat Teologi Widya Sasana.

Tanggung jawab moral itu diwujudkan dengan melaksanakan pesan Paus Fransiskus, berpihak pada yang lemah dan miskin, dan tidak menutup mata pada kenyataan sosial.

Para imam, kata Dismas, harus melihat kemiskinan sebagai persoalan struktural, bukan hanya menjadi penghibur.

Mereka harus membebaskan umat dari “struktur yang memiskinkan”.

“Perlu keberanian dan komitmen para imam untuk berpihak kepada yang miskin dan lemah. Keberpihakan gereja adalah kategori teologis, pilihan Allah, bukan pilihan gereja,” kata Dismas.

Tapi adakah batasan keberpihakan gereja?

Sikap para imam dan gereja Katolik seharusnya tidak masuk ranah politik, kata Pastor Paul Tumayang.

Di Papua, sikap imam rentan dituduh berpihak pada pemerintah atau kelompok pro-kemerdekaan.

“Jika kami bersuara tentang alam yang dirusak atau tanah adat yang dirampas, itu harus dilihat dalam konteks keberpihakan untuk memelihara keharmonisan alam dan hidup bersama,” kata Paul.

“Jangan dibawa ke ranah politik, misalnya menentang pemerintah atau mendukung Organisasi Papua Merdeka. Tidak ada pastor yang jadi tim sukses pemilu. Kami bekerja untuk Tuhan, tidak boleh terlibat politik,” tuturnya.

Keberpihakan imam juga harus dipahami dalam konteks struktur Gereja Katolik Roma.

Setiap gereja Katolik berada di bawah keuskupan yang otonom, dipimpin uskup.

“Keuskupan Jayapura tidak bisa mengurus Keuskupan Merauke. Setiap keuskupan otonom—punya pemimpin sendiri. Masing-masing uskup tidak bisa saling mencampuri,” kata Paul.

Reportase oleh Abraham Utama dan Ikbal Asra

Berita Terkait

Wiranto Tanggapi Tuntutan Purnawirawan TNI Ganti Gibran Rakabuming
Paus Fransiskus Pilih Toyota Innova Zenix Selama Kunjungan Jakarta: Kilas Balik Perjalanan Suci
Jokowi dan Pigai Sampaikan Pesan Khusus Prabowo kepada Vatikan di Roma
Donny Triono Beberkan Suap Rp 2,5 Miliar Kasus PAW Harun Masiku
Prabowo Kirim Jokowi ke Vatikan: Berbagai Reaksi Publik Muncul
DPR Desak Pemerintah, Buka Moratorium Pemekaran Daerah Sekarang!
Doli Kurnia Kritik Kemendagri: 6 Daerah Tanpa Ketua DPRD, Responsif Hanya Via Telepon
Kerja Sama Pertahanan dan Pendidikan: Prabowo-PM Fiji Jalin Kemitraan Strategis

Berita Terkait

Jumat, 25 April 2025 - 12:00 WIB

Wiranto Tanggapi Tuntutan Purnawirawan TNI Ganti Gibran Rakabuming

Jumat, 25 April 2025 - 10:28 WIB

Paus Fransiskus Bela Kaum Tertindas: Seberapa Jauh Implementasi Imam Katolik di Indonesia?

Jumat, 25 April 2025 - 10:19 WIB

Paus Fransiskus Pilih Toyota Innova Zenix Selama Kunjungan Jakarta: Kilas Balik Perjalanan Suci

Jumat, 25 April 2025 - 09:55 WIB

Jokowi dan Pigai Sampaikan Pesan Khusus Prabowo kepada Vatikan di Roma

Jumat, 25 April 2025 - 09:24 WIB

Donny Triono Beberkan Suap Rp 2,5 Miliar Kasus PAW Harun Masiku

Berita Terbaru

Family And Relationships

Lisa Mariana Ungkap Motif Tersembunyi Jadi Selingkuhan Ridwan Kamil

Jumat, 25 Apr 2025 - 14:47 WIB

Public Safety And Emergencies

Kapolres Tanjung Priok Banjir Pujian NU Jakut: Kamtibmas Terjaga!

Jumat, 25 Apr 2025 - 14:36 WIB

sports

PSG Korbankan Rekor Liga Demi Taklukkan Arsenal?

Jumat, 25 Apr 2025 - 14:31 WIB