TOKYO, KOMPAS.com – Dalam sepekan terakhir, harga beras di supermarket seluruh Jepang melonjak drastis, mencapai rata-rata 3.892 Yen (Rp 430.782) per kantong beras seberat 5 kilogram, menurut data dari Kementerian Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan.
Hal ini berarti harga beras di Jepang telah meroket sebesar 90 persen dalam lima bulan terakhir.
Lonjakan harga yang signifikan ini terjadi terutama disebabkan oleh cuaca yang sangat panas di Jepang pada tahun lalu, yang menyebabkan gagal panen.
Baca juga: Argentina Akhirnya Keluar dari Resesi
Para pejabat juga berpendapat bahwa lonjakan aktivitas makan di luar dan pariwisata pasca-COVID-19 telah menyebabkan tingkat konsumsi yang lebih tinggi.
Tak hanya itu, lemahnya Yen juga menyebabkan lonjakan harga roti dan pasta.
Dilansir dari NHK, Rabu (26/2/2025), pemerintah Jepang telah mengambil langkah untuk menstabilkan distribusi dengan melepaskan 210.000 ton beras dari cadangan strategis.
Pelepasan ini akan dimulai dengan pelepasan awal sebanyak 150.000 ton pada pertengahan Maret, sementara jumlah untuk putaran selanjutnya akan ditentukan berdasarkan kondisi distribusi.
Kementerian Pertanian mencatat bahwa kenaikan harga beras membebani anggaran rumah tangga, sehingga beberapa konsumen memilih untuk mengurangi pembelian.
Selain itu, lonjakan harga tersebut juga menekan restoran yang kini harus membebankan biaya tambahan kepada pelanggan.
Kenaikan harga beras turut mempengaruhi indeks harga konsumen (CPI) di Jepang.
Baca juga: Putin Pasang Badan Tahan Laju Inflasi Rusia
Data dari Kementerian Dalam Negeri dan Komunikasi menunjukkan bahwa CPI inti, yang tidak termasuk makanan segar yang fluktuatif, naik sebesar 3,2 persen pada Januari 2025.
Harga pangan, yang tidak mudah rusak juga naik 5,1 persen pada bulan Desember, dengan kenaikan beras mencapai 70,9 persen, yang merupakan angka tertinggi sejak data tersedia pada tahun 1971.
Harga energi pun melonjak 10,8 persen setelah kenaikan harga bensin akibat pengurangan subsidi, sementara harga barang tahan lama dan jasa juga mengalami peningkatan moderat.
Data inflasi ini menjadi indikator penting bagi Bank of Japan (BOJ) dalam menentukan kebijakan suku bunga.
Sejak April 2022, tingkat inflasi Jepang tetap berada pada atau di atas target 2 persen, sehingga kenaikan suku bunga kebijakan utama BOJ dari 0,25 persen ke 0,5 persen pada bulan Januari menjadi salah satu langkah untuk mengendalikan inflasi.
Kenaikan harga beras dan komoditas lainnya ini menimbulkan kekhawatiran bahwa tekanan inflasi yang terus meningkat dapat berdampak serius pada ekonomi Jepang, yang menandakan potensi resesi di tengah tantangan ekonomi global.
Baca juga: Argentina Contoh Sukses Efisiensi Anggaran, Inflasi Turun 200 Persen