Ragamutama.com JAKARTA. Setelah mengalami koreksi signifikan lebih dari 3% di sesi sebelumnya, harga emas global menunjukkan pemulihan pada perdagangan hari Kamis (24/4). Penguatan ini terutama didorong oleh melemahnya nilai tukar dolar Amerika Serikat dan strategi pembelian yang diterapkan investor untuk memanfaatkan momen penurunan harga.
Berdasarkan laporan dari Reuters, harga emas di pasar spot mengalami kenaikan sebesar 1%, mencapai level US$ 3.321,09 per ons troi pada pukul 11:20 a.m. EDT (1520 GMT).
Sementara itu, harga emas berjangka AS juga mengalami penguatan, naik sebesar 1,2% menjadi US$ 3.332,20 per ons troi.
Harga Emas Terkoreksi Setelah Cetak Rekor, Analis: Masih Potensi Naik di 2025
Kenaikan harga ini menyusul setelah emas mencatatkan rekor tertinggi pada hari Selasa sebelumnya, mencapai US$ 3.500,05 per ons.
Lonjakan harga tersebut sebelumnya dipicu oleh kekhawatiran seputar kondisi ekonomi di Amerika Serikat. Akan tetapi, harga kemudian mengalami koreksi tajam pada hari Rabu setelah Presiden AS Donald Trump memberikan sinyal yang lebih akomodatif terhadap China dan membatalkan ancaman pemecatan terhadap Ketua The Fed.
“Fokus utama pasar saat ini tertuju pada satu hal: tarif,” kata Tai Wong, seorang analis independen yang mengamati pasar logam.
“Kenaikan harga emas hingga mencapai US$ 3.500 kemarin memang terlalu cepat. Koreksi yang terjadi ini adalah hal yang wajar, dan harga emas diperkirakan akan bergerak relatif stabil dalam beberapa sesi perdagangan mendatang. Namun, secara keseluruhan, kita masih berada dalam tren bullish, sehingga setiap penurunan harga berpotensi menjadi peluang untuk pembelian.”
Pada saat yang sama, nilai tukar dolar AS mengalami pelemahan dan pasar saham global cenderung stagnan, mencerminkan kebingungan di kalangan investor terkait perubahan sikap Presiden Trump terkait isu perang dagang.
Sebulan Naik 11,56 Persen, Harga Emas Antam Hari Ini Merosot (24 April 2025)
Pelemahan dolar AS dan peningkatan sentimen *risk-off* cenderung membuat emas menjadi aset yang lebih menarik sebagai instrumen lindung nilai.
Ketegangan dalam perdagangan internasional masih tetap tinggi setelah China kembali menegaskan perlunya penghapusan seluruh tarif sepihak yang diterapkan oleh AS.
Pemerintah Tiongkok juga menyatakan bahwa belum ada pembicaraan perdagangan yang baru, meskipun pemerintah AS berulang kali mengklaim hal yang sebaliknya.
Dari sisi makroekonomi, data terbaru menunjukkan bahwa klaim tunjangan pengangguran mingguan di AS mengalami sedikit peningkatan, namun pasar tenaga kerja secara umum masih dinilai cukup kuat, meskipun ancaman resesi akibat kebijakan tarif terus membayangi.