Laporan Wartawan TribunSolo.com, Ahmad Syarifudin
TRIBUNSOLO.COM, SOLO – Hari Jadi Kota Solo diperingati tiap 17 Februari.
Di hari jadi yang ke-280 ini, penanggalan masih menjadi sorotan lantaran tak sesuai dengan catatan sejarah yang ada.
Pemerhati sejarah KRMAP L Nuky Mahendranata Adiningrat atau akrab dipanggil Kanjeng Nuky mengungkapkan dalam berbagai catatan sejarah dituliskan bahwa perpindahan ibu kota nagari dilakukan pada 17 Sura 1670 dalam kalender jawa.
“Dari Kartasura ke Desa Sala 17 Sura 1670. Perhitungan itu masih diperingati adeging nagari. Atau berdirinya negara Surakarta. Kalau dikonversi ke Masehi 20 Februari 20 Februari 1745. Bukan 17 Februari,” ungkapnya saat dihubungi Minggu (16/2/2025).
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa Desa Sala sudah ada jauh sebelum perpindahan keraton atau yang juga disebut Boyong Kedhaton pada 17 Sura 1670 tersebut.
Dalam penanggalan Masehi tahun 1745 saat itu desa sekitar Bengawan Solo sudah menjadi desa perdikan, desa yang dibebaskan dari pajak.
“Jaman Majapahit pun menunjukkan bahwa desa sepanjang Bengawan Solo sebagai desa perdikan,” jelas Kanjeng Nuky.
Baca juga: Vandalisme Adili Jokowi Tersebar di Sejumlah Titik di Kota Solo, Pihak Berwajib Buru Pelaku
Bahkan, konon, Desa Sala sudah ada sejak era Mataram Hindu.
Hal ini didasarkan pada ditemukannya Candi Nusukan.
“Di desa Nusukan candinya lebih tua dari Majapahit. Di era Mataram Hindu abad ke-9,” ungkapnya.
Ia pun menyarankan Pemerintah Kota Solo untuk melakukan kajian ulang untuk menerapkan tanggal peringatan hari jadi.
Hal ini dibutuhkan agar masyarakat Kota Solo bisa memaknai sejarah dengan narasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
“Lebih baik dikaji lagi ulang tanggal itu secara benar. Dikonversi dari penanggalan Jawa yang ditulis di babad ditulis di catatan Belanda juga supaya bisa dipertanggungjawabkan,” jelasnya.
(*)