Dilanda Aksi Jual, Harga Saham Blue Chip Ini Melemah, Kapan Waktu untuk Beli?

- Penulis

Kamis, 6 Februari 2025 - 08:27 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

RAGAMUTAMA.COM – JAKARTA. Harga sejumlah saham blue chip masih dalam tren melemah pada pekan pertama Februari 2025. Hal ini karena saham blue chip tersebut dilanda aksi jual. Lalu, kapan saat yang tepat untuk membeli saham blue chip yang turun harga?

 

Saham blue chip adalah saham lapis satu yang telah berpengalaman lama di pasar modal. Saham blue chip biasanya berasal dari perusahaan dengan fundamental kuat dan nilai kapitalisasi pasar besar, mencapai puluhan hingga ratusan triliun rupiah.

Salah satu saham blue chip di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang turun harga adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA). Pada perdagangan Rabu 5 Februari 2025, harga saham BBCA ditutup di level 9.125 turun 50 poin atau 0,54% dibandingkan sehari sebelumnya. 

Dalam sebulan terakhir, harga saham BBCA terakumulasi melemah 550 poin atau 5,68%. Pada periode yang sama, saham BBCA  menghadapi tekanan jual dari investor asing dengan total net foreign sell mencapai Rp 3,31 triliun di seluruh pasar. Kondisi ini berimbas pada harga saham BBCA yang terkoreksi 7,36% ke level Rp 9.125 per saham.

Di sisi lain, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) turut terkena tekanan jual dari investor asing dengan total net foreign sell mencapai Rp 33,08 miliar di seluruh pasar. Akibatnya, harga saham AMMN melemah 14,71% dalam sebulan terakhir dan ditutup di level Rp 7.250 per saham pada perdagangan Rabu (5/2).

Sementara itu, saham PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) juga mengalami aksi jual asing dengan total net foreign sell sebesar Rp 152,45 miliar di seluruh pasar. Meski demikian, harga saham TPIA justru menguat 20,21% dalam sebulan terakhir dan kini berada di level Rp 8.625 per saham.

Baca Juga :  Kebijakan Tarif Trump Turut Sasar E-Commerce China, Temu Cs. Terancam

Head of Investment Specialist PT Maybank Sekuritas Indonesia Fath Aliansyah menyatakan pergerakan saham blue chip banyak dipengaruhi oleh sentimen global, yang pada akhirnya berdampak pada aliran modal masuk atau inflow

“Apabila keadaan dari sisi global membaik seperti pelemahan indeks dolar, hal ini bisa jadi katalis untuk saham-saham blue chip,” kata Fath kepada Kontan, Rabu (5/2).

Fath menilai kondisi tekanan jual sebenarnya normal terjadi, karena ketika berinvestasi di negara emerging market tapi kursnya melemah, pasti akan mempengaruhi portofolio pengelola dana tersebut.

Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas, menilai bahwa prospek fundamental emiten big caps masih memiliki peluang untuk tumbuh.

Namun, dalam jangka pendek hingga menengah, pergerakannya menghadapi berbagai tantangan di tengah kekhawatiran terhadap ketidakpastian ekonomi global, terutama dengan dimulainya perang dagang. Meski begitu, ada harapan dari potensi penurunan suku bunga.

Sukarno juga menyoroti PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) sebagai saham yang menarik secara teknikal karena tengah berada dalam tren kenaikan, tinggal menunggu sinyal beli berikutnya. Sementara itu, PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga patut diperhatikan karena pergerakannya yang cenderung sideways.

“Saran bagi investor cenderung wait and see sambil melihat perkembangan situasi eksternal akan seperti apa,” ujar Sukarno kepada Kontan, Rabu (5/2).

Baca Juga :  Dua Minggu Laku Rp 4,9 Triliun, Berikut Cara Beli ORI 027 Kupon 6,75%

Tonton: Ragam Mobil Pilihan Bakal Menghiasai Gelaran Otomotif IIMS 2025

Untuk saham TLKM, Sukarno merekomendasikan hold dengan target harga di level Rp 2.800 per saham.

Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori Ekky Topan menambahkan tekanan jual yang terjadi saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari kekhawatiran terhadap ekonomi global, perang dagang, kondisi ekonomi yang masih lesu, serta kebijakan hawkish dari The Fed. 

“Kalau pasar lesu, maka IHSG terkoreksi, dan yang kena pengaruh paling besar saham blue chip,” kata Ekky kepada Kontan, Rabu (5/2).

  TLKM Chart by TradingView  

Menurut Ekky, bagi investor dan pelaku pasar, saat pasar sedang lesu ini justru bisa menjadi kesempatan untuk melakukan akumulasi saham blue chip secara bertahap. Penurunan harga saham membuat valuasi saham-saham emiten menjadi lebih murah, memberikan peluang untuk membeli dengan harga yang lebih rendah.

Bagi investor jangka panjang, penurunan pasar ini justru bisa menjadi peluang, meskipun timing masuk pasar tetap penting. 

Untuk jangka pendek, Ekky merekomendasikan saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI) yang mulai menunjukkan tanda-tanda rebound setelah penurunan yang signifikan. 

Ekky menyarankan untuk mencermati saham PANI pada level Rp 12.700 per saham dan AMMN di sekitar Rp 8.000 per saham.

Berita Terkait

Harga Emas Antam Rp2 Juta/Gram: Mengapa Warga Banjarmasin Tetap Memburunya?
Emiten Menara: Peluang Investasi Terbaik dengan Pertumbuhan Kinerja 2024
Saldo JHT BPJS: 3 Cara Mudah Cek Online Terbaru!
Jangan Lewatkan! 12 Emiten Bagikan Dividen, Ini Daftar Saham Potensial!
Vale Indonesia: Komitmen Green Mining untuk Masa Depan Berkelanjutan
Harga Emas Antam Diramal Tembus Rp 2,3 Juta: Peluang Investasi Akhir Tahun?
Harga Emas Antam Stabil Akhir Pekan: Peluang Investasi?
Pelemahan Yen: Ancaman Ekonomi Jepang & Upaya Penguatannya

Berita Terkait

Minggu, 13 April 2025 - 17:31 WIB

Harga Emas Antam Rp2 Juta/Gram: Mengapa Warga Banjarmasin Tetap Memburunya?

Minggu, 13 April 2025 - 17:19 WIB

Emiten Menara: Peluang Investasi Terbaik dengan Pertumbuhan Kinerja 2024

Minggu, 13 April 2025 - 16:47 WIB

Saldo JHT BPJS: 3 Cara Mudah Cek Online Terbaru!

Minggu, 13 April 2025 - 16:23 WIB

Jangan Lewatkan! 12 Emiten Bagikan Dividen, Ini Daftar Saham Potensial!

Minggu, 13 April 2025 - 15:51 WIB

Vale Indonesia: Komitmen Green Mining untuk Masa Depan Berkelanjutan

Berita Terbaru

society-culture-and-history

Tupperware Hengkang: Akhir Kisah 33 Tahun di Indonesia

Minggu, 13 Apr 2025 - 17:15 WIB