MATARAM, KOMPAS.com – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi Mataram menolak eksepsi yang diajukan Aprialely Nirmala, terdakwa kasus tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan gedung tempat evakuasi sementara atau shelter tsunami.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga adanya mark-up harga dan penyalahgunaan kewenangan dalam proyek shelter tsunami yang menghabiskan anggaran negara Rp 23,2 miliar pada tahun 2014 itu.
KPK kemudian menetapkan dua tersangka, yakni Aprialely Nirmala berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Agus Herijanto yang berperan sebagai kepala proyek.
Tindak pidana korupsi yang dilakukan kedua orang tersebut menyebabkan gedung berlantai empat tersebut tidak sesuai prosedur operasi standar, sehingga terhitung kerugian negara mencapai Rp 18,4 miliar.
Saat agenda peridangan, Majelis Hakim membacakan putusan sela terkait eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum Aprialely Nirmala di Pengadilan Tipikor Mataram, Rabu (12/2/2025).
Baca juga: Jaksa KPK Sebut Gedung Shelter Tsunami di Lombok Proyek Gagal
Ketua Majelis Hakim, Isrin Surya Kurniasih dalam amar putusannya menyatakan menolak eksepsi terdakwa.
“Majelis Hakim berpendapat bahwa eksepsi penasihat hukum terdakwa di atas tidak diterima,” katanya.
Majelis Hakim kemudian mempersilakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk melanjutkan proses hukum yang sedang berjalan pada tahap pembuktian dengan menghadirkan para saksi.
Terdapat dua poin eksepsi yang diajukan oleh penasihat hukum Aprialely Nirmala.
Pertama, penasihat hukum keberatan dengan status hukum kliennya karena perkara ini pernah ditangai oleh Polda NTB tahun 2016.
Namun, dalam pertimbangannya, Majelis Hakim sependapat dengan JPU yang menyatakan bahwa eksepsi tersebut harusnya masuk dalam materi praperadilan.
Poin kedua, pihak Aprialely keberatan hanya klien mereka yang menjadi terdakwa dalam kasus ini dari pihak pelayan publik.
Menurut mereka, ada pihak lain yang seharusnya punya tanggung jawab yang sama dalam pengelolaan anggaran pengadaan shelter tsunami tersebut.
Baca juga: Sidang Perdana Kasus Korupsi Shelter Tsunami Lombok Digelar di Mataram
Terkait poin kedua ini, Majelis Hakim sependapat dengan penasihat hukum bahwa ada kemungkinan tersangka lain. Namun, Majelis Hakim berpendapat bahwa eksepsi kedua ini tidak perlu ditanggapi secara khusus.
Sementara itu, penasihat hukum Aprialely Nirmala, Fauzi Yoyok menyebut dirinya dan terdakwa menghormati putusan hakim. Baginya, eksepsi yang diajukan bukan untuk membatalkan perkara yang sedang berlangsung.
“Setidaknya eksepsi kami itu menerangkan kerangka besar perkara ini kepada publik, bahwa inilah yang menimpa diri terdakwa,” ujar Fauzi.