Ancaman Tarif Impor AS: Emiten Ekspor Indonesia Terancam Lesu?

- Penulis

Minggu, 6 April 2025 - 19:35 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Ragamutama.com JAKARTA. Penerapan kebijakan tarif impor oleh Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump, telah memicu dinamika signifikan di panggung ekonomi global. Perusahaan-perusahaan yang mengandalkan ekspor ke AS kini menghadapi tantangan serius, dengan potensi perlambatan kinerja akibat tarif impor tersebut.

Seperti yang diketahui, Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena dampak kebijakan resiprokal tarif oleh AS, dengan besaran mencapai 32%. Dampaknya, harga produk-produk Indonesia yang diekspor ke AS berpotensi menjadi lebih mahal dan kurang kompetitif.

Menurut laporan dari Dewan Ekonomi Nasional (DEN), implementasi tarif impor oleh AS diperkirakan akan memberikan pengaruh substansial terhadap ekspor produk Indonesia, yang mayoritas berasal dari sektor padat karya. DEN menyoroti bahwa komoditas ekspor utama Indonesia ke AS pada tahun 2024 adalah minyak kelapa sawit dan produk turunannya (HS 1511), dengan nilai mencapai US$ 1,30 miliar.

Setelah minyak kelapa sawit, komoditas ekspor utama lainnya adalah alas kaki bagian atas dari kulit (HS 6403) dengan nilai US$ 1,20 miliar, diikuti oleh mesin dan peralatan listrik (HS 8543) senilai US$ 1,03 miliar, perangkat telekomunikasi (HS 8517) senilai US$ 0,91 miliar, serta berbagai produk lainnya.

Kinerja Emiten Properti Diproyeksi Turun Tahun Ini, Simak Rekomendasi Sahamnya

Budi Frensidy, seorang Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, menekankan bahwa emiten yang fokus pada ekspor, khususnya ke AS, akan merasakan dampak negatif dari kebijakan tarif impor. Sektor-sektor seperti makanan dan minuman (mamin), komoditas, furnitur atau mebel, dan lainnya akan terpengaruh.

Baca Juga :  Bos IKN Buka Suara soal Proyek yang Tak Kunjung Dibangun

Dalam konteks industri mamin, Gabungan Pengusaha Makanan-Minuman Indonesia (Gapmmi) sebelumnya menyatakan bahwa AS merupakan pasar ekspor yang sangat penting bagi produk-produk unggulan mamin Indonesia, seperti kopi, kelapa, kakao, minyak sawit, lemak nabati, serta produk perikanan dan turunannya. Di sisi lain, industri mamin Indonesia juga mengimpor berbagai bahan baku penting dari AS, termasuk gandum, kedelai, dan susu.

Di sektor mebel, Asosiasi Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) pernah menyampaikan bahwa total nilai ekspor mebel Indonesia mencapai US$ 2,2 miliar, dengan 60% di antaranya diekspor ke AS. Beberapa emiten yang aktif di sektor ini termasuk PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) dan PT Indonesia Fibreboard Industry Tbk (IFII).

Budi menyarankan agar emiten-emiten yang berorientasi ekspor ke AS segera mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga potensi penjualan mereka tahun ini. “Diversifikasi ekspor ke negara-negara lain, seperti kawasan Afrika, Eropa Timur, dan Asia Selatan, dapat menjadi alternatif yang menarik,” ungkapnya pada Minggu (6/4).

Sementara itu, Senior Market Analyst dari Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta, berpendapat bahwa emiten-emiten tersebut membutuhkan dukungan segera dari pemerintah untuk mengatasi dampak kebijakan tarif impor AS. Pemerintah perlu mengintensifkan negosiasi dan diplomasi perdagangan dengan AS dan negara-negara lain untuk memperluas akses pasar ekspor Indonesia.

Baca Juga :  Arus Balik Lebaran: Penyeberangan Sumatera-Jawa Turun Tipis, ASDP Catat Penurunan 5 Persen

“Indonesia dapat memperkuat kerja sama bilateral dan multilateral dengan negara-negara sahabat di bidang perdagangan,” ujarnya, juga pada Minggu (6/4).

Nafan menegaskan bahwa pengumuman kebijakan ini telah menyebabkan volatilitas di pasar saham global. Ia memperkirakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga akan mengalami dampak serupa ketika perdagangan dibuka kembali pada hari Selasa (8/4).

Budi menambahkan bahwa investor dapat mempertimbangkan rebalancing portofolio saham sebagai langkah antisipasi terhadap dampak kebijakan tarif impor AS. Namun, ia mengingatkan bahwa strategi rebalancing ini tidak perlu dilakukan terburu-buru, terutama jika harga saham-saham yang diminati kurang menguntungkan.

Budi memperkirakan bahwa saham-saham yang berfokus pada pasar domestik, seperti emiten dari sektor industri farmasi, konsumer, dan properti, akan lebih mampu bertahan dari sentimen negatif tarif impor AS. Investor dapat memperhatikan saham-saham seperti Tempo Scan Pacific Tbk (TSPC), PT Sentul City Tbk (BKSL), dan PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA).

Cek Prospek dan Rekomendasi Saham LQ 45 Usai Turun Tajam di Kuartal I 2025

Berita Terkait

Waspada! IHSG Berpotensi Trading Halt Lagi Besok, Selasa 8 April
Prabowo Ungkap Fenomena Pasar Saham: Ramai Saat Turun, Sepi Saat Naik
IHSG Berpotensi Terkoreksi: Analisis Perdagangan Pasca Libur Lebaran
Emiten Konsumer Raup Untung: Peluang Investasi 2025 Masih Menggiurkan?
Prabowo Ungkap Fakta: Utang Indonesia Besar, Tapi Rasio Utang Aman?
Bank Indonesia Turun Tangan Redam Volatilitas Rupiah
Rupiah Terkini: Mengapa Rupiah Anjlok ke Level Rp16.739 dan Apa Artinya?
Prediksi IHSG: Peluang dan Tantangan Setelah Libur Panjang

Berita Terkait

Senin, 7 April 2025 - 20:15 WIB

Waspada! IHSG Berpotensi Trading Halt Lagi Besok, Selasa 8 April

Senin, 7 April 2025 - 19:47 WIB

Prabowo Ungkap Fenomena Pasar Saham: Ramai Saat Turun, Sepi Saat Naik

Senin, 7 April 2025 - 18:55 WIB

IHSG Berpotensi Terkoreksi: Analisis Perdagangan Pasca Libur Lebaran

Senin, 7 April 2025 - 18:23 WIB

Emiten Konsumer Raup Untung: Peluang Investasi 2025 Masih Menggiurkan?

Senin, 7 April 2025 - 18:11 WIB

Prabowo Ungkap Fakta: Utang Indonesia Besar, Tapi Rasio Utang Aman?

Berita Terbaru