Ragamutama.com, Jakarta – Keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump memberlakukan tarif impor 10 persen untuk seluruh negara, efektif 5 April 2025, berpotensi menekan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) secara signifikan. Langkah ini diperparah dengan tarif balasan (reciprocal tariffs) hingga 32 persen yang diberlakukan terhadap sejumlah negara, termasuk Indonesia.
Oktavianus Audi, analis pasar modal dari Kiwoom Sekuritas, memperkirakan IHSG akan melemah, bergerak di antara level support 6.150 dan resistance 6.660. “Meskipun terlihat penguatan sebelum libur bursa, ketidakpastian akibat tarif Trump akan mendominasi pasar dalam waktu dekat,” katanya via telepon, Jumat, 4 April 2025.
Audi menjelaskan, kekhawatiran pasar bukan hanya disebabkan potensi perlambatan ekonomi global, tetapi juga risiko penurunan surplus perdagangan Indonesia dan tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Surplus perdagangan Indonesia-AS yang mencapai US$ 16,84 miliar (sekitar 54 persen dari total surplus 2024) terancam menyusut akibat kebijakan proteksionis Trump.
Sentimen negatif juga terlihat dari pelemahan indeks regional. “Nikkei terkoreksi 3,07 persen, indeks HNX Vietnam anjlok 6,91 persen, bahkan kontrak berjangka US500 turun 2,8 persen,” tambah Audi.
Ia menekankan perlunya langkah konkret pemerintah untuk mengurangi dampak kebijakan tersebut. Diversifikasi pasar ekspor, insentif industri dalam negeri, dan percepatan hilirisasi menjadi strategi yang krusial.
Tarif impor 32 persen yang diterapkan Trump pada 2 April 2025 menimbulkan tantangan besar bagi ekonomi Indonesia. Dengan beban tarif yang lebih tinggi, daya saing ekspor Indonesia ke AS akan melemah, menurut pengamat mata uang Ibrahim Assuabi.
“Kebijakan ini tidak hanya merugikan ekspor ke Amerika, tetapi juga melemahkan rupiah. Rupiah berpotensi dibuka di level Rp 16.900, bahkan bisa tembus Rp 17.000 per dolar AS minggu ini,” ujar Ibrahim, Kamis, 3 April 2025.
Pilihan Editor: Ramai PHK Massal di Awal Tahun, Kemenperin: Tersedia 24 Ribu Lowongan Kerja Baru