Ragamutama.com Pergerakan harga minyak mentah global menunjukkan penurunan tajam, tergelincir hampir 2% pada hari Rabu (23/4). Sentimen ini dipicu oleh indikasi dari berbagai sumber yang menyebutkan bahwa kelompok OPEC+ berpotensi mempercepat laju peningkatan produksi di bulan Juni mendatang.
Namun demikian, tekanan penurunan harga minyak sedikit tertahan oleh berita yang mengindikasikan bahwa Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, tengah mempertimbangkan opsi untuk mengurangi tarif impor dari Tiongkok.
Mengutip laporan dari Reuters, harga minyak Brent untuk kontrak pengiriman Juni mengalami penurunan sebesar US$1,14 atau setara dengan 1,69%, hingga mencapai level US$66,30 per barel pada pukul 10:39 waktu bagian timur AS (EDT) atau 1439 GMT.
Sementara itu, harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) juga mengalami penurunan sebesar US$1,17 atau 1,84%, dan berada pada posisi US$62,50 per barel.
Harga Minyak Naik Terdorong Sanksi Baru Iran dan Penurunan Stok AS
Sebelumnya, harga minyak Brent sempat mencapai titik tertinggi sejak tanggal 4 April, menyentuh angka US$68,65 per barel.
Tiga sumber yang memiliki informasi mendalam terkait diskusi internal di dalam OPEC+ mengungkapkan kepada Reuters bahwa beberapa negara anggota berencana untuk mengusulkan percepatan kenaikan produksi untuk bulan kedua berturut-turut pada pertemuan yang akan datang.
Usulan tersebut muncul di tengah meningkatnya ketegangan internal yang berkaitan dengan tingkat kepatuhan terhadap kuota produksi yang telah disepakati sebelumnya.
Setelah berita ini tersebar luas, harga minyak sempat mengalami koreksi lebih dari US$2 per barel.
Harga Minyak Naik Hampir 2% Akibat Sanksi Baru terhadap Iran & Penguatan Pasar Saham
Kazakhstan Prioritaskan Kepentingan Nasional
Menteri Energi yang baru di Kazakhstan menyatakan bahwa negaranya akan menempatkan kepentingan nasional sebagai prioritas utama dalam menentukan tingkat produksi minyak, dan bukan semata-mata kepatuhan terhadap perjanjian OPEC+.
Pernyataan ini memicu ketegangan, terutama karena Kazakhstan telah berulang kali menghasilkan minyak dalam jumlah yang melebihi kuota yang telah disepakati bersama.
Data EIA Beri Tekanan Tambahan
Badan Informasi Energi AS (EIA) melaporkan adanya peningkatan pada stok minyak mentah AS sebesar 244.000 barel, sehingga totalnya mencapai 443,1 juta barel pada pekan yang berakhir tanggal 18 April.
Kenaikan ini tidak sesuai dengan ekspektasi pasar yang sebelumnya memperkirakan akan terjadi penurunan sebesar 770.000 barel.
Namun demikian, data dari EIA juga menunjukkan adanya penarikan (draw) yang lebih besar dari perkiraan pada stok bensin dan distilat, yang memberikan sedikit sentimen positif bagi para pelaku pasar.
Meski Rebound, Trennya Harga Minyak Dunia Masih Bearish
Sinyal Positif dari AS dan China?
Di tengah tekanan terhadap harga minyak, para pelaku pasar mencermati berita dari Wall Street Journal yang melaporkan bahwa pemerintah AS sedang mempertimbangkan untuk mengurangi tarif impor atas barang-barang dari Tiongkok, dengan tujuan untuk meredakan ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung.
Sumber dari Gedung Putih mengindikasikan bahwa tarif tersebut berpotensi dikurangi hingga mencapai kisaran 50% hingga 65%.
Selain itu, pemerintah AS juga telah menjatuhkan sanksi baru terhadap seorang pengusaha pelayaran asal Iran yang diduga mengelola jaringan ekspor LPG dan minyak mentah dengan nilai mencapai ratusan juta dolar.
Sementara itu, Presiden Donald Trump dikabarkan telah mengurungkan niatnya untuk memberhentikan Ketua The Fed, Jerome Powell, setelah sebelumnya melontarkan kritik keras terhadap kebijakan suku bunga yang dinilai belum menunjukkan penurunan.
Keputusan ini meredakan kekhawatiran para investor terkait potensi ketidakpastian ekonomi di Amerika Serikat.