Ragamutama.com JAKARTA. Pemerintah secara resmi menggulirkan wacana penyesuaian tarif royalti untuk sejumlah komoditas tambang, termasuk batubara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah. Selain itu, ada pula usulan pengenaan royalti baru untuk komoditas berlian, perak nitrat, dan kobalt.
Indy Naila, Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, berpendapat bahwa realisasi usulan ini berpotensi memengaruhi kinerja beberapa emiten di sektor pertambangan. “Emiten-emiten produsen seperti ANTM, INCO, MDKA, dan MBMA diperkirakan akan mengalami tekanan,” ungkapnya kepada Kontan.co.id pada hari Jumat (11/4).
Menurut Indy, penyesuaian tarif royalti tambang memiliki implikasi signifikan bagi emiten produsen. Peningkatan volume produksi, ditambah fluktuasi harga komoditas akibat ketidakpastian ekonomi global, dapat meningkatkan beban royalti, yang pada gilirannya menaikkan biaya produksi dan berpotensi menekan margin keuntungan.
Rencana Kenaikan Tarif Royalti Bisa Berisiko Bagi Kinerja Emiten Tambang Mineral
“Selain itu, emiten yang tengah menjalankan proyek dengan capex juga dikhawatirkan akan mengalami tekanan dalam hal efisiensi operasional,” jelasnya lebih lanjut.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Timothy Wijaya, juga mengamati bahwa penyesuaian tarif royalti akan berdampak cukup besar pada INCO. Hal ini disebabkan karena sebagian besar pendapatan INCO masih berasal dari penjualan nikel matte, yang menghadapi kenaikan tarif sebesar 125% dari 2% menjadi 4,5%, yang dikenakan di atas harga nikel LME yang saat ini sedang lemah, sehingga berpotensi menipiskan margin laba kotornya.
Di sisi lain, NCKL diperkirakan menjadi emiten yang paling minim terkena dampak dari regulasi yang diusulkan ini. Timothy berpendapat bahwa hal ini disebabkan oleh eksposur NCKL yang terbatas pada penjualan bijih nikel. Sementara produk NPI (Nickel Pig Iron) NCKL tidak dikenakan royalti karena beroperasi di bawah skema IUI, bukan IUPK, berkat kemitraan dengan investor asing.
Cek Rekomendasi Saham Emiten Tambang Mineral di Tengah Rencana Kenaikan Tarif Royalti
“Secara keseluruhan, perusahaan-perusahaan tambang yang kami amati (INCO, TINS, MDKA, MBMA, ANTM, NCKL) berpotensi mengalami penurunan pendapatan rata-rata sebesar -10% pada pendapatan FY25F mereka,” paparnya.
Dengan demikian, BRI Danareksa Sekuritas menegaskan kembali peringkat netral untuk sektor ini, dengan preferensi pada ANTM > NCKL > TINS > INCO > MBMA > MDKA. Peringkat ini didasarkan pada kombinasi valuasi, potensi pertumbuhan pendapatan pada tahun 2025, serta potensi penurunan akibat kenaikan tarif royalti yang diusulkan.
Adapun Indy menilai bahwa ANTM dan MDKA merupakan emiten yang menarik untuk dikoleksi. ANTM didukung oleh fundamental yang kuat, terutama dari penjualan emas, sehingga dalam kondisi suku bunga acuan yang masih belum pasti, harga emas berpotensi terus naik dan menopang pendapatan perusahaan. Hal serupa juga berlaku untuk MDKA, di mana emas dapat menjadi penopang utama pendapatan.
Oleh karena itu, Indy merekomendasikan untuk melakukan pembelian (buy) saham ANTM dan MDKA, dengan target harga masing-masing sebesar Rp 1.825 dan Rp 2.150.
Royalti Minerba Naik, Tambang Ilegal Bisa Marak