Wakil Menteri Luar Negeri RI, Arrmanatha Nasir, menyatakan bahwa kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan oleh Donald Trump berpotensi digugat melalui mekanisme Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) oleh negara-negara yang merasakan dampak negatifnya.
Menurut Arrmanatha, tindakan Amerika Serikat tersebut mengindikasikan pelanggaran terhadap prinsip-prinsip WTO, khususnya yang berkaitan dengan perlakuan setara bagi seluruh anggota. Hal ini tercermin dari pengenaan tarif tinggi yang ditujukan kepada Cina. Lebih lanjut, beliau juga mengkritisi permintaan AS kepada Indonesia untuk menurunkan nilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai syarat relaksasi impor, karena dinilai tidak selaras dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh WTO.
“Jika kita tetap memegang teguh komitmen terhadap sistem multilateral, idealnya kita secara bersama-sama membawa permasalahan ini ke WTO,” ujarnya pada hari Minggu (13/4), seperti yang dilansir dari Antara.
Arrmanatha mengamati bahwa saat ini, setiap negara yang merasa terancam oleh tarif resiprokal Trump cenderung memilih jalur negosiasi individual dengan AS. Contohnya adalah Vietnam yang menawarkan tarif 0%, dan Indonesia yang berencana mengirimkan tim negosiasi ke AS. Ia berpendapat bahwa pengajuan gugatan bersama ke WTO akan menjadi respons yang lebih efektif terhadap tarif Trump, karena melibatkan banyak negara dengan kepentingan serupa. Tindakan kolektif semacam itu juga akan mencerminkan bahwa kepercayaan terhadap sistem multilateral yang saat ini mulai tergoyahkan masih tetap ada. Beliau menekankan pentingnya perhitungan yang komprehensif terhadap langkah-langkah mitigasi dan respons terhadap tarif impor AS.
- Chatib Basri Optimistis Tarif Trump Berdampak Terbatas Terhadap Pasar Obligasi
Seperti yang diketahui, di awal bulan ini, Donald Trump menandatangani perintah eksekutif yang memberlakukan tarif impor resiprokal kepada sejumlah negara, di samping tarif impor dasar sebesar 10%. Indonesia termasuk dalam daftar negara yang terkena dampak tarif resiprokal, dengan pungutan sebesar 32%.
Namun, pada tanggal 9 April, yang seharusnya menjadi tanggal pemberlakuan tarif resiprokal tersebut, Trump mengumumkan bahwa tarif impor yang akan diterapkan selama 90 hari ke depan hanyalah tarif dasar sebesar 10%. Meskipun demikian, AS terus meningkatkan tarif impor untuk produk-produk China hingga mencapai 145%, yang kemudian dibalas oleh China dengan pemberlakuan tarif impor terhadap produk-produk AS hingga mencapai 125%.