BANDUNG, KOMPAS.com – Gerakan tanah yang terjadi di Dusun Kaliereng, Desa Ratamba, Kecamatan Pejawaran, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah, pada 21 Januari 2025 sekitar pukul 02.00 WIB telah merusak belasan rumah warga dan memutus akses jalan menuju kawasan wisata Dieng via Pejawaran.
Dari hasil penyelidikan Badan Geologi, gerakan tanah yang terjadi di wilayah itu merupakan tipe lambat berupa nendatan atau rayapan dan longsoran kecil pada kaki lereng bawah atau tebing sungai.
“Gerakan tanah ini dicirikan adanya retakan, amblesan, dan rekahan yang memiliki pola dan arah tertentu ke arah Sungai Anget,” kata Kepala Badan Geologi M. Wafid dalam keterangannya, Jumat (7/2/2025).
Baca juga: Bencana Tanah Bergerak di Banjarnegara, Belasan Rumah Rusak dan Akses ke Dieng Terputus
Dijelaskan, pada bagian gawir longsoran bagian atas, sudah terlihat pola tapal kuda dengan dimensi amblesan 2-5 meter.
Bagian lainnya terlihat pola garis retakan dan amblesan yang memanjang sejajar jalan desa dan mengikuti pola aliran sungai.
“Pola ini memperlihatkan pengaruh struktur atau bidang lemah sepanjang area sungai. Longsoran-longsoran kecil di pinggir sungai (lereng bawah) juga memperlihatkan adanya pergerakan tanah dan memicu tarikan pada tubuh atau lereng tengah longsoran,” ucapnya.
Akibatnya, banyak infrastruktur, terutama jalan dan permukiman, yang rusak akibat retakan atau rekahan dan amblasan yang terjadi.
“Dimensi longsoran lebar mahkota longsoran 120 m, panjang longsoran 200 m. Arah longsoran dan potensi longsoran secara umum berarah timur hingga barat daya,” tuturnya.
“Retakan juga terjadi di jalan utama dan mengarah ke lembah. Retakan menyebabkan kerusakan pada bangunan, jalan, dan lahan milik warga,” ucapnya.
Baca juga: Minibus Berpenumpang 7 Orang Tertimpa Longsor di Banjarnegara
Sebanyak 14 unit bangunan yang terdiri dari 13 rumah dan 1 mushala mengalami rusak berat, dua unit rumah rusak sedang, dua bangunan terancam, dan terputusnya akses jalan Batur – Pajawaran sepanjang kurang lebih 100 meter yang tidak dapat dilalui kendaraan.
Wafid menjelaskan beberapa faktor penyebab gerakan tanah di wilayah itu, yakni:
– Kondisi geologi dengan batuan lempung yang ditutupi oleh tanah pelapukan yang belum padu menyebabkan material longsor menjadi mudah bergerak.
Hal ini ditambah juga pada daerah bencana merupakan zona lemah yang diakibatkan oleh aktivitas tektonik berupa sesar-sesar orde 2 dan 3 serta struktur lipatan.
– Kemiringan lereng yang agak curam menyebabkan tanah mudah bergerak ketika jenuh air atau mengalami getaran.
– Sistem drainase permukaan yang kurang baik serta banyaknya mata air atau rembesan air di lokasi tersebut dan terakumulasi ke lokasi bencana sehingga mempercepat berkembangnya gerakan tanah.
– Curah hujan yang tinggi dan berdurasi lama yang turun sebelum dan saat terjadinya gerakan tanah.
– Air permukaan dan hujan yang meresap ke dalam retakan dan tanah yang kurang terkompaksi dapat memicu meningkatnya kejenuhan air.
– Infiltrasi air hujan ke dalam satuan batuan berupa lempung melalui rekahan.
Baca juga: Cari Bambu, Nenek di Banjarnegara Tewas Disengat Tawon Vespa
Dengan meningkatnya kadar air, volume lempung bertambah dan menyebabkan tekanan internal dalam batuan.
Jika ekspansi ini terjadi secara tidak merata, maka akan menimbulkan tegangan diferensial yang dapat melemahkan struktur batuan.
Ekspansi lempung meningkatkan porositas dan mengurangi kohesi batuan sehingga meningkatkan risiko longsor.
Sebelumnya diberitakan, bencana tanah bergerak ini berdampak pada 16 rumah. Warga terdampak telah mengungsi.
Total ada 13 kepala keluarga (KK) atau 41 jiwa kini berada di pengungsian yang telah disiapkan di Desa Ratamba.