“`html
Kisah ini adalah kelanjutan dari serangkaian pengalaman yang kami alami dalam perjalanan mewujudkan mimpi-mimpi kami. Masih banyak tempat menarik yang telah kami kunjungi dan belum sempat saya bagikan.
Sebagai informasi, kami telah menginjakkan kaki di lima benua, yaitu:
Benua Asia, Benua Amerika, Benua Australia, Benua Afrika, Benua Eropa.
Selain itu, kami juga berkesempatan mengunjungi tujuh keajaiban dunia, antara lain:
Borobudur, Tembok China, Menara Eiffel, Menara Pisa, Grand Canyon, Niagara Falls, Piramid.
Semua ini adalah impian yang satu per satu menjadi kenyataan. Kami sangat bersyukur kepada Tuhan atas segala karunia yang telah dilimpahkan kepada kami. Setelah melewati masa-masa sulit dalam hidup, akhirnya kami menemukan titik balik yang mengubah jalan hidup kami.
Saya sudah pernah bercerita tentang Menara Pisa di Italia, Piramid di Mesir, Grand Canyon di Amerika, dan Niagara Falls yang terletak di perbatasan Amerika Serikat dan Kanada.
Sekarang, mari kita simak cerita tentang Menara Eiffel yang ikonik, yang terletak di Paris, ibu kota Perancis.
Pada suatu hari di bulan Februari 2011, putra kedua kami bertanya apakah kami tertarik untuk berkunjung ke Jepang dan Perancis. Kebetulan ada promosi menarik dari sebuah maskapai penerbangan yang bekerja sama dengan beberapa hotel.
Tentu saja kami sangat tertarik! Putra kami, Irwan, segera membelikan tiket untuk keberangkatan ke Jepang pada tanggal 10 Maret dan ke Perancis pada tanggal 6 April tahun 2011.
Kami pun mulai mengurus visa untuk Jepang dan Perancis. Sayangnya, visa untuk Jepang tidak kunjung keluar, sehingga perjalanan ke Jepang harus dibatalkan.
Hikmah di Balik Penolakan Visa
Awalnya, saat menerima kabar dari kedutaan Jepang bahwa permohonan visa kami ditolak, kami tentu merasa kecewa.
Namun, ternyata ada hikmah tersembunyi di balik penolakan visa kami ke Jepang.
Pada tanggal 11 Maret, kami mendengar berita tentang terjadinya Tsunami dahsyat di Tohoku, wilayah yang seharusnya kami kunjungi. Kami sangat bersyukur kepada Tuhan karena visa kami tidak disetujui. Entah apa yang akan terjadi jika kami berada di sana. Ini benar-benar sebuah berkat yang terselubung bagi kami.
Visa ke Perancis sudah kami dapatkan, maka pada tanggal 6 April, kami terbang menuju Paris dan menginap di Hotel Metropol.
Di Paris, tujuan utama kami adalah mengunjungi Menara Eiffel. Namun, antrean untuk naik ke atas menara sangat panjang.
Saat itu, telepon kami berdering. Ternyata putra pertama kami menyarankan untuk mengatakan bahwa kami ingin makan di restoran yang berada di atas menara, agar tidak perlu mengantre, meskipun harga makanannya sedikit lebih mahal.
Kami pun menuju loket restoran dan mendapatkan tiket untuk langsung naik lift ke restoran. Sesampainya di atas, ternyata restoran sudah penuh dan tidak bisa menerima tamu lagi. Akhirnya, kami bergabung dengan antrean pengunjung lain yang sudah berada di atas menara.
Kesimpulan:
Kami sangat bersyukur karena anak-anak kami sangat menyayangi kami. Tanpa kami minta, mereka memberikan berbagai hadiah, mulai dari gadget seperti HP dan laptop, hingga jaket, mobil, dan kesempatan berlibur ke luar negeri.
Kami memanjatkan syukur kepada Tuhan dan berdoa agar anak-anak kami selalu sehat dan sukses dalam meraih cita-cita mereka.
Kami tidak pernah meminta apapun dari anak-anak kami. Oleh karena itu, setiap perhatian yang mereka berikan merupakan ungkapan kasih sayang yang tulus dari hati mereka.
Seperti yang selalu saya sampaikan, tulisan ini adalah cara saya berbagi kebahagiaan. Saya berharap kisah ini dapat menjadi inspirasi dan motivasi bagi semua orang yang sedang berjuang untuk mewujudkan impian mereka.
Semoga setiap orang yang membaca tulisan ini diberikan kesempatan yang sama seperti yang kami alami, yaitu kesehatan lahir dan batin, serta kesuksesan dalam mewujudkan impian hidup masing-masing.
Terima kasih kepada semua sahabat di Kompasiana yang telah meluangkan waktu untuk membaca tulisan ini.
8 April 2025.
Salam hangat,
Roselina.
“`