Gempa bumi dengan magnitudo 7,7 melanda Myanmar pada Jumat (28/3). Thailand yang merupakan negara tetangga juga ikut terdampak oleh gempa ini. Getaran gempa juga terasa hingga ke Kamboja dan India.
Sebagian besar kerusakan yang diakibatkan oleh gempa berada di ibu kota kuno Myanmar, Mandalay. Mandalay berjarak hanya sekitar 19 kilometer dari episentrum di wilayah Sagaing, sehingga banyak bangunan runtuh dan infrastruktur runtuh.
Melansir laporan The New York Times, jumlah korban tewas masih belum jelas. Namun, para ahli memperingatkan angka korban jiwa bisa sangat besar karena populasi yang padat dan bangunan-bangunan yang rentan roboh di Mandalay.
Berdasarkan pemodelan Badan Geologi dan Pemetaan AS (USGS) memperkirakan kemungkinan jumlah korban tewas akan melampaui 10.000 jiwa. Hitungan awal dari pemerintah militer Myanmar menyebut 144 orang tewas dan 732 orang terluka hanya di tiga kota, tidak termasuk di Mandalay.
Gempa Bumi Ketiga dalam 100 Tahun Terakhir
Gempa bumi yang episentrumnya hanya 10 mil dari jantung Mandalay, kota berpenduduk sekitar 1,5 juta orang itu merupakan yang ketiga mengguncang wilayah itu dalam satu abad terakhir. Adapun gempa susulan dengan magnitudo 6,7 tercatat sekitar 11 menit kemudian dari gempa pertama yang terjadi sekitar pukul 12.50 waktu setempat.
Guncangannya terasa hingga Bangladesh, Vietnam, Thailand, dan Cina selatan. Media berita pemerintah melaporkan bahwa sejumlah orang yang tidak disebutkan jumlahnya terluka di Ruili, dekat perbatasan Myanmar.
Banyak foto dan video menunjukkan sejumlah kerusakan di Myanmar. Jembatan Ava, bentang logam raksasa, sebagian runtuh ke Sungai Irrawaddy. Di Mandalay, para biksu berjubah merah berteriak kaget saat sebuah gedung bertingkat di biara New Masoeyein runtuh di dekat menara jam yang roboh.
Di sebuah biara Buddha di Pindaya, sekitar 70 mil dari pusat gempa, puncak menara di atas kubah emas berusia seabad yang disebut stupa roboh, salah satu dari beberapa yang rusak di sana.
Thailand Nyatakan Darurat Bencana
Gempa dengan magnitudo 7,7 tersebut meratakan gedung 33 lantai yang sedang dibangun lebih dari 600 mil atau lebih dari 900 kilometer jauhnya di Bangkok, Thailand. Pihak berwenang melaporkan delapan orang meninggal dunia, dan puluhan lainnya hilang. Mereka semua diduga sebagai anggota kru pekerja yang beranggotakan 320 orang yang sedang membangun gedung baru untuk pemerintah Thailand.
Perdana Menteri Thailand, Paetongtarn Shinawatra bahkan menyatakan Bangkok sebagai daerah darurat dan mendesak penduduk untuk mengungsi dari gedung-gedung tinggi jika terjadi gempa susulan.
Junta Militer Kesulitan Atasi Bencana
Bencana ini memperparah tantangan besar yang dihadapi para penguasa militer Myanmar, yang menggulingkan pemerintahan terpilih pada 2021 dan telah membatasi kontak negara tersebut dengan dunia luar.
Junta militer terus melemah sejak saat itu, kehilangan wilayah kekuasaannya dari pemberontak di tengah perang saudara berdarah yang telah menyebabkan hampir 20 juta dari sekitar 54 juta penduduk negara itu tidak memiliki cukup makanan atau tempat tinggal bahkan sebelum gempa.
Menghadapi gempa bumi ini, para pemimpin junta meminta bantuan internasional dan mengumumkan keadaan darurat di enam wilayah negara itu.
“Kami membutuhkan dan menginginkan masyarakat internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan,” kata juru bicara militer, Jenderal Zaw Min Tun, mengutip The New York Times.
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, António Guterres, menyatakan mengalokasikan dana awal sebesar US$ 5 juta dari dana daruratnya untuk membantu operasi penyelamatan nyawa di Myanmar.