JAKARTA, RAGAMUTAMA.COM – Kabar terbaru datang dari aktor Fachri Albar. Pihak kepolisian telah menetapkan Fachri Albar sebagai tersangka atas kasus dugaan penyalahgunaan narkotika. Ia kini ditahan di Polres Metro Jakarta Barat.
Proses hukum kasus yang menjerat Fachri Albar akan segera bergulir. Pihak kepolisian sedang mempercepat penyelesaian berkas perkara agar bisa dilimpahkan ke kejaksaan untuk proses peradilan lebih lanjut.
“Hari ini, saudara FA resmi ditahan. Satres Narkoba saat ini tengah fokus merampungkan berkas perkaranya, dan secepatnya akan kami serahkan ke Jaksa,” jelas Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Pol Twedi Aditya Bennyahdi, dalam konferensi pers yang diadakan di kantornya, Kamis (24/4/2025).
Dengan penetapan status tersangka dan penahanan ini, Fachri Albar tidak akan menjalani rehabilitasi untuk kasus ini.
Berdasarkan keterangan resmi dari kepolisian, alasan tidak diterapkannya rehabilitasi adalah karena Fachri Albar merupakan residivis kasus serupa.
“Perlu diketahui, saudara FA pernah menerima putusan pengadilan terkait kasus yang sama sebelumnya. Dengan demikian, mekanisme Restorative Justice (RJ) tidak dapat diterapkan. Salah satu syarat materiil berlakunya Restorative Justice (RJ), sesuai Perpol Nomor 8 Tahun 2021 Pasal 5 huruf (e), adalah ‘Bukan Pelaku Pengulangan Tindak Pidana’,” terang pihak kepolisian.
Kasus ini menjadi kasus narkoba yang ketiga kalinya bagi Fachri Albar.
Sebelumnya, pada November 2007, nama Fachri Albar sempat terseret dalam kasus narkoba yang melibatkan ayahnya, musisi Ahmad Albar.
Namun, saat itu hasil tes urine Fachri Albar menunjukkan hasil negatif, sehingga ia tidak ditahan.
Pada tahun 2018, Fachri Albar kembali ditangkap di kediamannya di Cirendeu, Jakarta Selatan. Dalam penangkapan tersebut, polisi menemukan barang bukti berupa 0,8 gram sabu, 13 butir Dumolid, satu butir Calmlet, dan puntung bekas pakai ganja.
Saat itu, Fachri Albar menjalani rehabilitasi di RSKO, Cibubur, selama tujuh bulan.
Akibat perbuatannya, Fachri Albar dijerat dengan UU RI no 35 tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 111 ayat 1, Pasal 112 ayat 1, dengan ancaman hukuman penjara minimal 4 tahun dan maksimal 12 tahun, atau denda maksimal Rp 8 miliar.
Selain itu, ia juga dijerat dengan UU RI No 5 tahun 1997 tentang psikotropika Pasal 62, dengan ancaman penjara maksimal 5 tahun dan denda maksimal Rp 100 juta.