Aksi Borong Saham Direksi Bank, Apa Maksudnya?

- Penulis

Selasa, 18 Februari 2025 - 07:36 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (dalam perdagangan di Bursa Efek Indonesia, sahamnya diberi kode BBRI) baru saja mempublikasikan kinerja keuangan tahunannya untuk periode tahun 2024.

BRI berhasil mempertahankan statusnya sebagai bank dengan perolehan laba terbesar di Indonesia. BRI membukukan laba bersih secara konsolidasian sebesar Rp 60,64 triliun sepanjang tahun 2024. 

Angka tersebut lebih tinggi ketimbang 2 pesaing utamanya, yakni Bank Mandiri (BMRI) dengan perolehan laba Rp 55 triliun pada periode 2024 dan Bank Central Asia (BBCA) dengan laba sebesar Rp 54 triliun pada periode yang sama.

Capaian tersebut menunjukkan kinerja perseroan yang tetap resilience di tengah gejolak kondisi perekonomian global dan pertumbuhan ekonomi.

Direktur Utama BRI Sunarso, menjelaskan total aset BRI hingga akhir Desember 2024 mencapai Rp 1.992,98 triliun atau tumbuh 1,42% secara tahunan (year-on-year). 

Pertumbuhan ini didorong penyaluran kredit yang selektif dan berkualitas dengan tetap berfokus pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UKM).

Sayangnya, kinerja keuangan yang baik tersebut, refleksi dari faktor fundamental yang kokoh, tidak membuat harga BBRI meningkat. Pada penutupan bursa Jumat (14/2/2025), BBRI dihargai Rp 3.860 per lembar.

Padahal, pada Maret tahun lalu BBRI pernah dihargai Rp 6.450 per lembar. Namun, setelah itu harga BBRI cenderung menurun, bahkan hingga sekarang.

Demikian pula untuk BBCA dan BMRI, harganya saat ini masih jauh di bawah harga rekor tertingginya, meskipun penurunannya tidak separah yang dialami BBRI.

Tentu, melihat harga yang rendah tersebut, direksi perusahaan agak terganggu. Bagaimanapun, harga saham menjadi salah satu indikator penting, yang bisa jadi cerminan kesuksesan direksi.

Harga yang terlalu rendah, bisa dipersepsikan perusahaannya lagi menurun kinerjanya atau lagi punya masalah serius. Padahal, persepsi itu bisa menyesatkan.

Oleh karena itu, bisa dipahami direksi Bank Rakyat Indonesia membeli BBRI atas nama pribadi masing-masing direktur. 

Sesuai peraturan bursa saham, karena direksi merupakan pihak terkait, transaksi yang dilakukannya harus diumumkan kepada publik untuk memenuhi prinsip keterbukaan.

Direktur Utama BRI Sunarso telah menambah kepemilikan sahamnya di BRI sebanyak 210.000 saham. Berdasarkan keterbukaan informasi kepada Bursa Efek Indonesia (BEI), pembelian saham tersebut dilakukan dengan harga Rp 4.200 per lembar. 

Baca Juga :  Simak! Aturan Baru Bawa Powerbank di Pesawat AirAsia per 1 April 2025

Artinya, orang nomor satu di BRI itu merogoh kocek sebesar Rp 882 juta. Transaksi tersebut dilakukan pada Kamis (16/1/2025) untuk tujuan investasi pribadi.

Jauh sebelum itu, pada tanggal 7 Juni 2024 tercatat Wakil Direktur Utama BRI Catur Budi Harto membeli 230.000 saham BBRI, sehingga kepemilikan sahamnya menjadi 4.045.557 saham. 

Pada tanggal yang sama, Direktur Keuangan BRI Viviana juga membeli 280.000 saham BBRI sehingga Viviana memiliki 3.659.500 saham BBRI. 

Selang 3 hari kemudian, yakni pada tanggal 10 Juni 2024, Direktur Bisnis Mikro BRI Supari membeli 213.300 saham BBRI, yang membuat Supari saat ini memiliki 4.970.914 saham BBRI. 

Ketika pembelian itu terjadi harga saham BRI sudah anjlok hampir menyentuh Rp 4.000. Artinya, dipandang sudah terlalu rendah di mata para direktur BRI tersebut.

BRI sebagai institusi juga melakukan aksi korporasi (kalau contoh sebelumnya hanya aksi individu masing-masing direktur). Aksi korporasi BRI adalah melakukan buyback saham.

Sunarso membeberkan alasan melakukan pembelian kembali alias buyback saham senilai Rp 3 triliun, sebagai respon terhadap penurunan harga saham BBRI dalam beberapa waktu terakhir. 

Walau demikian, Sunarso mengaku ada sejumlah alasan lain (selain menjaga harga saham BBRI agar tidak terpuruk) dalam melakukan aksi korporasi ini.

“Harus sekali dayung dua tiga pulau terlampaui. Artinya kita pasti menjaga harga saham, dan kemudian untuk memberikan motivasi kepada pekerja supaya lebih giat, lebih profesional, dan menjaga corporate governance yang baik,” kata Sunarso saat Paparan Kinerja Perseroan, Rabu (12/2/2025).

Bisa diterjemahkan bahwa yang dimaksud dengan memberikan motivasi kepada karyawan, adalah nantinya bonus untuk pekerja diberikan berupa saham yang diambilkan dari saham yang di-buyback tersebut.

Dengan demikian, pihak internal BRI, mulai dari direksi hingga pejabat di bawahnya dan bahkan ke semua pekerja, sangat yakin akan prospek BRI yang bagus.

Baca Juga :  Indeks Bisnis-27 Dibuka Menguat, Saham BBNI dan BBRI Paling Cuan

Artinya, mereka yakin mampu bekerja dengan baik dan membuat kinerja BRI tetap kinclong. Mereka juga punya sense of belonging terhadap BRI karena mereka memiliki saham BBRI.

Mereka akan meraih keuntungan di jangka panjang karena yakin nantinya harga saham BRI akan kembali naik, karena pada dasarnya aspek fundamental BRI lumayan kokoh.

BMRI dan BBCA juga kokoh fundamentalnya, sehingga telah memicu beberapa direktur Bank Mandiri dan BCA juga membeli saham bank yang dikelolanya, persis seperti yang dilakukan Direksi BRI.

Hal itu bisa dibaca bahwa harga bank-bank di atas sudah terlalu rendah dari harga wajar. Sebagai orang dalam tentu Direksi bank-bank tersebut tahu “isi perut” bank yang dikelolanya.

Makanya, direksi Bank tersebut tanpa ragu melakukan aksi borong saham. Memang, aksi ini tidak serta merta membuat harga saham jadi naik. Tapi, paling tidak memberikan sinyal kepada investor untuk tidak panik.

Ini sekaligus menjadi pertanda betapa pihak asing selama ini sangat dominan peranannya dalam membentuk harga saham. Jadi, tekanan global lah yang membuat saham di atas sempoyongan.

Ketika investor asing ramai-ramai menjual BBRI, BMRI dan BBCA, anjloklah harga saham, tanpa peduli faktor fundamental ketiga bank papan atas Indonesia itu yang tetap bagus.

Head of Research & Chief Economist Mirae Asset, Rully Arya Wisnubroto menilai gerak saham perbankan saat ini tersengat sentimen aksi jual oleh asing di tengah ketidakpastian global (liputan6.com, 14/1/2025).

Rully mencatat, kebanyakan asing masuk pasar modal Indonesia melalui saham perbankan. Maka saat terjadi penjualan asing, perbankan adalah yang banyak dilepas.

Begitulah gambaran apa yang terjadi pada saham perbankan dalam beberapa bulan terakhir ini. 

Bagi investor lokal, sebaiknya tidak usah ikut-ikutan melakukan aksi jual karena akan membuat harga saham semakin nyungsep. 

Bersabar dengan menahan saham perbankan, menjadi pilihan yang baik, karena diyakini pada jangka panjang harga saham perbankan naik lagi ke harga wajarnya seperti di triwulan pertama 2024.

Berita Terkait

Simulasi Lengkap: Harga Gadai Emas 1 Gram di Pegadaian Hari Ini
Rupiah Terkoreksi: Analisis Pelemahan Rupiah 15 April 2025 Terhadap Dolar AS
IHSG dan NYSE Menguat: Peluang Trading BTC & ETH di Tengah Pasar Volatil?
Pefindo Ungkap Tantangan Penerbitan Obligasi Korporasi di Tahun 2025
Sarimelati Kencana (PZZA) Catat Perbaikan Kinerja di Sepanjang Tahun 2024
Intel Jual Mayoritas Saham Perusahaan Akuisisi: Selamatkan Bisnis Chip?
IHSG Sesi I Menguat, Rupiah Tertekan di Rp 16.807 per Dolar AS
Update Saham Hari Ini: 28 Emiten Cetak Kenaikan!

Berita Terkait

Selasa, 15 April 2025 - 16:15 WIB

Simulasi Lengkap: Harga Gadai Emas 1 Gram di Pegadaian Hari Ini

Selasa, 15 April 2025 - 15:27 WIB

Rupiah Terkoreksi: Analisis Pelemahan Rupiah 15 April 2025 Terhadap Dolar AS

Selasa, 15 April 2025 - 14:27 WIB

IHSG dan NYSE Menguat: Peluang Trading BTC & ETH di Tengah Pasar Volatil?

Selasa, 15 April 2025 - 14:03 WIB

Pefindo Ungkap Tantangan Penerbitan Obligasi Korporasi di Tahun 2025

Selasa, 15 April 2025 - 13:47 WIB

Sarimelati Kencana (PZZA) Catat Perbaikan Kinerja di Sepanjang Tahun 2024

Berita Terbaru

sports

CONCACAF Ikut Menolak Ide FIFA Perluas Peserta Piala Dunia?

Selasa, 15 Apr 2025 - 15:23 WIB