Ragamutama.com – Kabar kurang sedap datang dari pasar saham. Pada hari Selasa, 8 April 2025 (waktu Amerika Serikat), saham perusahaan teknologi raksasa, Apple, mengalami penurunan tajam, hampir mencapai angka 5 persen.
Penurunan drastis nilai saham Apple ini dipicu oleh pengumuman yang mengejutkan dari pemerintahan Donald Trump. Dikabarkan, tarif impor untuk barang-barang yang berasal dari China akan dinaikkan secara signifikan, mencapai 104 persen, mulai hari Rabu, 9 April 2025.
Kebijakan baru ini sontak memicu kekhawatiran yang meluas di antara para investor di Amerika Serikat. Mereka terutama mencemaskan dampak yang akan ditimbulkan bagi Apple, mengingat perusahaan ini sangat bergantung pada manufaktur di China untuk memproduksi sebagian besar perangkatnya.
Sebelumnya, Apple sudah merasakan dampak negatif dari rencana pemberlakuan tarif sebesar 54 persen yang diumumkan oleh Trump dalam pidatonya yang berjudul “Liberation Day” pada tanggal 2 April lalu.
Dalam pidato tersebut, Trump menyatakan niatnya untuk mengenakan tarif tambahan sebesar 34 persen di atas pajak yang sudah berlaku sebesar 20 persen untuk barang-barang impor dari China. Dengan demikian, total tarif yang akan dikenakan menjadi 54 persen.
Sebagai gambaran, pada tanggal 2 April, harga saham Apple masih berada di level 221,14 dollar AS. Namun, pada tanggal 7 April, nilai saham tersebut merosot tajam ke level 176,45 dollar AS per saham.
Pada hari Senin, 7 April 2025, melalui sebuah unggahan di platform Truth Sosial, Trump kembali memberikan ancaman dengan menyatakan bahwa ia akan menambah beban tarif sebesar 50 persen lagi jika China tidak mencabut pajak impor balasan sebesar 34 persen yang diberlakukan oleh China terhadap produk-produk Amerika Serikat.
Akibatnya, total beban tarif untuk barang-barang China yang masuk ke Amerika Serikat kini mencapai angka yang fantastis, yaitu 104 persen. Tarif baru yang ditetapkan oleh Trump ini akan mulai berlaku pada hari Rabu, 9 April 2025 (waktu Amerika Serikat).
Sempat ada harapan ketika saham Apple dibuka dengan angka 186,73 dollar AS dan bahkan sempat naik hingga 190,34 dollar AS pada Selasa pagi, menunjukkan potensi rebound.
Namun, setelah pengumuman resmi mengenai tarif baru sebesar 104 persen dari Gedung Putih, diikuti dengan aksi jual massal di pasar saham, saham Apple kembali terperosok dan akhirnya ditutup dengan penurunan sebesar 4,98 persen, mencapai level 172,42 dollar AS pada sesi perdagangan hari Selasa, 8 April 2025.
Kondisi ini menandai titik terendah harga saham Apple sepanjang tahun 2025. Jika dihitung dari awal tahun 2025 hingga tanggal 8 April (year-to-date), saham Apple telah mengalami penurunan yang signifikan, yaitu sebesar 31,15 persen. Sementara itu, jika dihitung sejak tanggal 2 April (awal pengumuman tarif Trump), saham Apple tercatat anjlok sebesar 22,03 persen.
Saat ini, sebagian besar perangkat iPhone dirakit di China. Proses perakitan ini melibatkan komponen yang berasal dari berbagai negara, seperti kamera dari Jepang, prosesor dari Taiwan, layar dari Korea Selatan, dan memori dari Amerika Serikat.
Setelah selesai dirakit, iPhone tersebut kemudian diimpor kembali ke negara asalnya, yaitu Amerika Serikat.
Di sinilah letak permasalahannya. Ketika mengimpor iPhone yang dirakit di China, Apple secara teoritis akan dikenakan tarif impor sebesar 104 persen.
Belum ada kejelasan mengenai bagaimana Apple akan mengatasi kenaikan tarif impor yang signifikan ini.
Pada masa jabatan pertamanya, Trump juga pernah memberlakukan tarif. Namun, saat itu, Trump memberikan pengecualian terhadap beberapa produk Apple dari kebijakan tambahan pajak impor ini.
Untuk kebijakan tarif Trump yang baru pada periode pemerintahan keduanya ini, belum ada indikasi apakah akan ada pengecualian serupa yang diberikan kepada Apple.
Apple didorong untuk memproduksi iPhone di dalam negeri
Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Howard Lutnick, mengusulkan agar Apple mulai memproduksi iPhone secara langsung di dalam negeri (Amerika Serikat).
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt, dalam sebuah jumpa pers pada hari Selasa.
Leavitt menyatakan bahwa Presiden Trump “percaya bahwa kita memiliki sumber daya manusia, kita memiliki tenaga kerja terampil, kita memiliki sumber daya alam” yang diperlukan untuk membawa produksi iPhone ke Amerika Serikat.
Namun, analis dari perusahaan riset dan investasi Wedbush Securities, Dan Ives, berpendapat bahwa untuk merealisasikan hal tersebut akan membutuhkan waktu bertahun-tahun dan dapat menyebabkan harga iPhone melonjak secara signifikan.
Menurut perkiraan Wedbush, dibutuhkan waktu sekitar 3 tahun dan investasi sebesar 30 miliar dollar AS untuk memindahkan bahkan hanya 10 persen dari rantai pasokan Apple dari Asia ke Amerika Serikat. Proses ini juga akan menimbulkan gangguan yang besar.
“Jika konsumen bersedia membayar iPhone seharga 3.500 dollar AS (sekitar Rp 56 juta), silakan saja produksi di New Jersey atau Texas,” tulis Ives dalam catatan investor pada tanggal 3 April.
“Konsep memproduksi iPhone di Amerika Serikat tidak realistis jika harga yang diinginkan adalah 1.000 dollar AS. Harga akan melonjak drastis dan margin keuntungan Apple bisa terpukul sangat parah dalam perang tarif ini,” lanjut Ives, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari Yahoo Finance, Rabu (9/4/2025).