JAKARTA, KOMPAS.com – Bank Indonesia (BI) meningkatkan besaran Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) menjadi 5 persen dari dana pihak ketiga (DPK) mulai 1 April 2025.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, peningkatan insentif tersebut dilakukan untuk sektor perumahan, termasuk perumahan rakyat.
Adapun besaran insentifnya akan dinaikkan secara bertahap dari Rp 23 triliun menjadi sekitar Rp 80 triliun.
“Peningkatan insentif KLM dari paling besar 4 persen menjadi paling besar 5 persen dari DPK,” ujarnya saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Baca juga: Menyelisik Perluasan Kebijakan KLM Bank Indonesia, untuk Si(apa)?
Sebagai informasi, lewat KLM, bank sentral memberikan insentif berupa pengurangan giro wajib minimum (GWM) atau dana simpanan perbankan di BI apabila menyalurkan kredit ke sektor usaha yang telah ditentukan.
Dengan kata lain, bank yang memberikan kredit ke sektor tertentu bakal mendapat tambahan likuiditas dengan dikuranginya setoran wajib di bank sentral.
Dengan adanya perubahan ini, maka melalui KLM, bank berpotensi menerima pengurangan GWM hingga 5 persen dari ketentuan yang berlaku sebesar 9 persen terhadap DPK perbankan.
Artinya, bank berpotensi hanya menyetor GWM sebesar 4 persen dari ketentuan KLM.
Baca juga: Mulai 14 Maret 2025, BI Gratiskan Biaya Layanan QRIS untuk Rumah Sakit, Tempat Wisata, hingga MRT dan KRL
Untuk diketahui, sejak 1 Januari 2025, KLM diarahkan untuk mendorong kredit perbankan untuk mendukung pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja.
Selama itu, insentif KLM telah disalurkan pada sektor-sektor antara lain sektor pertanian, perdagangan dan manufaktur, transportasi, pergudangan dan pariwisata, serta ekonomi kreatif, konstruksi, real estate, dan perumahan rakyat, serta UMKM, Ultra Mikro, dan hijau.
Tercatat, hingga pekan kedua Februari 2025, BI telah memberikan insentif KLM sebesar Rp 295 triliun.
Pemberian insentif tersebut meningkat Rp 36 triliun dari Rp 259 triliun pada akhir Oktober 2024.
Insentif dimaksud telah diberikan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp 129,2 triliun, bank swasta sebesar Rp 131,9 triliun, bank perekonomian daerah (BPD) sebesar Rp 28,7 triliun, dan kantor cabang bank asing (KCBA) sebesar Rp 4,9 triliun.
Baca juga: Simak Rincian 56 Industri Padat Karya yang Karyawannya Dapat Insentif PPh Pasal 21 DTP