Ragamutama.com – Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) selama sepekan perdagangan ini, dimulai dari hari Senin hingga Kamis, tanggal 14 sampai 17 April 2025, diperkirakan masih akan menunjukkan tren yang kurang menggembirakan.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, berpendapat bahwa IHSG akan terus mengalami fluktuasi, dipengaruhi tidak hanya oleh efek perang dagang global, tetapi juga oleh fundamental ekonomi Indonesia sendiri.
Dari sudut pandang domestik, Bhima menyoroti bahwa pelemahan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya permintaan atau daya beli masyarakat serta penurunan penjualan ritel. Bahkan, momen-momen penting seperti bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri pun belum mampu mendongkrak pergerakan ekonomi secara signifikan.
Pria yang Kerap Meremehkan Pekerjaan Rumah Tangga Seringkali Tumbuh dalam 7 Lingkungan Ini
“Jadi, faktor eksternal memang berpengaruh, tetapi yang lebih menekan IHSG dan nilai tukar rupiah adalah kinerja ekonomi dalam negeri yang kurang memuaskan, ditambah lagi dengan isu-isu transparansi yang ramai diperbincangkan serta proses penyusunan RUU yang menimbulkan polemik,” ujar Bhima kepada JawaPos.com, seperti yang dikutip pada Senin (14/4).
“Minggu ini juga akan ada pembahasan mengenai RUU Polri, dan hal ini berpotensi menambah dinamika serta meningkatkan persepsi risiko di mata para investor,” lanjut Bhima.
Sebagai informasi tambahan, IHSG sebelumnya menutup perdagangan pada level 6.262 di akhir pekan, tepatnya pada hari Jumat, 11 April 2025. Angka ini menunjukkan penurunan sekitar -3,9 persen dibandingkan dengan performa pada pekan sebelumnya.
David Kurniawan, seorang Equity Analyst dari PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), mengidentifikasi adanya 2 sentimen global dan 1 sentimen domestik yang menjadi penyebab utama penurunan IHSG selama sepekan, dari tanggal 7 hingga 11 April 2025. Sentimen global tersebut meliputi pergerakan harga emas (gold) dan kebijakan tarif yang diterapkan oleh Donald Trump.
Ditawari Rp 20 Miliar, Ketua PN Jaksel Minta Rp 60 Miliar
Berkaitan dengan kebijakan tarif Donald Trump, pemerintahan Presiden Donald Trump kembali menerapkan tarif impor yang tinggi, termasuk tarif sebesar 145 persen untuk produk-produk yang berasal dari Tiongkok. David menjelaskan bahwa kebijakan ini memicu kekhawatiran akan terjadinya perang dagang yang berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global.
“Dampaknya terasa di berbagai bursa saham di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, di mana Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang cukup signifikan, mencapai 7,9 persen pada tanggal 8 April 2025,” ungkap David.
Sementara itu, dari dalam negeri, David menyoroti adanya optimisme dari Pemerintah, di mana Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa dampak dari tarif AS terhadap ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengurangi pertumbuhan sebesar 0,3 hingga 0,5 poin persentase.
Namun, dengan adanya penundaan selama 90 hari, pemerintah berencana untuk melakukan serangkaian langkah deregulasi, pemotongan pajak, dan pelonggaran kebijakan impor dengan tujuan untuk meminimalisir dampak negatif yang mungkin timbul. “Langkah-langkah ini diharapkan dapat menjaga stabilitas ekonomi dan sekaligus menarik kembali minat para investor untuk berinvestasi di Indonesia,” pungkasnya.