Ragamutama.com JAKARTA. Prospek cerah membayangi PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Analis memperkirakan, kinerja keuangan perusahaan tambang nikel ini akan semakin solid mulai tahun 2025, seiring dengan dimulainya penjualan bijih nikel (nikel ore).
Momentum positif ini didukung oleh target ambisius INCO untuk merampungkan tiga fasilitas pengolahan nikel (smelter) yang mengadopsi teknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL) dalam rentang waktu 2025-2026.
Oktavianus Audi, VP Marketing, Strategy & Planning Kiwoom Sekuritas, menyoroti bahwa operasional proyek-proyek baru akan menjadi katalis pertumbuhan kinerja INCO di masa depan.
“Potensi kontribusi penjualan diperkirakan mencapai 1,7 juta wmt saprolite pada tahun 2025, yang berasal dari 1,4 juta wet metric ton (WMT) dari Bahodopi dan 300.000 WMT dari Pomalaa,” ungkapnya kepada Kontan.co.id, pada Rabu (26/3).
Intip Rekomendasi Saham Vale Indonesia (INCO) yang Tertekan Harga Nikel
Senada dengan itu, Analyst Buana Capital, Dennis Tay, memprediksi INCO akan mulai membukukan penjualan bijih limonit sekitar 5,3 juta WMT pada tahun 2025. Langkah ini berpotensi mendatangkan tambahan pendapatan sekitar US$ 85 juta selama periode tersebut.
Di sisi lain, bisnis nikel matte diproyeksikan tetap stabil, dengan tingkat produksi tahunan sekitar 70.000 metrik ton (MT). Proyeksi harga jual rata-rata (Average Selling Price/ASP) diperkirakan berada di level US$ 12,7 ribu per ton.
“Dari segi biaya, kami meyakini INCO mampu mempertahankan biaya tunai di bawah US$ 10.000 per ton,” imbuhnya.
INCO Chart by TradingView
Meski demikian, Oktavianus memberikan catatan bahwa ada potensi kenaikan beban INCO seiring dengan penyesuaian tarif bijih nikel sebesar 4%-9%.
Faktor risiko lainnya yang perlu diperhatikan adalah potensi penurunan harga nikel, terutama jika permintaan baterai kendaraan listrik (EV) mengalami penurunan dan Indonesia tidak melakukan pembatasan produksi. Kondisi ini berpotensi menekan pendapatan INCO.
Laba Vale Indonesia (INCO) Turun di 2024, Cek Prospek Kinerja & Rekomendasi Sahamnya
Selain itu, peningkatan kebutuhan akan batubara di tengah harga batubara yang cenderung stagnan juga dapat memicu kenaikan beban biaya operasional perseroan.
Terlepas dari tantangan tersebut, Oktavianus tetap optimis bahwa INCO mampu mencatatkan pertumbuhan pendapatan sebesar 3,9% secara tahunan (year on year/yoy) menjadi Rp 15,9 triliun pada tahun 2025. “Pendorong utamanya adalah peningkatan produksi dari proyek Bahodopi dan Pomalaa,” jelasnya.
Dennis juga sependapat, memproyeksikan pertumbuhan kinerja INCO, dengan pendapatan diperkirakan meningkat 2,52% yoy menjadi US$ 974 juta. Laba bersih juga diprediksi melonjak 24,13% yoy menjadi US$ 72 juta.
Tarif Royalti Nikel Berpeluang Naik, Vale Indonesia (INCO) Tidak Mau Berspekulasi
Dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, Buana Capital mempertahankan rating hold dengan target harga Rp 2.720 per saham. Sementara itu, Kiwoom Sekuritas Indonesia merekomendasikan trading buy dengan target harga Rp 2.740 per saham.