Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Tiongkok mendesak Amerika Serikat (AS) untuk mencabut seluruh tarif unilateral terhadap barang-barang asal Tiongkok sebagai prasyarat utama dalam menyelesaikan sengketa dagang yang berkepanjangan. Desakan ini disampaikan oleh juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok, He Yadong, yang menekankan bahwa penghapusan tarif adalah keharusan jika AS “benar-benar berniat” menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Siapa yang memulai, dia pula yang harus mengakhiri,” ujar He, mengutip peribahasa yang dilansir dari BBC, Jumat (25/4/2025).
Lebih lanjut, Tiongkok menyatakan bahwa hingga saat ini belum ada pembicaraan atau negosiasi konkret dengan AS terkait isu tarif. Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Guo Jiakun, menegaskan bahwa laporan mengenai adanya perundingan aktif adalah informasi yang tidak akurat. Guo menyangkal adanya kesepakatan apa pun yang sedang dinegosiasikan antara kedua negara.
Langkah ini merupakan bagian dari respons Tiongkok terhadap kebijakan tarif tinggi yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump. Sebagai bentuk balasan, Tiongkok bahkan mengembalikan sejumlah pesawat Boeing yang sebelumnya telah dipesan.
Boeing 737 MAX Pulang ke AS, Korban Perang Tarif Trump
Boeing 737 MAX Pulang ke AS, Korban Perang Tarif Trump
1. Trump Bantah Klaim Tiongkok Soal Tak Ada Negosiasi
Berbeda dengan pernyataan Tiongkok, Trump mengklaim bahwa telah terjadi pertemuan antara perwakilan AS dan Tiongkok dengan tujuan meredakan ketegangan dagang yang semakin meningkat. Ia menyebutkan bahwa pertemuan tersebut berlangsung pada Kamis (24/4/2025) pagi waktu setempat, meskipun tidak memberikan rincian lebih lanjut. Trump menambahkan bahwa informasi lebih lanjut mengenai proses negosiasi akan diungkapkan dalam waktu dekat.
Sebelumnya, Trump sempat mengindikasikan bahwa pembicaraan dengan Tiongkok berjalan “aktif” dan memberikan sinyal adanya potensi kesepakatan besar. Ia juga menyinggung kemungkinan pengurangan tarif secara signifikan, meskipun menekankan bahwa “itu tidak akan menjadi nol”. Namun, pernyataan Trump tersebut bertentangan dengan pandangan Menteri Keuangan AS, Scott Bessent, yang menyatakan bahwa negosiasi bahkan belum dimulai.
Bessent menilai situasi saat ini sebagai perang dagang yang tidak berkelanjutan. Ia mengkhawatirkan bahwa tarif balasan Tiongkok sebesar 125 persen terhadap produk-produk AS akan semakin mendorong hubungan perdagangan kedua negara menuju embargo ekonomi.
2. IMF Ingatkan Bahaya Global dari Konflik Dagang
Direktur Dana Moneter Internasional (IMF), Kristalina Georgieva, memperingatkan bahwa eskalasi ketegangan dagang antara AS dan Tiongkok berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap stabilitas ekonomi global. Ia menyoroti bahwa ketidakpastian yang timbul akibat kebijakan perdagangan telah “meningkat secara drastis” dan menempatkan dunia pada ujian yang signifikan.
“Saya tidak bisa cukup menekankan poin ini: tanpa kepastian, dunia usaha enggan berinvestasi, rumah tangga cenderung menabung, dan hal ini melemahkan pertumbuhan ekonomi,” tegas Georgieva, sebagaimana dikutip dari The Guardian, Jumat (25/4/2025).
IMF baru-baru ini merevisi turun proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 3,3 persen menjadi 2,8 persen untuk tahun ini. Georgieva menjelaskan bahwa kondisi ini semakin diperburuk karena banyak negara masih berjuang untuk pulih dari guncangan ekonomi sebelumnya. Ia menggambarkan suasana pertemuan IMF pekan ini dipenuhi dengan kecemasan di antara para anggotanya.
Georgieva juga menyerukan reformasi ekonomi di Tiongkok untuk mengurangi ketergantungan pada ekspor dan mendorong permintaan domestik. Menurutnya, langkah ini sangat penting di tengah perubahan kebijakan besar dari AS yang memicu ketegangan.
Lawan Dominasi China, Trump Perintahkan Penambangan Laut Dalam
Lawan Dominasi China, Trump Perintahkan Penambangan Laut Dalam
3. Boeing Rugi, Delegasi Global Cemas, Trump Tetap Menyerang
CEO Boeing, Kelly Ortberg, mengungkapkan bahwa dua pesawat telah dikembalikan oleh Tiongkok sebagai konsekuensi dari perang dagang. Satu pesawat tambahan diperkirakan akan menyusul dalam waktu dekat. Ortberg menjelaskan bahwa langkah ini merupakan dampak dari ketegangan tarif antara kedua negara yang saling memberlakukan bea masuk yang lebih tinggi.
Melalui akun Truth Social miliknya, Trump mengecam tindakan Tiongkok tersebut dan menyarankan agar Boeing mengajukan gugatan.
“Ini hanyalah contoh kecil dari apa yang telah dilakukan Tiongkok terhadap AS selama bertahun-tahun,” tulisnya. Ia juga kembali menuduh Tiongkok bertanggung jawab atas masuknya fentanil sintetis ke AS melalui Meksiko dan Kanada.
Sementara itu, diskusi di sela-sela pertemuan IMF dan Bank Dunia turut diwarnai dengan kekhawatiran terhadap kebijakan tarif Trump. Sejumlah negara menghadapi tarif 10 persen atas semua ekspor ke AS, dan 25 persen untuk produk utama seperti mobil. Masih belum jelas apakah tarif “resiprokal” yang lebih tinggi akan kembali diberlakukan setelah jeda 90 hari berakhir.
IMF Tunjuk Kepala Misi Baru untuk Suriah Setelah 14 Tahun
IMF Tunjuk Kepala Misi Baru untuk Suriah Setelah 14 Tahun