Bernadya dan Raisa Gugat Aturan Izin Lagu di MK: Ada Apa?

Avatar photo

- Penulis

Kamis, 24 April 2025 - 23:19 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Kamis, 24 April, menjadi hari penting bagi 29 musisi Indonesia. Gugatan terkait Undang-Undang Hak Cipta yang mereka ajukan mulai disidangkan di Mahkamah Konstitusi. Agenda sidang perdana ini adalah pemeriksaan pendahuluan, diawali dengan pembacaan permohonan di hadapan para Hakim.

Sidang permohonan ini dipimpin oleh Wakil Ketua MK, Saldi Isra, yang didampingi oleh Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Hakim Konstitusi Arsul Sani.

Deretan musisi yang bertindak sebagai Pemohon meliputi Bernadya, Nadin Amizah, Raisa Andriana, Armand Maulana (Tubagus Arman Maulana), hingga Ariel (Nazriel Irham). Mereka diwakili oleh tim kuasa hukum dalam persidangan dengan Nomor Perkara 28/PUU-XXIII/2025.

Dalam permohonan yang diajukan, para musisi meminta pengujian materi terhadap Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Undang-undang ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945. Para penyanyi dan pencipta lagu ini merasa ada isu hukum yang menciptakan ketidakpastian serta berpotensi merugikan hak-hak konstitusional mereka dalam norma yang sedang diuji.

“Intinya, kami ingin mempertanyakan dan meminta kejelasan. Kami juga meminta Mahkamah Konstitusi untuk menguji materi dan memberikan penafsiran yang lebih luas mengenai beberapa hal, terutama mengenai kewajiban pelaku pertunjukan untuk meminta izin secara langsung kepada pencipta lagu sebelum menampilkan ciptaan tersebut dalam suatu pertunjukan,” jelas Panji Prasetyo, kuasa hukum para Pemohon, saat sidang pendahuluan Perkara Nomor 28/PUU-XXIII/2025 di Ruang Sidang MK, Jakarta.

Pasal 9 ayat (3) UU Hak Cipta menyatakan: “Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan.”

Pasal 23 ayat (5) menyatakan: “Setiap Orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada Pencipta dengan membayar imbalan kepada Pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.”

Pasal 81 berbunyi: “Kecuali diperjanjikan lain, Pemegang Hak Cipta atau pemilik Hak Terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan Lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (21).”

Pasal 87 ayat (1) berbunyi: “Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap Pencipta, Pemegang Hak Cipta, pemilik Hak Terkait menjadi anggota Lembaga Manajemen Kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan Hak Cipta dan Hak Terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.”

Pasal 113 ayat (2) berbunyi: “Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

Para Pemohon menjelaskan bahwa permohonan ini didasari oleh sejumlah kasus yang menimpa beberapa musisi.

Salah satu contohnya adalah kasus yang dialami Agnes Monica, yang lebih dikenal dengan Agnezmo. Agnezmo digugat dan dilaporkan secara pidana oleh Ari Bias, pencipta lagu “Bilang Saja”, karena dianggap tidak meminta izin secara langsung dan tidak membayar royalti langsung kepada Ari Bias.

Dalam perkara tersebut, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memutuskan bahwa Agnezmo harus mengganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias. Selain itu, Agnezmo juga dilaporkan secara pidana ke Kepolisian Negara Republik Indonesia atas dugaan pelanggaran Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta.

Baca Juga :  Trump Siap Pangkas Tarif Impor, China Beri Lampu Hijau?

Musisi lain yang menghadapi masalah serupa adalah grup band The Groove, Sammy Simorangkir, dan Once Mekel. Mereka terpaksa meminta izin secara langsung dan membayar royalti yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Menurut kuasa hukum para musisi, hal ini menjadi isu hukum yang meresahkan dalam praktik penggunaan karya cipta. Ketentuan Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta dinilai seringkali ditafsirkan secara berbeda oleh berbagai pihak, sehingga menimbulkan ketidakpastian dalam praktiknya.

Para Pemohon menjelaskan bahwa, sama halnya dengan penggunaan hak-hak ekonomi lainnya oleh orang lain dengan izin pencipta, dalam penggunaan hak ekonomi pertunjukan (performing rights), pencipta tetap berhak atas imbalan yang wajar berupa royalti.

Meskipun penggunaan hak ekonomi pertunjukan tersebut seharusnya dapat dilakukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (5) UU Hak Cipta, royalti tersebut harus dibayarkan oleh pengguna melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

Hal ini sejalan dengan ketentuan yang menyatakan bahwa royalti untuk penggunaan hak ekonomi pertunjukan (performing rights) dibayarkan melalui mekanisme LMK.

Pasal 87 UU Hak Cipta secara lebih rinci mengatur mengenai mekanisme tersebut. Pencipta hanya dapat memperoleh hak ekonominya dan menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.

Tata kelola penghimpunan dan pendistribusian royalti secara kolektif melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) pada dasarnya bekerja dengan mekanisme di mana pengguna suatu ciptaan membayarkan royalti untuk pencipta melalui LMKN. Kemudian, royalti tersebut diteruskan kepada LMK untuk didistribusikan kepada pencipta yang merupakan anggota LMK.

Pemungutan royalti atas performing rights dinilai sudah menjadi common practice (kebiasaan umum). Penyelenggara acara pertunjukan (event organizer) bertanggung jawab sebagai pengguna untuk membayar royalti atas pertunjukan di tempat hiburan, konser, radio, stasiun televisi, restoran, dan/atau kafe.

Konsekuensi dari keanggotaan dalam LMK adalah beralihnya wewenang pengelolaan hak ekonomi kepada LMK. Karena itu, dalam setiap tindakan hukum terkait pengelolaan maupun penegakan hak ekonomi atas karya cipta, pencipta dianggap telah memberikan izin penggunaan ciptaannya dalam suatu pertunjukan (performing) saat pencipta tersebut menjadi anggota LMK.

Menurut para Pemohon, sistem blanket license yang diterapkan di Indonesia sangat masuk akal. Untuk memaksimalkan nilai ekonomi, sangat tidak mungkin bagi pencipta untuk mengawasi semua pertunjukan musik yang diadakan di Indonesia.

Terlebih lagi, akan sangat sulit untuk menagih royalti performing rights satu per satu dari penggunaan yang mungkin terjadi ratusan hingga ribuan kali secara bersamaan di seluruh dunia. Dengan diterapkannya sistem blanket license, para Pemohon menilai tata kelola penghimpunan dan pendistribusian royalti dapat dilaksanakan secara adil dan dengan kepastian hukum.

Namun, pada kenyataannya, para Pemohon menyatakan bahwa amanat dalam UU Hak Cipta belum dapat terwujud karena masih banyak polemik dan gejolak. Hal ini terutama terkait dengan sistem perizinan dan royalti, yang disebabkan oleh inkonsistensi dalam pelaksanaan undang-undang dan/atau kekeliruan dalam penafsirannya.

Oleh karena itu, para Pemohon meminta adanya perubahan dalam sejumlah pasal UU Hak Cipta, yaitu:

Pasal 9 ayat (3)

Konstitusional sepanjang dimaknai: “Setiap Orang yang tanpa izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dilarang melakukan Penggandaan dan/atau Penggunaan Secara Komersial Ciptaan dalam suatu pertunjukan tidak memerlukan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan kewajiban untuk tetap membayar royalti atas penggunaan secara komersial ciptaan tersebut.”

Baca Juga :  SBY Ungkap 80 Persen Kesamaan Pandangan dengan Prabowo Soal Tarif Trump

Pasal 23 ayat 5

Konstitusional sepanjang frasa “Setiap Orang” dalam pasal tersebut dimaknai sebagai “Orang atau badan hukum sebagai Penyelenggara Acara Pertunjukan.” Kecuali apabila diperjanjikan berbeda oleh pihak terkait mengenai ketentuan pembayaran royalti, Serta sepanjang dimaknai bahwa pembayaran royalti dapat dilakukan sebelum dan sesudah dilakukannya penggunaan komersial suatu ciptaan dalam suatu pertunjukan;

Pasal 81

Konstitusional sepanjang dimaknai: “Untuk Penggunaan Secara Komersial dalam suatu Pertunjukan tidak diperlukan lisensi dari Pencipta dengan kewajiban untuk membayar royalti untuk Pencipta melalui LMK.”

Pasal 87 ayat (1)

Konstitusional, sepanjang tidak dimaknai: “Pencipta, Pemegang Hak Cipta ataupun Pemilik Hak Terkait juga dapat melakukan mekanisme lain untuk memungut royalti secara non-kolektif dan/atau memungut secara diskriminatif.”

Pasal 113 ayat (2) huruf f

Inkonstitusional dan tidak berkekuatan hukum (dihapus).

T’Koes Band Juga Ajukan Gugatan

Dalam perkara yang berbeda, terdapat permohonan serupa mengenai Hak Cipta. Permohonan perkara Nomor 37/PUU-XXIII/2025 diajukan oleh grup musik Terinspirasi Koes Plus atau T’Koes Band, serta Saartje Sylvia, seorang pelaku pertunjukan ciptaan yang dikenal sebagai Lady Rocker pertama.

T’Koes Band sering membawakan lagu-lagu lawas yang dulunya dinyanyikan oleh musisi lain, seperti Koes Plus, D’Mercys, hingga Everly Brothers dan The Beatles. Namun, T’Koes Band dilarang membawakan lagu-lagu dari Koes Plus sejak tanggal 22 September 2023 oleh para ahli waris Koes Plus.

Menurut Pemohon, hal ini membuktikan bahwa penerapan Pasal 9 ayat (2) UU Hak Cipta telah merugikan mereka dan menciptakan ketidakpastian hukum dalam memperoleh izin. Padahal, Pemohon mengklaim bahwa setiap pertunjukan T’Koes Band telah meminta license dan/atau membayar royalti kepada LMK di Indonesia, serta melakukan pendekatan dengan menyerahkan sejumlah uang tertentu kepada sebagian ahli waris Koes Plus, meskipun jumlahnya mungkin tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk menyatakan Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 113 ayat (2) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945.

Berikut adalah beberapa perubahan yang dimintakan oleh Pemohon:

Pasal 9 ayat (2)

Konstitusional apabila dimaknai “Setiap Orang yang melaksanakan hak ekonomi sebagaimana dimaksud pada Pasal 9 ayat (1) huruf f tidak memerlukan izin dari Pencipta atau Pemegang Hak Cipta dengan melaksanakan kewajibannya membayar Royalti kepada Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)/Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).”

Pasal 113 ayat (2) konstitusional sepanjang frasa “tanpa hak dan/tanpa izin sebagaimana Pasal 9 ayat (1) huruf f” dimaknai “bahwa Pengguna dengan iktikad buruk tidak melaksanakan kewajibannya dalam pemenuhan hak ekonomi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)/Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)”.

Nasihat Hakim

Menutup sidang perdana, Hakim MK memberikan nasihat kepada para Pemohon. Hakim Konstitusi Saldi Isra menekankan bahwa para Pemohon dari masing-masing perkara harus menjelaskan kerugian konstitusional yang telah atau akan mereka alami akibat berlakunya norma-norma yang diuji.

Selain itu, para Pemohon juga harus menguraikan pertentangan antara norma-norma yang diuji dengan batu uji yang digunakan dalam UUD NRI Tahun 1945.

“Itu harus dijelaskan dan ditunjukkan kepada kami mengapa norma tersebut bertentangan dengan konstitusi. Sebab, yang kami nilai adalah pertentangannya,” ujar Saldi.

MK memberikan waktu selama 14 hari kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonan mereka. Berkas perbaikan permohonan harus diterima oleh Mahkamah paling lambat pada hari Rabu, 7 Mei 2025.

Berita Terkait

Prabowo Mengecam Keras Serangan Terhadap Turis Indonesia di India
Prabowo Bertemu PM Fiji: Bahas Perubahan Iklim Global dan Geopolitik Regional
Politikus PDIP Soroti Utusan Prabowo: Jokowi ke Vatikan, Bukan Ma’ruf Amin?
Soeharto Pahlawan Nasional? Ikuti Polling dan Sampaikan Pendapatmu!
Trump Siap Pangkas Tarif Impor, China Beri Lampu Hijau?
Selain ke Bareskrim, Rayen Pono juga Akan Laporkan Ahmad Dhani ke MKD DPR
Rayen Pono Harap Prabowo Ikut Pantau Kasus Ahmad Dhani yang Plesetkan Marganya
Gereja Katedral Jakarta Gelar Misa Requiem Paus Fransiskus Hari ini

Berita Terkait

Jumat, 25 April 2025 - 00:04 WIB

Prabowo Mengecam Keras Serangan Terhadap Turis Indonesia di India

Kamis, 24 April 2025 - 23:19 WIB

Bernadya dan Raisa Gugat Aturan Izin Lagu di MK: Ada Apa?

Kamis, 24 April 2025 - 17:11 WIB

Prabowo Bertemu PM Fiji: Bahas Perubahan Iklim Global dan Geopolitik Regional

Kamis, 24 April 2025 - 16:55 WIB

Politikus PDIP Soroti Utusan Prabowo: Jokowi ke Vatikan, Bukan Ma’ruf Amin?

Kamis, 24 April 2025 - 16:31 WIB

Soeharto Pahlawan Nasional? Ikuti Polling dan Sampaikan Pendapatmu!

Berita Terbaru

entertainment

Secret Files of XSA: Nonton Drachin Sub Indo, Sinopsis Lengkap!

Jumat, 25 Apr 2025 - 03:27 WIB

Uncategorized

Celios Ungkap Kekhawatiran Himbara Modali Koperasi Merah Putih

Jumat, 25 Apr 2025 - 03:16 WIB