Ragamutama.com – Rencana kegiatan studi tur sebuah sekolah ke Bali pada Juni 2025 memicu keluhan dari seorang wali murid, yang kemudian menyoroti SMK Karya Pembaharuan Kabupaten Bekasi.
Sang ibu menyampaikan keluhannya kepada Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengenai biaya yang harus dibayarkan sebesar Rp6 juta untuk acara yang diklaim sebagai studi tur ke Bali tersebut.
Menanggapi hal tersebut, pihak sekolah akhirnya memberikan klarifikasi terkait permasalahan yang terjadi.
Setelah viralnya kabar ini di berbagai platform media sosial, pihak sekolah menegaskan bahwa kegiatan tersebut bukanlah studi tur, melainkan acara perpisahan.
Namun demikian, SMK Karya Pembaharuan akhirnya membatalkan rencana kegiatan yang sedianya akan dilaksanakan pada Juni 2025.
Pembatalan ini dilakukan setelah SMK tersebut mendapatkan peringatan dari Dedi Mulyadi, yang menerima aduan langsung dari wali murid yang merasa keberatan dengan biaya yang dikenakan untuk kegiatan tersebut.
Kepala SMK Karya Pembaharuan, Ahmad Tetuko Taqiyudin, menyampaikan hal ini setelah dipanggil oleh Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah III Jawa Barat pada hari Jumat, 25 April 2025.
“Kami berusaha kooperatif dan mengikuti aturan yang berlaku. Artinya, kegiatan tersebut ditiadakan,” ujarnya.
Dengan adanya pembatalan ini, tradisi kegiatan perpisahan di luar kota yang rutin diadakan selama beberapa tahun terakhir pun dihentikan.
Menurutnya, kegiatan ini merupakan acara perpisahan bagi siswa dan siswi.
Kegiatan ini telah menjadi tradisi tahunan sebagai momen kenangan bagi siswa dan siswi setelah menempuh pendidikan selama tiga tahun.
Ternyata, sekolah telah beberapa tahun terakhir menggelar acara perpisahan di Bali dan Yogyakarta.
“Perlu diluruskan bahwa SMK Karya Pembaharuan sejak awal berdirinya tidak pernah mengadakan studi tur, melainkan acara perpisahan setelah ujian nasional dan kelulusan siswa,” jelas Tetuko.
“Untuk ke Bali baru sekali tahun kemarin, sebelumnya perpisahannya diadakan di Jogja,” ungkap Tetuko.
Selain itu, Tetuko juga membantah mengenai besaran biaya kegiatan perpisahan yang mencapai Rp5-6 juta seperti yang diadukan wali murid kepada Dedi Mulyadi.
Ia menjelaskan bahwa sejak penerimaan siswa baru, wali murid telah menyetujui biaya bulanan sebesar Rp 300.000 yang harus dikeluarkan selama tiga tahun.
Biaya ini meliputi sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) sebesar Rp 150.000, tabungan akhir ujian kelas hingga ijazah sebesar Rp 50.000, dan biaya perpisahan ke Bali sebesar Rp 100.000.
Jumlah tersebut terdiri dari sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) Rp150.000, tabungan akhir ujian kelas sampai ijazah Rp50.000, dan perpisahan ke Bali Rp100.000.
Nilai tersebut telah disepakati oleh wali murid sejak awal berdasarkan surat penerimaan siswa baru.
Mengacu pada kesepakatan tersebut, Tetuko menyatakan bahwa total biaya perpisahan di Bali bukanlah Rp5-6 juta, melainkan Rp3,6 juta.
“Perpisahan yang disepakati untuk angkatan tahun ini, sejak mereka kelas 10 pada tahun ajaran 2022/2023, adalah sebesar Rp100.000 per bulan selama tiga tahun, dengan total Rp3,6 juta,” jelasnya.
“Selama tiga tahun ini, tidak ada satupun wali murid yang mengeluhkan kegiatan perpisahan ini. Semua berjalan sesuai kesepakatan,” ungkap Tetuko.
Adapun total biaya iuran yang sudah terkumpul mencapai Rp500 juta.
Jumlah ini berasal dari iuran 179 siswa kelas 12 sebesar Rp100.000 per bulan sejak awal masuk tahun ajaran baru 2022/2023.
Sayangnya, sebagian iuran yang telah terkumpul sudah terlanjur digunakan untuk memesan kamar hotel, bus, seragam perpisahan, dan makanan.
“Total uang yang digunakan untuk pemesanan mencapai ratusan juta,” jelas Tetuko.
Setelah kegiatan ini dibatalkan, pihak sekolah berjanji akan mengembalikan iuran kegiatan perpisahan kepada wali murid.
“Pengembalian akan dilakukan setelah kelulusan, bersamaan dengan penerimaan ijazah,” imbuhnya.
Setelah kegiatan perpisahan ke Bali dibatalkan, pihak sekolah akan mempertimbangkan untuk mengadakan perpisahan di lingkungan sekolah saja.
“Ya, kita akan selenggarakan secara internal saja, mungkin di dalam lingkungan sekolah,” pungkas Tetuko.
Sebelumnya diberitakan bahwa Dedi Mulyadi menerima aduan tersebut saat mengunjungi salah satu daerah di Kabupaten Bekasi pada Kamis, 24 April 2025.
Aduan tersebut direkam melalui ponsel Dedi dan diunggah di akun Instagram pribadinya, @dedimulyadi71.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, langsung menunjukkan ekspresi serius saat mendengar aduan dari warga di Bekasi tersebut.
“Saya sedang berada di Bekasi saat ini, dan ada seorang warga yang mengadu. SMK mana?” tanya Dedi Mulyadi, seperti dikutip dari unggahan di media sosialnya pada Kamis, 24 Mei 2025.
“SMK Karya Pembaharuan,” jawab seorang ibu berbaju merah marun.
Wanita tersebut kemudian menjelaskan secara rinci terkait permasalahan yang dialaminya.
“Kami tetap akan melakukan perjalanan (studi tur) ke Bali. Bagaimana dengan program bapak yang melarang studi tur?,” tutur ibu tersebut.
Kemudian, Dedi mencoba menanyakan berapa biaya yang harus dikeluarkan orang tua untuk studi tur ke Bali tersebut.
Ibu tersebut mengungkapkan bahwa anaknya yang bersekolah di SMK Karya Pembaharuan Bekasi diminta untuk mengikuti studi tur ke Bali dengan sistem pembayaran cicilan sebesar Rp150.000 per bulan.
“Selama tiga tahun, kami diwajibkan membayar Rp150.000 per bulan,” jawab perempuan tersebut.
Menanggapi keluhan ini, Dedi kemudian menanyakan total biaya keseluruhan untuk studi tur tersebut.
“Jadi, totalnya berapa?” tanya Dedi.
“Jadi, bersama SPP itu Rp300.000, lalu kami juga diwajibkan membayar untuk akhir tahun dan biaya lainnya.”
“Total semua untuk biaya ke Bali itu, kalau tidak salah, Rp5 juta sampai Rp6 juta Pak,” ujar ibu tersebut kepada Dedi.
Mendengar total biaya tersebut, Dedi langsung memberikan peringatan tegas kepada sekolah terkait.
“Buat SMK Karya Pembaharuan, seluruh Bekasi mendengarkan, tolong hentikan rencana ke Bali,” tegas Dedi.
“Kewenangan dari izin yayasan tersebut ada di Pemerintah Provinsi Jawa Barat,” imbuhnya.
Dia menegaskan tidak akan ragu untuk mengambil tindakan tegas bagi sekolah yang melanggar larangan studi tur yang ditetapkan oleh Gubernur Jabar.
“Kami tidak segan untuk mengambil tindakan nyata bagi sekolah tersebut apabila terus memaksakan kehendak,” tegas Dedi.
“Ini adalah keluhan langsung dari orang tuanya,” sambung Dedi.
Sambil memperlihatkan orang tua siswa yang mengadu tersebut, Dedi kembali menanyakan apa yang dirasakan oleh orang tua ini mengenai studi tur tersebut.
“Betul Pak, terbebani Pak, berat Pak,” timpal orang tua siswa tersebut.
Dedi kemudian menegaskan bahwa Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat telah diminta untuk segera menghubungi pihak sekolah guna menyampaikan instruksi penghentian kegiatan tersebut.
“Hari ini saya juga akan meminta Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, Plt-nya, untuk menelepon kepala sekolahnya,” ungkap Dedi.