Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh sahabat Kompasianer dan juga para Pembaca Setia yang telah meluangkan waktunya untuk menyimak artikel ini. Tulisan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian pengalaman pribadi kami, yang mengisahkan perjalanan dalam mewujudkan satu demi satu impian kami berdua.
Setelah membagikan kisah tentang lima keajaiban Dunia, melalui tulisan ini, saya ingin mengajak Anda untuk turut serta menyaksikan keajaiban dunia yang keenam: Tembok Raksasa China, yang di dunia internasional lebih dikenal dengan sebutan The Great Wall. Kemudian, keajaiban dunia yang ketujuh adalah Borobudur, yang terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Tengah. Sebagai warga negara Indonesia, kemungkinan besar kita semua pernah berkunjung ke sana.
Tembok China, atau Great Wall, terkenal dengan struktur megahnya yang terdiri dari 8 bagian utama (stage). Setiap bagian memiliki lebih dari 100 anak tangga yang ukurannya tidak beraturan. Sangat sedikit pengunjung yang mampu menaklukkan kedelapan bagian tersebut.
Di bagian (stage) keempat, terdapat sertifikat sebagai tanda bukti bahwa Anda telah mengunjungi Great Wall. Ini menjadi semacam tolok ukur bagi wisatawan yang berkunjung ke destinasi ikonik ini.
Pada bulan November tahun 1999, kami melakukan perjalanan ke China khusus untuk mengunjungi Tembok Raksasa ini. Kami bergabung dengan tur yang mengantarkan kami sampai ke lokasi.
Kami berhasil mendaki hingga bagian (stage) ketujuh. Namun, tiba-tiba kami mendengar panggilan yang meminta kami untuk segera turun karena bus yang membawa kami akan segera berangkat meninggalkan lokasi Tembok China.
Kami pun bergegas menuruni tangga dan mendapati bus sudah menunggu. Seluruh penumpang sudah berada di dalam bus, kecuali kami berdua.
Akhirnya, bus meninggalkan lokasi dan kembali menuju hotel tempat kami menginap.
Kesimpulan:
Untuk mendaki Tembok China, dibutuhkan stamina dan kondisi fisik yang prima. Hal ini dikarenakan tangga-tangga yang harus dilalui memiliki ukuran yang berbeda-beda, yang dapat menyebabkan kelelahan dan membutuhkan kehati-hatian ekstra agar tidak terjatuh.
Ada sebuah ungkapan populer yang mengatakan bahwa belum lengkap rasanya mengunjungi China jika belum melihat Tembok China. Kami sendiri tidak sempat mengambil sertifikat karena langsung melanjutkan pendakian ke tingkat kelima, keenam, dan ketujuh.
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kesehatan lahir dan batin yang telah diberikan, serta atas kesempatan untuk merasakan sensasi mendaki The Great Wall.
Semoga semua pembaca yang saat ini masih dalam proses mewujudkan impian-impiannya, segera dapat menyaksikan impian tersebut menjadi kenyataan.
Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh sahabat Kompasiana yang telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan saya ini.
9 April 2025.
Salam hangat,
Roselina.