Ada yang bilang, diperlukan waktu lebih dari separuh abad untuk benar-benar menelusuri seluruh keindahan Indonesia. Saya pribadi sangat setuju dengan pernyataan itu!
Jika Anda bertanya pantai mana yang paling ingin saya kunjungi, tanpa ragu saya akan menjawab: semua pantai di Indonesia! Kekayaan wisata bahari Indonesia memang tak ada habisnya untuk dibahas, dan destinasi pantai selalu menjadi favorit saya!
Jika Sri Lanka memiliki Maldives, maka Indonesia dengan bangga mempersembahkan Maratua!
Maratua adalah salah satu dari sekian banyak pulau terluar yang terletak di Kalimantan Timur. Pulau seluas 35,5 km persegi ini memiliki bentuk memanjang menyerupai laguna, dikelilingi oleh keindahan terumbu karang yang mempesona. Maratua merupakan bagian dari perairan dengan ekosistem laut yang luar biasa, sangat cocok bagi para pecinta wisata bawah laut yang ingin snorkeling dan diving. Anda akan dimanjakan dengan pemandangan gerombolan ikan barakuda, hiu martil, dan ubur-ubur air tawar yang unik. Lokasinya juga berdekatan dengan destinasi terkenal lainnya, seperti Pulau Kakaban dan Sangalaki.
Sejujurnya, perjalanan ke Maratua ini adalah sebuah perjalanan yang tidak terencana. Awalnya, saya dan teman-teman berencana untuk pergi ke Berau-Derawan. Namun, setelah tiba di Berau dan beristirahat sejenak untuk makan, kami memutuskan untuk mengubah tujuan ke Maratua setelah melakukan riset singkat. Tanpa berpikir panjang, kami langsung mencari informasi mengenai penginapan di Maratua dan menemukan resort yang akan kami kunjungi melalui media sosial. Untungnya, meskipun sedang musim liburan, masih ada kamar yang tersedia untuk kami.
Setelah urusan penginapan beres, muncul masalah baru yang harus kami atasi: bagaimana cara menyeberang dari Berau ke Maratua? Menurut informasi dari seorang teman, ada penyeberangan melalui Pelabuhan Tanjung Batu, tetapi jaraknya sekitar 2 jam lagi dari lokasi kami. Teman saya juga hanya mengetahui adanya speedboat menuju Derawan, sementara saat itu jam sudah menunjukkan pukul 12 siang. Kami pun segera menghubungi pihak resort tempat kami menginap untuk menanyakan apakah masih ada speedboat yang berangkat ke Maratua. Untungnya, masih ada speedboat yang akan berangkat ke Maratua pada pukul 1 siang.
Kami merasa sangat beruntung, karena sangat jarang ada speedboat reguler yang menuju Maratua pada jam-jam siang. Saat itu, kami hanya memiliki waktu 15 menit untuk segera menuju dermaga Tanjung Redeb dari tempat kami makan. Kami pun bergegas secepat mungkin. Sesampainya di pelabuhan, kami membagi tugas: ada yang membawa barang, dan ada yang berlari untuk mendapatkan tiket di loket. Usaha tidak pernah mengkhianati hasil! Kami berhasil mendapatkan speedboat untuk menyeberang ke Maratua!
Perjalanan ke Maratua memakan waktu 3 jam menggunakan speedboat dari Berau. Awalnya, kami melewati perairan dengan air berwarna cokelat, di mana sejauh mata memandang, saya melihat banyak kapal tongkang yang mengangkut batu bara. Kemudian, air berubah menjadi biru laut. Gerimis yang turun di Berau saat itu membuat permukaan air laut sedikit naik, tetapi untungnya tidak sampai menyebabkan gelombang tinggi, sehingga perut saya masih aman (tidak mual). Setelah 3 jam melewati ombak, dari kejauhan saya melihat warna biru laut mulai berubah menjadi hijau toska. Pulau yang saya yakini sebagai tujuan kami pun mulai terlihat. Akhirnya, kami tiba di dermaga utama Pulau Maratua, di mana airnya sudah berubah menjadi lebih jernih, bahkan menyerupai kaca.
Dari dermaga, kami dijemput menggunakan mobil bak terbuka. Ternyata, dari situ kami masih harus menempuh perjalanan selama 10 menit, sekaligus naik speedboat kecil untuk menyeberang ke sisi pulau yang lain. Ternyata, resort kami belum memiliki akses jalur darat langsung dari pulau utama.
Kami tiba di resort sekitar pukul 4 sore, dan disambut dengan handuk dingin, welcome drink, serta camilan sore sambil menunggu proses check-in. Setelah proses check-in selesai dan kami menaruh barang-barang di kamar, kami tidak membuang waktu dan segera bergegas untuk berenang. Meskipun masih gerimis, laut yang tenang ini, yang merupakan kolam alami yang mengelilingi resort, menjadi saksi betapa bersyukurnya saya hidup di Indonesia.
Awan mendung masih menutupi langit, yang menjadi alasan mengapa matahari terbenam tidak begitu terlihat memerah pada hari itu. Gumpalan awan dari menit ke menit berubah menjadi gelap, dan malam pun tiba. Malam pertama saya di Maratua terasa berbeda dari malam-malam yang saya dan teman-teman lalui selama road trip di hari-hari sebelumnya. Suasana sunyi yang dipadukan dengan debur ombak, aroma asin, angin laut malam, dan bintang-bintang yang mulai menampakkan diri, adalah gambaran seorang introvert yang sedang menikmati kesunyiannya.