Ragamutama.com, Jakarta – Menteri Transmigrasi, Muhammad Iftitah Sulaiman Suryanagara, dijadwalkan untuk kembali mengunjungi Pulau Rempang, Kota Batam, pada hari Jumat, 18 April 2025. Kunjungan ini merupakan bagian integral dari inisiatifnya untuk mengimplementasikan program transmigrasi lokal, yang ditujukan bagi penduduk yang terkena dampak proyek Rempang Eco City. Sebelumnya, Menteri Iftitah Sulaiman juga telah berinteraksi melalui dialog dan merayakan Hari Raya Idul Fitri bersama warga Rempang pada tanggal 29 hingga 31 Maret 2025.
Keputusan Iftitah Sulaiman untuk kembali ke Rempang didasarkan pada keyakinannya bahwa program transmigrasi memerlukan penetapan yang didasarkan pada tinjauan yang mendalam dan komprehensif. Kementerian Transmigrasi, menurutnya, akan melaksanakan program yang berlandaskan data yang akurat dan prinsip-prinsip keilmuan. Oleh karena itu, salah satu agenda utamanya besok adalah melaksanakan sensus penduduk yang teliti.
“Kami berupaya untuk memahami secara rinci pendapatan masing-masing individu, tingkat kesejahteraan mereka, latar belakang pendidikan, serta asal-usul mereka. Semua informasi ini akan kami petakan secara seksama,” jelas Iftitah Sulaiman kepada Tempo pada hari Kamis, 17 April 2025.
Lebih lanjut, ia menekankan bahwa kunjungannya ke Rempang bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang menyeluruh mengenai permasalahan yang ada di sana. Ia menegaskan bahwa pekerjaan ini bukan hanya tanggung jawab Kementerian Transmigrasi semata, tetapi juga merupakan tanggung jawab bersama lintas kementerian/lembaga, termasuk pemerintah daerah.
“Inilah yang ingin saya garis bawahi, alasan mengapa saya belum menetapkan Kawasan Transmigrasi Barelang (Batam-Rempang-Galang),” ujarnya. “Karena saya perlu memahami persoalan ini sampai ke akar-akarnya.”
Politisi dari Partai Demokrat ini menyatakan bahwa ia tidak ingin mengambil keputusan atau membuat kebijakan secara terburu-buru. Ia menambahkan bahwa tidak ada tekanan waktu dalam hal ini. Menurutnya, Presiden Prabowo Subianto juga tidak meminta percepatan, melainkan menekankan pentingnya mencapai solusi yang saling menguntungkan (win-win solution).
Iftitah Sulaiman juga menekankan bahwa pembangunan di Rempang harus didasarkan pada kesepakatan bersama dengan warga. Oleh karena itu, ia akan berupaya mencari solusi yang mengakomodasi tuntutan warga terkait legalitas kampung-kampung tua yang telah dihuni secara turun temurun selama ratusan tahun.
“Pembangunan hanya akan berhasil jika ada konsensus. Kita tidak bisa bertindak sewenang-wenang. Harus ada kesepakatan bersama,” tegas Purnawirawan TNI AD tersebut.
Selain itu, Iftitah Sulaiman berharap agar masyarakat dapat memperoleh perlindungan dan kepastian hukum, serta merasakan manfaat jangka panjang dari investasi dan pembangunan yang ada.
Seperti yang telah diberitakan sebelumnya, Iftitah Sulaiman mengusulkan transmigrasi lokal sebagai solusi untuk mengatasi kebuntuan dalam proyek pengembangan Rempang Eco City akibat konflik agraria. Ia meyakini bahwa transmigrasi lokal merupakan solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak. Iftitah mengklaim bahwa transmigrasi lokal berbeda dengan relokasi yang sebelumnya direncanakan oleh pemerintah.
Ia menjelaskan bahwa transmigrasi bukan sekadar pemindahan penduduk, tetapi juga mencakup pembangunan kawasan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, transmigrasi adalah program pengembangan kawasan yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Iftitah menegaskan bahwa ia tidak akan memaksa warga Rempang untuk berpartisipasi dalam program tersebut, dan ia juga menjamin tidak akan ada penggusuran.
Namun, sejak wacana transmigrasi lokal muncul, warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (AMAR-GB) secara tegas menyatakan penolakan mereka. Miswadi, seorang warga Rempang yang juga merupakan pengurus aliansi, mengatakan bahwa warga tidak membutuhkan transmigrasi, melainkan membutuhkan legalitas atas tanah yang telah mereka huni secara turun temurun.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ishak, warga Rempang lainnya, saat audiensi dengan Iftitah di Kampung Pasir Merah pada hari Sabtu, 29 Maret 2025. Ishak menyampaikan bahwa warga Rempang tidak menolak pembangunan, namun dengan syarat bahwa pembangunan tersebut tidak merusak lingkungan hidup masyarakat.
Oleh karena itu, alih-alih menyetujui transmigrasi, Ishak meminta pemerintah untuk mengakui keberadaan masyarakat yang telah menghuni Pulau Rempang secara turun temurun selama ratusan tahun. “Kami ingin meminta legalitas kampung tua yang ada di Rempang,” kata Ishak.
Pilihan Editor: Terpengaruh Tarif Trump, Harga Minyak Mentah Indonesia Merosot Tajam menjadi USD 71,11 per Barel