Ragamutama.com JAKARTA. Bank Dunia baru-baru ini mengeluarkan revisi terhadap proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia untuk tahun 2025, yang kini diperkirakan berada di angka 4,7%. Angka ini lebih rendah dibandingkan proyeksi sebelumnya yang mencapai 5,1%. Penyesuaian ini dipengaruhi oleh beberapa faktor utama, termasuk ketidakstabilan ekonomi global yang semakin meningkat, penurunan permintaan dari luar negeri, serta perlambatan laju investasi di dalam negeri.
Estimasi terbaru dari Bank Dunia ini hampir setara dengan proyeksi yang sebelumnya telah disampaikan oleh Mirae Aset Sekuritas, yang memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,75%. Prospek pertumbuhan untuk wilayah Asia Timur dan Pasifik juga mengalami penurunan menjadi 4%, terutama disebabkan oleh kendala dalam perdagangan internasional dan pertumbuhan ekonomi global yang melambat, yang secara langsung berdampak pada kinerja ekspor.
Di sisi lain, rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia diperkirakan akan meningkat menjadi 40,1% pada tahun 2025 dan 41,4% pada tahun 2027, melampaui target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Pemicu utama dari peningkatan ini adalah peningkatan signifikan dalam belanja sosial serta pelebaran defisit fiskal yang diperkirakan mencapai 2,7%.
Bank Dunia: Lebih dari 75 Negara Berpotensi Gagal Bayar Utang Imbas Tarif Trump
Meskipun rasio utang diperkirakan akan melewati ambang batas 40%, profil utang Indonesia secara keseluruhan masih dianggap terkendali dengan baik. Hal ini didukung oleh struktur utang yang didominasi oleh tenor jangka panjang, penerapan suku bunga tetap, dan fakta bahwa sebagian besar utang berasal dari sumber domestik.
“Untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi di sekitar angka 4,75%, Indonesia perlu mencari keseimbangan antara dukungan fiskal dan implementasi reformasi struktural. Selain itu, penting untuk menjaga stabilitas permintaan domestik, mengoptimalkan pendapatan negara melalui peningkatan penerimaan pajak, meningkatkan efisiensi pengeluaran, dan mengatur waktu penerbitan utang secara strategis untuk mengelola biaya pinjaman,” ujar Ekonom Mirae Asset Sekuritas, Karinska Salsabila Priyatno, dalam riset yang dipublikasikan pada tanggal 28 April 2025.
Proses negosiasi tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) masih terus berlangsung, dengan beberapa proposal terkait sektor-sektor strategis seperti energi dan pertanian masih dalam tahap kajian dan belum diumumkan secara resmi. Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa setiap tawaran yang diajukan selalu mengutamakan kepentingan nasional, dengan fokus utama pada ketahanan energi, akses pasar yang lebih luas, ketahanan rantai pasokan, serta transfer teknologi.
Selain isu tarif, hambatan non-tarif juga menjadi perhatian dan sedang diatasi melalui serangkaian deregulasi yang bertujuan untuk memperkuat fondasi ekonomi domestik. “Kami berpendapat bahwa Indonesia harus tetap tegas dalam melindungi infrastruktur digital yang krusial, seperti QRIS dan GPN, karena hal ini sangat penting untuk menjaga kedaulatan finansial dan daya saing jangka panjang,” jelas Karinska.
Menurut Karinska, perhatian pasar di Indonesia pada minggu ini akan tertuju pada rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) untuk bulan April yang dijadwalkan pada tanggal 2 Mei, serta pengumuman data pertumbuhan PDB untuk kuartal I-2025 yang akan dirilis pada tanggal 5 Mei. Meskipun risiko inflasi diperkirakan masih terkendali dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) sebesar 2,5% ±1%, data PDB ini akan sangat penting untuk mengukur seberapa kuat konsumsi masyarakat di tengah kondisi suku bunga yang tinggi. Aktivitas perdagangan pada awal minggu diperkirakan akan lebih sepi karena adanya libur Hari Buruh.
Bank Dunia Proyeksikan Setoran Pendapatan RI Turun pada 2025, Soroti Gangguan Coretax
Di tingkat global, pasar akan terus memantau perkembangan ketegangan perdagangan antara AS dan China, laporan pendapatan dari perusahaan-perusahaan besar di AS, serta data-data ekonomi penting lainnya, termasuk estimasi awal PDB kuartal I 2025, data inflasi PCE, dan laporan pekerjaan untuk bulan April. Potensi peningkatan inflasi PCE dapat memperkuat ekspektasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga tinggi untuk jangka waktu yang lebih lama. Rilis data PMI China juga akan diperhatikan secara seksama untuk mengukur efektivitas stimulus yang telah diterapkan.
Untuk strategi investasi di pasar obligasi, Karinska menyarankan agar investor mencari peluang di pasar obligasi Indonesia. Berikut adalah beberapa pilihan obligasi berdasarkan jangka waktu:
a. SBN tenor 1-5 tahun: FR0078, FR0071, FR0099, PBS030, PBS003, RI0230, SNI0729
b. SBN tenor 5-10 tahun: FR0068, FR0074, FR0065, PBS029, PBS024, RI0934, SNI0734
c. SBN tenor 10-15 tahun: FR0075, FR0083, FR0079, PBS004, PBS034, RI0038, RI0037
d. SBN tenor 15 tahun ke atas: FR0076, FR0105, FR0089, PBS038, PBS005, RI0146, SNI0650
Bank Dunia Prediksi Setoran Pendapatan RI Anjlok di 2025, Soroti Gangguan Coretax