Ragamutama.com NEW YORK. Pergerakan harga minyak dunia menunjukkan peningkatan marginal pada hari Kamis. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, termasuk pelemahan nilai tukar dolar AS, potensi peningkatan produksi dari OPEC+, data ekonomi yang beragam, sinyal kebijakan tarif AS yang saling bertolak belakang, dan perkembangan terkini dari konflik Rusia-Ukraina.
Harga minyak mentah Brent mengalami kenaikan sebesar 43 sen atau 0,7%, mencapai US$ 66,55 per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS meningkat 52 sen atau 0,8%, berada di angka US$ 62,79 per barel.
Di Amerika Serikat, jumlah pengajuan klaim tunjangan pengangguran sedikit meningkat pekan lalu. Fenomena ini menunjukkan ketahanan pasar tenaga kerja meskipun ada tekanan ekonomi akibat tarif impor.
Harga Minyak Dunia Turun 3% di Tengah Isu Kenaikan Produksi OPEC+
Beberapa perusahaan menaikkan harga dan menurunkan proyeksi keuangan mereka karena meningkatnya biaya akibat perang dagang yang dipicu oleh Presiden AS Donald Trump. Perang dagang ini juga mengganggu rantai pasokan global.
Pejabat Federal Reserve, dalam wawancara televisi, menyatakan belum ada urgensi untuk mengubah kebijakan moneter. Mereka masih menunggu informasi lebih lanjut mengenai dampak tarif perdagangan terhadap perekonomian.
“Pasar masih berupaya mencerna data ini. Statistik ketenagakerjaan menunjukkan ketahanan pasar tenaga kerja, sedangkan pernyataan The Fed mengurangi optimisme dengan peringatan bahwa tarif dapat memengaruhi tingkat pengangguran,” jelas analis dari firma konsultan energi Gelber and Associates dalam sebuah catatan.
Pada hari yang sama, dolar AS mengalami pelemahan signifikan karena kekhawatiran investor akan minimnya kemajuan dalam meredakan ketegangan dagang antara AS dan China.
Meski Rebound, Trennya Harga Minyak Dunia Masih Bearish
Pelemahan dolar AS membuat komoditas yang dihargai dalam mata uang tersebut, termasuk minyak, menjadi lebih terjangkau bagi pembeli yang menggunakan mata uang lain.
Ketidakpastian Pasokan
Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, menyatakan kesiapannya untuk melakukan perjalanan ke Eropa guna bernegosiasi mengenai program nuklir Teheran pada hari Kamis. Prancis memberi sinyal bahwa negara-negara Eropa siap berdialog jika Iran menunjukkan komitmen yang serius.
Jika negosiasi berhasil, hal ini berpotensi membuka jalan bagi pencabutan sanksi terhadap ekspor minyak Iran. Iran sendiri merupakan produsen minyak terbesar ketiga di OPEC setelah Arab Saudi dan Irak.
Pada hari yang sama, Presiden Trump mengkritik Presiden Rusia Vladimir Putin setelah serangan rudal dan pesawat nirawak Rusia ke Kyiv pada malam sebelumnya, dengan pernyataan “Vladimir, BERHENTI!”.
Harga Minyak Dunia Naik Tipis Selasa (15/4), Ditopang Ekspektasi Keringanan Tarif AS
Sebelumnya, Trump juga menyalahkan Presiden Ukraina karena menghambat proses perdamaian dalam perang Rusia-Ukraina. Jika perang berakhir, pasar global berpotensi dibanjiri pasokan minyak Rusia. Rusia merupakan salah satu produsen minyak terbesar dunia, setara dengan AS dan Arab Saudi.
Namun demikian, banyak negara Eropa berupaya menghentikan impor minyak Rusia sebagai respons atas perang tersebut.
Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen, menyatakan bahwa Komisi Eropa akan menyusun peta jalan dalam dua pekan ke depan untuk mewujudkan komitmen Uni Eropa dalam menghentikan penggunaan bahan bakar fosil dari Rusia pada 2027.
Rusia merupakan anggota OPEC+. Reuters melaporkan bahwa beberapa anggota OPEC+ pada Rabu menyarankan agar kelompok tersebut mempercepat peningkatan produksi minyak untuk bulan kedua pada Juni mendatang.
Sempat Rebound, Harga Minyak Dunia Trennya Masih Akan Melemah
“Mereka akan membanjiri ekonomi global yang sudah tertekan oleh tarif dan perang dagang antara dua kekuatan ekonomi utama, AS dan China, dengan pasokan minyak mentah,” kata Bob Yawger, Direktur Energi Berjangka di Mizuho, dalam sebuah catatan.
“OPEC+ memilih waktu yang sangat tidak tepat untuk menambah pasokan minyak mentah,” tambahnya.