Ironi Kota Wisata: Menggugat Pemakluman Sampah yang Merusak Pemandangan

- Penulis

Rabu, 9 April 2025 - 02:24 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Artikel ini ditulis saat nuansa Lebaran masih terasa, ketika sekelompok pelancong menikmati kegembiraan liburan. Sementara itu, sebagian warga kota – termasuk saya – merasakan campuran antara syukur dan sedikit kekecewaan.

Saya menetap di sebuah kota kecil yang terletak di Pulau Sumatera, yang dikenal luas sebagai kota tujuan wisata. Daya tarik alamnya yang memukau, kekayaan tradisi budayanya, serta keistimewaan kuliner lokal menjadi modal utama untuk menopang kehidupan kota ini. Momen libur Lebaran baru-baru ini menjadi salah satu peluang penting dalam setahun untuk menggairahkan roda perekonomian bagi banyak warga yang sumber penghidupannya bergantung pada sektor pariwisata, termasuk diri saya.

Selama lebih dari satu dekade terakhir, saya telah terlibat dalam persaingan di dunia bisnis pariwisata di kota ini, khususnya sebagai penyedia akomodasi penginapan. Di tengah ramainya pemberitaan tentang penurunan daya beli masyarakat yang mencerminkan kondisi ekonomi yang kurang menggembirakan, saya dan rekan-rekan pelaku usaha masih memiliki harapan bahwa periode liburan kali ini dapat membantu kami bertahan.

Kenyataannya, kota kami memang dipadati pengunjung. Sektor pariwisata seakan mendapatkan momentumnya kembali. Penginapan terisi penuh, pasar tradisional ramai, dan antrean panjang terlihat di berbagai restoran. Bisa dibayangkan bagaimana suasana di berbagai objek wisata di kota kami; sangat ramai.

Sejujurnya, kami merasa senang. Ini adalah saatnya para wisatawan menikmati keindahan kota kami; menikmati kesenangan liburan. Dan, seperti layaknya musim liburan, momen ini juga “dihiasi” oleh kemacetan lalu lintas, serta “dikelilingi” oleh tumpukan sampah di berbagai lokasi.

Baca Juga :  10 Destinasi Wisata Terpopuler di Asia, Bali Nomor 1

Kemacetan dan sampah, tampaknya menjadi dua elemen yang melekat pada destinasi wisata pada umumnya, terutama saat musim liburan tiba. Kemacetan dan sampah, seolah menjadi permasalahan yang mengganggu tidak hanya para wisatawan, tetapi juga penduduk setempat. Meskipun demikian, berdasarkan pengamatan saya selama ini, tampaknya pemerintah daerah lebih siap dalam mengantisipasi masalah kemacetan, dibandingkan dengan penanganan tumpukan sampah.

Titik-titik kemacetan biasanya sudah dapat diprediksi, dan kepadatan lalu lintas diantisipasi dengan berbagai cara, seperti pengalihan jalur, sistem buka-tutup jalan, penyediaan area parkir tambahan, atau penyediaan transportasi umum. Sementara kemacetan adalah masalah yang penanganannya dapat direncanakan jauh hari, hal ini berbeda dengan permasalahan sampah. Sampah menjadi isu klasik yang pada akhirnya “memaksa” kita untuk menerima bahwa keberadaan sampah di kota wisata saat liburan adalah hal yang lumrah.

Apakah tidak ada petugas kebersihan di lokasi wisata? Jawabannya, tentu saja ada, tetapi jumlahnya kurang; tidak mencukupi untuk menangani volume sampah yang melonjak.

Apakah tidak disediakan tempat pembuangan sampah? Jawabannya pasti ada, tetapi frekuensi pengosongan tempat sampah tidak sebanding dengan kecepatan penumpukan sampah.

Apakah tidak ada peraturan yang melarang pengunjung membuang sampah sembarangan? Jawabannya, peraturan tersebut sudah lama ada, tetapi bagi saya, keberadaannya hanya sebatas formalitas, tanpa ada perhatian terhadap implementasinya.

Semua orang seolah dipaksa untuk menerima bahwa saat musim liburan, banyak petugas yang juga ikut berlibur. Semua orang seolah dipaksa untuk menerima bahwa peraturan daerah sulit ditegakkan karena tidak adanya (keberadaan dan keberanian) petugas yang berwenang untuk menegakkan peraturan tersebut. Dan semua orang seolah dipaksa untuk menerima bahwa itulah kebiasaan yang sudah sulit diubah; padahal, kita sendirilah yang membentuk dan melanggengkan kebiasaan tersebut secara turun-temurun.

Baca Juga :  Conclave, Drama di Balik Tembok Vatikan

Mengapa terasa sulit mencari solusi untuk masalah ini? Mengapa ketidakdisiplinan pengendara – yang menjadi salah satu penyebab kemacetan – tidak dianggap sebagai kebiasaan yang tidak bisa diubah, seperti halnya membuang sampah? Mengapa kemacetan dapat diantisipasi, sementara sampah tidak?

Pertanyaan selanjutnya adalah, apakah mereka benar-benar tidak menyadari dampak negatif yang ditimbulkan oleh sampah? Tidak tahu, atau tidak peduli?

Wisatawan yang membuang sampah di lokasi wisata mungkin merasa tidak akan terkena dampak langsung karena mereka tidak tinggal di daerah tersebut. Jadi, mungkin mereka merasa “aman-aman saja”, baik dari segi kesehatan, maupun dari jeratan hukum karena jarang melihat adanya tindakan dari aparat.

Lalu, apakah warga kota tidak merasa terganggu dengan masalah ini? Mungkin sebagian orang merasa bahwa itu bukan tanggung jawab mereka. Pemerintah, yang umumnya menjadi pihak yang disalahkan, dapat menyiapkan seribu satu alasan untuk membela diri. Lalu, sampai kapan kita harus terus menutup mata terhadap tumpukan dan serakan sampah? Padahal, tempat wisata tidak hanya menjadi tujuan para wisatawan, tetapi juga tempat para warga mencari nafkah.

Pada akhirnya, penerimaan kembali menjadi jawabannya; destinasi wisata dengan sampah berserakan itulah yang kami tawarkan. Sungguh ironis.

*

Dessy Liestiyani – pengelola penginapan, pelaku pariwisata di kota wisata

Berita Terkait

Vale Indonesia Berdayakan Warga: Reklamasi Tambang Libatkan Komunitas Lokal
Ipeka Palembang Fun Run 2025: Lari Seru Bangun Karakter dan Solidaritas!
Naskah Sunda Kuno Mendunia: UNESCO Akui Warisan Memory of The World
Indonesia Promosikan Pariwisata Unggulan di World Expo Osaka 2025
Lima Warisan Dokumenter Indonesia Resmi Diakui UNESCO
Rayakan Galungan di Bali: Panduan Aktivitas Liburan Penuh Makna!
Vale Indonesia: Menjaga Integritas Bisnis Demi Manusia dan Alam
Rahasia Terungkap: Alasan Batu Rosetta Punya Tiga Tulisan Kuno

Berita Terkait

Selasa, 15 April 2025 - 05:43 WIB

Vale Indonesia Berdayakan Warga: Reklamasi Tambang Libatkan Komunitas Lokal

Selasa, 15 April 2025 - 04:55 WIB

Ipeka Palembang Fun Run 2025: Lari Seru Bangun Karakter dan Solidaritas!

Selasa, 15 April 2025 - 03:20 WIB

Naskah Sunda Kuno Mendunia: UNESCO Akui Warisan Memory of The World

Senin, 14 April 2025 - 23:59 WIB

Indonesia Promosikan Pariwisata Unggulan di World Expo Osaka 2025

Senin, 14 April 2025 - 23:28 WIB

Lima Warisan Dokumenter Indonesia Resmi Diakui UNESCO

Berita Terbaru

finance

5 Ide Bisnis Foto Prewedding Unik dan Menguntungkan

Rabu, 16 Apr 2025 - 01:15 WIB