Anton Apriantono, seorang pakar di bidang produk pangan yang juga pernah menjabat sebagai Menteri Pertanian, memberikan analisisnya terkait penemuan produk berlabel halal oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan BPOM yang ternyata mengandung unsur babi (porcine).
Padahal, dalam kasus ini, produsen Chomp Chomp telah melakukan serangkaian uji laboratorium oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), LPPOM, serta Sucofindo. Hasil dari pengujian laboratorium tersebut menunjukkan bahwa ketiga produk mereka negatif terhadap kandungan unsur babi. Hasil uji laboratorium ini berlaku hingga akhir tahun 2025 dan 2026.
Anton Apriantono berpendapat bahwa perbedaan hasil uji laboratorium tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan dalam standardisasi pengujian laboratorium kehalalan.
“Menurut saya, di sinilah pentingnya standarisasi pengujian. Mungkin saja setiap laboratorium memiliki metode analisis yang berbeda, yang kemudian menyebabkan hasil yang berbeda pula. Selain itu, hasil juga bergantung pada sensitivitas alat dan metode analisis yang digunakan,” ungkap Anton pada Kamis (24/4).
Anton berpendapat bahwa pengujian untuk mendeteksi keberadaan unsur babi harus dilakukan dengan menggunakan metode standar agar tidak terjadi perbedaan hasil. Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci mengenai standardisasi seperti apa yang harus dipenuhi.
“Oleh karena itu, untuk pengujian keberadaan unsur babi, harus digunakan metode standar yang sudah diakreditasi oleh badan yang berwenang, dalam hal ini adalah komite akreditasi di bawah BSN,” tegas Anton.
“Metode yang digunakan haruslah metode baku yang telah menjadi standar pengujian,” lanjutnya.
Di sisi lain, Anton menyarankan agar ke depannya, pengujian produk halal tidak hanya terbatas pada uji laboratorium saja, tetapi juga mencakup penelusuran sumber atau pabrik bahan baku.
“Seharusnya, pengujian digabungkan dengan metode penelusuran sehingga asal usul bahan dapat diketahui dengan jelas. Jangan hanya mengandalkan hasil laboratorium, karena secanggih apa pun pengujian laboratorium, tetap ada batas kemampuan deteksinya, yang disebut sebagai limit deteksi,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa jika unsur babi berada di bawah limit deteksi metode dan alat yang digunakan, maka keberadaan unsur babi tersebut tidak dapat dipastikan.
“Ya, harus sampai ke ujungnya. Misalnya, jika ingredient yang dicurigai adalah gelatin, meskipun sudah memiliki sertifikat halal, pabriknya harus didatangi untuk memastikan bahwa bahan bakunya benar-benar bukan berasal dari babi,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah dan pengusaha seharusnya lebih aware terhadap isu kehalalan, sehingga tidak masalah jika harus mengeluarkan anggaran lebih untuk pengujian.
“Untuk sertifikasi lainnya, seperti mutu atau manajemen, juga mahal. Jadi, untuk sertifikasi halal, tidak harus lebih murah. Biaya dapat ditanggung bersama antara pengusaha dan pemerintah,” pungkasnya.
Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan BPOM telah menemukan dan merilis daftar sembilan produk pangan olahan yang terdeteksi mengandung unsur babi (porcine). Dari sembilan produk tersebut, tujuh di antaranya sudah memiliki label halal. Dari ketujuh produk tersebut, tiga di antaranya diproduksi oleh Chomp Chomp.
Chomp Chomp telah memberikan klarifikasi terkait hal tersebut. Mereka mengungkapkan sejumlah dokumen yang menunjukkan bahwa ketiga produk mereka yang dinyatakan mengandung unsur babi (porcine) oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) dan BPOM sebenarnya adalah halal.