Ekonom Sebut Industri Tekstil Makin Tak Berdaya, Saling Sikut Agar Tak Mati

- Penulis

Sabtu, 22 Februari 2025 - 11:56 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

RAGAMUTAMA.COM – JAKARTA. Industri tekstil nasional, khususnya di sektor hulu tengah menghadapi perpecahan akibat perbedaan kepentingan terkait kebijakan impor bahan baku chip untuk produksi benang poliester dan serat sintetis. 

Hal ini disampaikan Kepala Center of Industry, Trade, and Investment, Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio.

Andry mengatakan, fenomena ini tengah terjadi pada Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI). Di satu sisi, ada kelompok yang mendukung kebijakan anti-dumping untuk membatasi impor dan mendorong industri lokal berkembang. 

Namun, di sisi lain, ada yang merasa bahwa proteksi berlebihan akan menyebabkan kelangkaan bahan baku yang berujung pada lesunya sektor hilir.

Bahkan beberapa produsen besar menghentikan produksi poliester mereka dan beralih ke impor bahan baku. 

Beberapa perusahaan besar yang sebelumnya beroperasi penuh dalam rantai produksi dari bahan mentah hingga produk jadi, kini memilih menghentikan lini produksi mereka dan membeli chip impor. 

“Industri tidak hanya sulit untuk menjual produknya di pasar domestik, tetapi yang terjadi juga pada akhirnya perang di antara sesama para pelaku domestik. Ini terjadi karena kebijakan importasi kita, kebijakan importasi yang dibiarkan begitu saja,” ujar Andry dalam keterangan pers, Sabtu (22/2).

Baca Juga :  Harga Emas Terkoreksi pada Selasa (4/2) Pagi, Setelah Naik Tinggi Kemarin

Fenomena ini tentu menimbulkan dilema bagi industri karena jika impor dibiarkan tanpa proteksi, maka produsen lokal akan semakin terpinggirkan. 

Akan tetapi jika impor dibatasi, akan terjadi kekurangan bahan baku di dalam negeri akibat banyaknya pabrik yang berhenti produksi.

Menurut Andry, kebijakan impor yang tidak berpihak pada industri tekstil dalam negeri ini merupakan konsekuensi dari regulasi yang tidak mengalami perubahan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. 

Oleh karena itu, pemerintah dinilai perlu menghilangkan mindset yang hanya mendukung salah satu sektor dalam industri tekstil, baik itu hulu maupun hilir. 

“Untuk mencapai hilirisasi diperlukan sektor hulu yang kuat. Kalau misalnya sektor hulunya tidak kuat, hilirisasinya malah ditopang oleh produk-produk impor. Dan itu menurut saya bukan mencerminkan ketahanan industri yang diharapkan oleh Presiden Prabowo,” ucap Andry.

Baca Juga :  Kabar Baik: Dana Konsumen Meikarta Dikembalikan Penuh!

Lebih lanjut Andry menyoroti ketidaksepahaman antara Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam merumuskan kebijakan yang mendukung industri tekstil nasional. 

Perbedaan fokus di antara kedua kementerian tersebut justru menciptakan persaingan internal yang menghambat pertumbuhan industri.

Hal ini tercermin dari ketidakjelasan Revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. 

Padahal regulasi terkait larangan terbatas ini dinantikan oleh pelaku industri agar mendapatkan perlindungan dan kepastian keberlangsungan usaha.

“Berkali-kali rapat dilakukan antara Kemendag dan Kemenperin, tapi sampai sekarang belum ada aturan baru yang jelas. Padahal para pelaku industri sudah lama menunggu kepastian,” kata Andry.

Ke depan, diharapkan kebijakan yang diambil dapat lebih berpihak pada industri domestik secara menyeluruh. 

Pemerintah diharapkan tidak hanya memberikan wacana terkait hilirisasi, tetapi juga memastikan bahwa kebijakan yang dibuat benar-benar mendukung ketahanan industri nasional.

“Tentu harapannya adalah industri ini tetap solid. Perusahaan-perusahaan yang ada di dalamnya, para pelaku usaha di dalamnya harus tetap solid,” pungkas Andry.

Berita Terkait

Menperin: Proposal Pendanaan Perusahaan Korsel untuk Danantara Sedang Diproses
BBTN: Kinerja Syariah Moncer, Harga Saham Berpotensi Naik?
Omzet Melejit: Kisah Sukses Perajin Kulit Sapi Padang Go Online
ICSA: Penerapan ESG Berkelanjutan Kunci Sukses Perusahaan Modern
42 Saham Kena Suspensi BEI: Ini Daftar Lengkap dan Penyebabnya!
Imbal Hasil Obligasi AS Stabil: Investor Menanti Data Ekonomi Utama
LG Investasi Baterai EV Rp28,5 Triliun di Indonesia Pasca Hengkang?
Ancaman PHK Massal: 1,2 Juta Pekerja Padat Karya Terimbas Tarif Trump

Berita Terkait

Rabu, 30 April 2025 - 16:55 WIB

Menperin: Proposal Pendanaan Perusahaan Korsel untuk Danantara Sedang Diproses

Rabu, 30 April 2025 - 15:59 WIB

BBTN: Kinerja Syariah Moncer, Harga Saham Berpotensi Naik?

Rabu, 30 April 2025 - 15:15 WIB

Omzet Melejit: Kisah Sukses Perajin Kulit Sapi Padang Go Online

Rabu, 30 April 2025 - 14:59 WIB

ICSA: Penerapan ESG Berkelanjutan Kunci Sukses Perusahaan Modern

Rabu, 30 April 2025 - 14:39 WIB

42 Saham Kena Suspensi BEI: Ini Daftar Lengkap dan Penyebabnya!

Berita Terbaru

travel

Liburan Seru di Coney Island: 5 Aktivitas Wajib Coba!

Rabu, 30 Apr 2025 - 17:07 WIB

politics

Terungkap: Alasan Jokowi Bungkam Soal Tuduhan Ijazah Palsu

Rabu, 30 Apr 2025 - 16:51 WIB