Ragamutama.com – Pada penutupan perdagangan Jumat, 11 April 2025, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat berada pada level 6.262. Angka ini menunjukkan penurunan signifikan sebesar kurang lebih -3,9 persen jika dibandingkan dengan performa IHSG pada pekan sebelumnya.
David Kurniawan, Equity Analyst dari PT Indo Premier Sekuritas (IPOT), mengidentifikasi tiga faktor utama yang memicu koreksi IHSG selama periode 7-11 April 2025. Dua di antaranya berasal dari sentimen global, yaitu dinamika harga emas (gold) dan kebijakan tarif yang diterapkan oleh Donald Trump, sementara satu lagi bersumber dari kondisi domestik.
Lebih lanjut, David menjelaskan bahwa harga emas telah mengalami lonjakan hingga menembus angka USD 3.200 per ons. Kenaikan ini didorong oleh pelemahan nilai tukar Dolar AS serta meningkatnya permintaan terhadap aset yang dianggap safe haven, di tengah ketidakstabilan pasar dan eskalasi ketegangan perdagangan global.
“Para investor cenderung mengalihkan perhatian mereka ke emas sebagai strategi perlindungan nilai terhadap potensi resesi ekonomi dan fluktuasi mata uang yang tak terduga,” ujar David dalam analisisnya yang diterima oleh redaksi JawaPos.com, pada hari Minggu (13/4).
Berkaitan dengan kebijakan tarif Donald Trump, pemerintahan Presiden Donald Trump kembali mengimplementasikan tarif impor yang tinggi, termasuk pengenaan tarif sebesar 145 persen terhadap produk-produk yang berasal dari Tiongkok. David menekankan bahwa langkah ini memicu kekhawatiran serius mengenai kemungkinan terjadinya perang dagang yang berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi global.
“Dampak dari kebijakan ini sangat terasa di berbagai bursa saham di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga mencapai 7,9 persen pada tanggal 8 April 2025,” jelas David.
Dari sisi domestik, David menyoroti optimisme yang ditunjukkan oleh Pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa dampak tarif yang diterapkan oleh AS diperkirakan akan mengurangi pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,3 hingga 0,5 poin persentase.
Namun, dengan adanya masa penundaan selama 90 hari, pemerintah berencana untuk meluncurkan serangkaian kebijakan deregulasi, pemotongan pajak, dan pelonggaran aturan impor guna meminimalkan dampak negatif tersebut. “Langkah-langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional dan berupaya menarik kembali minat para investor,” pungkasnya.