Jakarta, RAGAMUTAMA.COM – Impor beras dari Korea Selatan menjadi kenyataan di Jepang, menandai peristiwa pertama sejak tahun 1999. Keputusan ini diambil seiring dengan melambungnya harga beras lokal yang memicu keresahan di kalangan konsumen. Lonjakan harga beras domestik telah meningkat lebih dari dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya, bahkan setelah pemerintah berupaya menstabilkan pasar dengan melepas cadangan beras nasional. Menurut laporan dari NHK, dua ton beras asal Korea Selatan telah tersedia untuk dijual secara daring dan di berbagai supermarket, dan direncanakan pengiriman tambahan sebanyak 20 ton dalam waktu dekat.
Meskipun pada awalnya terdapat keraguan mengenai cita rasa dan kualitasnya, beras impor kini semakin diterima oleh masyarakat Jepang. Situasi yang mendesak ini mengingatkan pada peristiwa tahun 1993, ketika impor beras dari Thailand kurang diminati oleh pembeli. Yonhap memperkirakan bahwa volume ekspor beras dari Korea Selatan ke Jepang tahun ini berpotensi menjadi yang tertinggi sejak tahun 1990.
“Saya tidak ragu untuk mengonsumsi nasi impor. Karena harga beras lokal semakin mahal, saya selalu mencari alternatif yang lebih terjangkau,” ujar Miki Nihei, sebagaimana dikutip dari The Guardian pada Kamis (24/4/2025).
Bahas soal Tarif AS, Korsel: Negosiasi Tak Mudah
Bahas soal Tarif AS, Korsel: Negosiasi Tak Mudah
1. Penyaluran Cadangan Beras Pemerintah Jepang Kurang Optimal
Sebagai respons terhadap kenaikan harga beras, pemerintah Jepang telah melepas 210 ribu ton beras dari cadangan nasional pada bulan Maret. Namun, upaya ini belum memberikan dampak signifikan karena hanya sebagian kecil dari beras tersebut yang berhasil didistribusikan ke toko-toko. Data dari Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa hingga akhir Maret, hanya 426 ton atau sekitar 0,3 persen dari total beras yang dilepas yang benar-benar sampai ke pasar ritel.
Kendala utama terletak pada keterbatasan kendaraan pengangkut dan lamanya proses persiapan penjualan. Ini merupakan kali pertama Jepang mengalami kesulitan dalam mengeluarkan cadangan beras bukan karena gagal panen atau bencana alam, melainkan karena masalah distribusi. Sebelumnya, cadangan beras hanya dibuka pada saat krisis seperti gempa Tohoku pada tahun 2011 dan gempa Kumamoto pada tahun 2016.
Sebelum krisis harga ini, Jepang sudah mengandalkan cadangan nasional akibat penurunan hasil panen pada tahun sebelumnya. Peningkatan konsumsi, terutama disebabkan oleh rekor jumlah kunjungan wisatawan, juga mempercepat penurunan stok beras.
2. Gelombang Panas dan Pembelian Panik Picu Kenaikan Harga
Kenaikan harga beras disebabkan oleh kombinasi berbagai faktor yang terjadi sepanjang tahun. Gelombang panas ekstrem yang melanda Jepang pada musim panas 2023 merusak kualitas panen secara signifikan. Di sisi lain, peringatan tentang potensi gempa bumi dan topan mendorong masyarakat untuk melakukan pembelian beras secara berlebihan (panic buying), sehingga beberapa toko terpaksa memberlakukan batasan pembelian.
Dalam rentang waktu satu minggu hingga 6 April, harga beras di supermarket mencapai rata-rata 4.214 yen atau sekitar Rp496 ribu per 5 kilogram. Angka ini lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Kondisi ini memaksa baik restoran maupun rumah tangga untuk mencari alternatif yang lebih ekonomis, seperti beras impor dari Amerika Serikat atau Korea Selatan.
Arata Hirano, pemilik sebuah restoran di Tokyo, mengungkapkan bahwa ia telah mulai menggunakan beras California sejak tahun lalu. Meskipun harga beras tersebut kini telah naik dua kali lipat dari harga awal pembeliannya, namun tetap lebih murah dibandingkan dengan beras lokal.
Zulhas: Indonesia Dipastikan Tak Akan Impor Beras Sampai Tahun Depan
Zulhas: Indonesia Dipastikan Tak Akan Impor Beras Sampai Tahun Depan
3. Krisis Mengubah Perspektif Budaya Terhadap Beras Impor
Menurut laporan Business Standard, di Jepang, beras memiliki makna yang lebih dalam daripada sekadar makanan pokok—ia terintegrasi dalam bahasa, ritual keagamaan, dan kehidupan sehari-hari. Kata “gohan” memiliki arti ganda, yaitu “nasi matang” dan “makanan”, dan digunakan dalam ungkapan seperti “asagohan” (sarapan) atau “bangohan” (makan malam). Beras juga merupakan bahan utama dalam pembuatan sake, kue beras, dan persembahan di kuil-kuil Shinto maupun Buddha.
Karena nilai budayanya yang tinggi, Jepang telah melindungi industri beras domestik selama bertahun-tahun melalui pembatasan impor yang ketat. Namun, perjanjian perdagangan global pada tahun 1990-an memaksa Jepang untuk membuka sebagian pasar berasnya melalui sistem kuota tarif. Impor yang melebihi kuota tersebut dikenakan tarif yang sangat tinggi, sehingga masyarakat cenderung enggan membeli beras impor.
Namun kini, tekanan harga telah mendorong perubahan persepsi. Yomiuri Shimbun melaporkan bahwa Jepang mungkin akan mempertimbangkan untuk mengimpor beras dan kedelai dari Amerika Serikat dalam pembicaraan perdagangan dengan Presiden Donald Trump.
Krisis Beras Melanda Jepang-Malaysia, Pasokan Beras di Sumut Aman?
Krisis Beras Melanda Jepang-Malaysia, Pasokan Beras di Sumut Aman?