Kabar duka datang dari dunia hukum. Direktur Utama PT Refined Bangka Tin, Suparta, dilaporkan telah meninggal dunia. Nama Suparta menjadi sorotan publik setelah menjadi salah satu terdakwa dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah yang diperkirakan merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah, tepatnya sekitar Rp 300 miliar.
“Benar adanya, yang bersangkutan atas nama Suparta telah berpulang. Informasi ini kami terima pada hari Senin, 28 April 2025, sekitar pukul 18.05 WIB di RSUD Cibinong,” ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangannya kepada awak media pada Senin (28/4).
Sebelumnya, Suparta telah menerima vonis hukuman 8 tahun penjara dari pengadilan tingkat pertama atas keterlibatannya dalam kasus korupsi timah yang menjeratnya. Merasa tidak puas dengan putusan tersebut, jaksa penuntut umum mengajukan banding, yang kemudian berujung pada diperberatnya hukuman Suparta menjadi 19 tahun penjara.
Tidak hanya hukuman penjara, Suparta juga diwajibkan untuk membayar uang pengganti dengan jumlah yang fantastis, yakni sebesar Rp 4.571.438.592.561,56 (empat koma lima puluh tujuh triliun rupiah).
Saat menghembuskan napas terakhirnya, Suparta masih berupaya mencari keadilan melalui jalur hukum dengan mengajukan kasasi. Sayangnya, ia meninggal dunia sebelum perkaranya memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah.
Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, menambahkan bahwa pihaknya akan melakukan koordinasi lebih lanjut terkait status hukum Suparta dalam kasus yang menjeratnya.
“Tentu saja, langkah-langkah selanjutnya akan kami tindak lanjuti sesuai dengan hukum acara yang berlaku. Untuk saat ini, fokus utama kami adalah penanganan jenazah,” jelasnya.
Dalam kasus ini, Suparta diduga bersekongkol dengan sejumlah pihak, termasuk Harvey Moeis, suami dari aktris Sandra Dewi, untuk mendirikan perusahaan-perusahaan boneka yang seolah-olah bertindak sebagai mitra jasa PT Timah. Padahal, perusahaan-perusahaan boneka tersebut berfungsi sebagai wadah untuk mengumpulkan bijih timah hasil dari penambangan liar di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Melalui jaringan perusahaan boneka inilah, Suparta dan kelompoknya diduga kuat menjual bijih timah ilegal hasil pertambangan tersebut kepada PT Timah, yang pada akhirnya menyebabkan kerugian negara yang signifikan.